Singaraja, koranbuleleng.com | Tari Palawakya, ditarikan wajib dalam pementasan Utsawa Merdangga Gong Kebyar Wanita 2016 di Pelabuhan Buleleng, 22 – 26 Nopember 2016. Tari ini wajib ditarikan karena regenerasinya semakin sulit dicari alias langka.
Tak banyak lagi yang menarikan Tari Palawakya karena tingkat kesulitan sangat tinggi saat menarikan tariannya. Menari Palawakya, tidak harus sekedar bisa menari, tetapi harus bisa menabuh gamelan serta mekidung.
Tari Palawakya ini merupakan gabungan dari seni gerak, karawitan, dan seni suara. Artinya, setiap Penari Palawakya tak hanya dituntut mampu menari dengan baik, namun juga harus bisa melantunkan tembang-tembang yang bernuansa spiritual adaptasi dari kekawin Palawakya serta pintar memainkan gamelan (terompong).
Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Paraupan atau yang lebih dikenal dengan Pan Wandres, seorang seniman tari dari Desa Jagaraga Kecamatan Sawan. Tarian ini ditarikan oleh Penari Wanita secara Tunggal.
Salah satu Tari Palawakya dalam even Utsawa Merdangga Gong Kebyar Wanita, duta dari Kecamatan Busungbiu, Putu Rima Febriana sangat merasakan tingkat kesulitan dalam membawakan tarian ini. Dalam membawakan Tari Palawakya dibutuhkan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi.
“Dulu saya pernah mempelajari ini saat kelas 2 SMA, namun memang karena tarian ini sulit saya berhenti ditengah jalan. Nah tiga bulan terakhir ini saya latihan lagi karena akan tampil di Utsawa Merdangga ini. Tarian ini memang sangat sulit. Terutama pada saat memainkan terompong, karena harus tahu nada, tahu gegedig, termasuk juga tempo,” jelasnya.
Karena kesulitan yang sangat tinggi, muncul kekhawatiran bahwa tarian ini akan semakin ditinggalkan. Bahkan banyak Generasi penari muda yang tidak mau mempelajari tari Palawakya ini.
Kekhawatiran ini juga mulai dirasakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Buleleng sehingga mewajibkan seluruh kontingen perwakilan kecamatan untuk membawakan Tari Palawakya.
Kewajiban pementasan Tari Palawakya ini sebagai upaya pelestarian tari tradisional Palawakya yang lahir di Bali utara.
“Karena tingkat kesulitan itu, tarian ini mulai ditinggalkan. Nah itulah alasan kami sebagai memilih Tari Palawakya sebagai materi wajib dalam Utsawa, untuk mengorbitkan kembali. Minimal 10 penari Palawakya akan lahir dalam kegiatan ini. Karena secara otomatis mereka akan terpaksa untuk belajar Tari palawakya,” Jelas Kasi Kesenian Disbudpar Buleleng Wayan Sujana.
Wayan Sujana yang juga seniman serba bisa ini mengakui bahwa kualitas untuk penyajian Tari Palawakya ini tidak menjadi tuntutan, karena dengan tujuan awal, menyajikan Tari Palawakya sebagai materi wajib merupakan sebuah upaya dari Disbudpar Buleleng untuk pelestarian.
“Memang ada nuansa yang hilang dari dinamika gending yang ditampilkan oleh Penabuh Wanita. Tapi ada bagian yang harus dihargai, yakni tercapainya pelestarian. Kali ini kita tidak mengejar kualitas, namun kepada kuantitas dulu. Karena Tari Palawakya ini perlu dilestarikan, dan saat ini sudah tidak banyak lagi generasi muda yang mau menarikan tari ini dengan alasan sulit, ribet megending. Apalagi harus bisa menabuh,” terang Sujana.
Sementara itu, Sekda Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka yang membuka secara resmi Utsaa Merdangga Gong Kebyar Wanita 2016 ini menyatakan apresiasinya yang tinggi terhadap upaya pelestarian seni dan budaya khas Buleleng ini.
Gong kebyar lahir dan besar di Buleleng, begitupun tari Palawakya, kata Puspaka. Karena itu, Pemerintah akan memberikan ruang gerak sebesar-besarnya bagi instansi dan sanggar seni untuk ikut melestarikan seni budaya khas dari Bali utara ini.
“Dari pihak pemerintah tentu sangat mendukung upaya-upaya pelestarian ini. Nanti kita pikirkan, secara fisik supaya Buleleng mempunyai sebuah tempat pementasan yang representatif sehingga seni budaya yang khas Bali utara, yang nyaris punah kembali bisa dibangkitkan melalui even-even seni budaya seperti ini,” terang Puspaka. |RM|