Singaraja, koranbuleleng.com| Masyarakat Desa Galungan, Kecamatan Sawan melakukan langkah secara swadaya untuk pemulihan kondisi pasca banjir bandang yang terjadi pada bulan februari 2017 lalu. Ratusan warga menggelar kegiatan gotong royong membuat jembatan untuk membuka sejumlah akses penghubung di wilayah Dusun Dajan Pangkung, Desa Galungan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.
Sarana penyeberangan yang sangat vitalĀ ini kembali dibangun bertujuan untuk membuka kembali isolasi ratusan warga yang bermukim di lembah perbukitan desa setempat sehingga nantinya terhubung dengan jalan raya.
Selama ini, ratusan warga dari dusun tersebut tidak dapat mengakses jalan raya lantaran jalan setapak sepanjang 250 meter yang tembus ke jalan raya di kawasan tersebut lenyap disapu ganasnya banjir bandang yang terjadi pada 10 Februari 2017 lalu.Ā Kerusakan terjadi hampir seluruh kawasan di dusun dajan pangkung juga mengalami hal serupa.
Pasca bencana, ratusan penduduk yang bermukim disusun itu akhirnya terpaksa memilih menyeberangi Sungai Bente yang dikenal memiliki arus yang sangat deras.
Di musim hujan, air sungai itu pun meluap sehingga terlalu berbahaya untuk dilalui pemukim yang tinggal di kawasan lateng.
“Hampir seluruhnya porak poranda diterjang banjir bandang dan jalan yang sering dilalui oleh warga alami kerusakan sangat parah,” terang Kepala Dusun Dajan Pangkung, Kadek Arta saat ditemui di lokasi pembangunan jembatan darurat, Selasa 7 Maret 2017.
Arta mengungkapkan, jembatan ini dibangun karena jalur itu merupakan akses jalan keluar sangat penting, terutama untuk membawa hasil ladang dan sawah masyarakat ke pasar.
Selain itu warga sangat membutuhkan sarana kesehatan dan fasilitas lain yang memadai yang letaknya berada di luar dusun.
“Mereka kesulitan ketika hendak berobat, bersekolah, juga berdagang karena hampir seluruh fasilitas terpusat di desa berjarak sekitar hampir tiga kilometer dari kawasan ini. Jumlah kepala keluarga (KK) di dajan pangkung totalnya berjumlah 238 KK, setengah penduduknya bermukim di kawasan lateng,” terangnya
Pantauan, koranbuleleng.com ratusan warga terlibat dalam aksi gotong-royong. Sarana penyeberangan berupa jembatan darurat itu terbuat dari kayu, dan sarana itu hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki serta kendaraan roda dua.
Pada sisi lain, masyarakat juga terlihat sibuk bergotong -royong membuka akses jalan baru dan juga melakukan pelebaran jalan. Akses jalan setapak yang dulunya berada di sebelah barat sungai kini telah dipindahkan ke jalan baru yang berada di sebelah timur. Jalan baru itu sendiri memiliki panjang sekitar tiga kilometer dengan lebar jalan tiga meter.
Sementara itu, I Made Dwi Putra (48) Ketua relawan tangguh bencana Desa Galungan saat ditemui di lokasi menyebutkan bahwa selama ini ada tiga tahapan pendampingan yang sudah dilakukan oleh relawan tangguh bencana Desa Galungan.
“Pendampingan mulai dari tanggap darurat, Ā kemudian pasca bencana terakhir tahap rehabilitasi. Pembangunan jalan baru dan jembatan ini salah satu bentuk rehabilitasi pasca bencana,” katanya.
Tempat terpisah, Kepala Desa Galungan, Gede Haryono ketika dikonfirmasi mengungkapkan bahwa selain jembatan darurat bantuan Pemerintah Kabupaten Buleleng yang terletak di balai dusun Dajan Pangkung, ada tujuh jembatan lainnya yang dibangun murni atas swadaya masyarakat.
Kawasan yang porak-poranda dihantam bencana ini merupakan lokasi agraris. Dikawasan ini terdapat sekitar 50 hektare sawah dan juga 200 hektare lahan perkebunan seperti kopi, coklat, buah-buahan serta cengkeh.
“Untuk tujuh jembatan darurat dibangun dari swadaya murni masyarakat. Kita sama sekali tidak menggunakan dana pemerintah kabupaten,” ucap Haryono.
Selama ini, sebelum berdiri jembatan darurat itu dibangun, warga antar dusun di desa itu, terpaksa memutar, melintasi jarak tempuh lebih jauh. Warga merasa kesulitan, ketika ingin mengangkut hasil bumi, barang keperluan rumah tangga, pupuk bahkan ketika ingin mencari pakan ternak.
“Jembatan yang kita bangun ini sepanjang 12 meter dengan lebar satu meter. Nantinya, untuk mempermudah warga menuju rumah penduduk atau dari kebun pulang ke rumah mereka yang berada di sekitar lembah bukit. Karena di sekitar lembah bukit, seberang sungai ini ada ratusan kepala keluarga yang berdomisili disana,” kata Haryono.
Mengenai dana untuk membeli material jembatan dan keperluan lainnya, Haryono mengaku hanya mengeluarkan dana talangan yang jumlahnya sangat minim.
“Biaya pembelian bahan seperti kayu boleh dibilang nihil. Bahan kayu, batu dan kawat untuk pembuatan jembatan ini memanfaatkan kayu yang hanyut serta kawat bronjong yang telah rusak. Biaya yang dikeluarkan tidak lebih dari lima juta,” jelasnya.
Proses pengerjaan dibagi menjadi tiga sesuai dengan dusun masing-masing. Warga di setiap dusun diwajibkan untuk ikut serta dalam gotong-royong.Ā Gerakan ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya saling memiliki dan merangsang kesadaran partisipatif warga desa.
“Misalnya, hari ini giliran dusun bingin. Warga bingin wajib ikut bergotong-royong selama tiga hari berturut-turut. Selesai gotong royong, warga berhak menerima bingkisan yang isinya beras tiga kilogram, mie instan dan gula pasir. Bingkisan itu, memang datang dari donatur,” ungkapnya.
Haryono berharap agar Pemerintah Kabupaten Buleleng bisa secepatnya membantu material kebutuhan sarana penyeberangan masyarakat berupa kawat bronjong.
“Saat ini kami sangat membutuhkan sekitar 400 sampai 500 kawat bronjong yang akan kami gunakan membangun tujuh jembatan darurat yakniĀ Jembatan di kawasan Menega satu jembatan, kawasan Asah tiga jembatan, kawasan Lateng menuju Tambling dua jembatan, dan di dusun desa satu jembatan,” tutupnya.|NH|