Singaraja, koranbuleleng.com, Hari raya Pagerwesi dilaksanakan khusuk oleh warga hindu di Kabupaten Buleleng. Mulai dari merajan keluarga, pura, serta setra (pemakaman) ramai dikunjungi oleh masyarakat untuk membawa banten, sama halnya seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan.
Suasana ini sudah menjadi tradisi di Buleleng. Di beberapa daerah, Hari Raya Pagerwesi sering disebut sebagai rainan Pegorsi.
Kekhusukan terlihat di Taman Makam Pahlawan Curastana, Singaraja. Sejumlah KELUARGA membawa sesajen, walaupun banyak diantara mereka yang telah dimakamkan sudah menjalani prosesi pengabenan.
Salah satunya, Luh Marini mengaku setiap hari raya Pagerwesi selalu membawa banten untuk dipersembahkan diatas makam leluhurnya. Banten ini sebagai bentuk penghormatannya terhadap para tetuanya yang sudah meninggal.
“Sudah menjadi tradisi bagi keluarga, setiap ahri raya Pegorsi, Galungan membawakan sesajen lah ke sini. Ini untuk mengingatkan dan menghormati leluhur kita,”ujar Marini saat ditemui di Taman Makam Curastana, Rabu 29 Juni 2016.
Bukan hanya taman makam, sejumlah setra di Singaraja juga terlihat ramai dikunjungi warga Buleleng.
Hari Raya Pagerwesi jatuh setiap Rabu Kliwon wuku Sinta. Hari ini dirayakan untuk memuliakan Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan manifestasinya sebagai Sanghyang Pramesti Guru (Tuhan sebagai guru alam semesta).
Dari sejumlah sumber, Pagerwesi berasal dari kata Pager yang berarti pagar atau pelindung, dan Wesi yang berarti besi. Pagar Besi ini memiliki makna suatu sikap keteguhan dari iman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, sebab tanpa ilmu pengetahuan kehidupan manusia akan mengalami kegelapan (Awidya).
Hari raya ini diperingati dengan cara melakukan persembahyangan mulai dari Sanggah, Merajan (tempat bersembahyang dilingkungan rumah tangga) hingga ke Pura lainnya dilingkungan desa maupun Pura Kahyangan Jagat lainnya. |NP|