Singaraja, koranbuleleng.com | Warga keturunan Tionghoa menyambut Tahun Baru Imlek 2568 yang jatuh 28 Januari 2017 dengan suka cita. Warga Tionghoa mulai membersihkan Tempat Peribadatan Tri Dharma (TITD) atau Klenteng Ling Gwan Kiong yang terletak di Pelabuhan Buleleng, Singaraja. Klenteng ini adalah salah satu klenteng tertua di Buleleng bahkan Bali. Diperkirakan berdiri pada tahun 1873 masehi.
Puncak pergantian tahun dengan shio ayam api akan diramaikan dengan beragam acara ditempat ibadah. Ragam acara tersebut bukan hanya didominasi tentang kebudayaan Tionghoa namun juga ada ciri akulturasi budaya Tionghoa dan Bali.
Pihak klenteng Ling Gwan kiong akan mengundang sekehaa Gong dari Desa Sinabun, untuk menabuh gamelan Bali mulai sejak pergantian tahun hingga Tahun Baru Imlek 2568.
Pada malam pergantian tahun baru, akan digelar tarian Barongsai, pelepasan balon ke udara dan pesta kembang api.
Menurut Ketua Majelis Umat Tridharma (Matrisia) Buleleng, Pipit Budiman Teja alias Pik Hong Rangkaian tahun baru imlek sudah dimulai sejak tanggal 23 bulan 12 penanggalan imlek. Kala itu, warga Tionghoa mulai melakukan persembahyangan untuk mengantar dewa ke istana langit. Pada hari itu diyakini para dewa menyelenggarakan pertemuan agung para dewa yang dipuja.
Setelah selesai persembahyangan itu, barulah umat membersihkan seluruh peralatan dan patung dewa-dewi serta area klenteng. Klenteng dihias dengan berbagai ornamen khas budaya Tionghoa seperti kembang plastik maupun lampion dan pohon uang.
Untuk Imlek tahun ini, ada 64 lampion merah menghiasi Klenteng Ling Gwan Kiong. Menurut Pik Hong, ada makna menarik dibelakang pemasangan lampion dan pesta kembang api itu dan itu bukan sekedar untuk memeriahan Tahun Baru Imlek.
“Ada legenda bahwa dijaman dulu ada binatang buas yang disebut nien. Binatang ini sangatlah buas, apapun bisa dimakan. Namun ternyata, binatang ini takut dengan bunyi yang keras serta warna merah menyala. Karena itulah, leluhur kami menggunakan bunyi mercon dan warna serba merah untuk mengusir binatang buas itu,” cerita Pik Hong, Kamis 26 Januari 2017.
Sisi lain, seperti tradisi sebelumnya Klenteng Ling Gwan Kiong tetap akan mengundang sekaa gamelan untuk menabuh gamelan Bali. Tradisi menabuh gamelan Bali di area Klenteng saat pergantian tahun sudah menjadi tradisi turun-temurun dan pihak pengurus TITD Ling Gwan Kiong tidak pernah berani untuk menghentikan tradisi ini. Pik Hong justru merasa bangga, leluhur mereka sudah sejak lama menghargai akulturasi budaya di Singaraja, Bali.
“Kami sangat berbangga, ternyata leluhur kami sudah menghargai perbedaan budaya ini namun bisa menjadi satu kekhasan di Singaraja sejak lama. Saya berharap, sikap toleransi di Singaraja yang begitu tinggi ini menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia,” terang Pik Hong.
Pik Hong berharap perayaan tahun baru imlek 2568 ini bukan hanya menjadi perayaan bagi warga Tionghoa, namun juga bagi seluruh warga Indonesia dan menjadikan negara ini lebih tenteram dan menjaga sikap toleransi antar sesama.
Lebih lanjut, Pik Hong menceritakan masyarakat harus menyambut tahun Ayam Api dengan optimis. Ayam, kata Pik Hong mempunyai karakter mulia dan selalu setia akan tugasnya.
“Ayam itu seperti seorang pahlawan selalu berani bertempur. Ayam selalu bisa berbagi makanan, dan tidak lalai dengan tugasnya. Perhatikanlah, saat menjelang pagi, Ayam selalu membangunkan kita dengan suaranya,” terang Pik Hong. |NP|