Singaraja, koranbuleleng.com | Dodol, menjadi penganan wajib yang disuguhkan sebagai pelengkap banten disetiap Hari Raya Galungan dan Kuningan di Bali. Itu sudah menjadi ciri khas. Apalagi, dunia kuliner saat ini semakin berkembang sehingga sejumlah perajin Dodol di Buleleng juga mengembangkan produksi dodolnya dengan berbagai rasa, mulai dari rasa strawberry, rasa ketan hitam, rasa pandan hijau, ataupun rasa kacang.
Sejumlah desa di Buleleng telah menjadi sentra produksi dodol yang melayani permintaan dari sejumlah kota di Bali. Salah satu desa itu yakni Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng. Desa ini menjadi sentra produksi dodol terbesar di Buleleng. Di Desa ini, ada puluhan perajin dodol. Mereka lebih banyak mengembangkan industri rumah tangga mulai skala kecil hingga besar.
Ada beberapa pengepulnya, sementara ada warga lain yang yang memproduksi dalam jumlah kecil lalu diserahkan ke pengepul dodol untuk dijual ke sejumlah kota di Bali. Namun tak jarang pula, dodol dari Desa Pengelatan ini sudah menjadi ikon oleh-oleh khas Buleleng untuk dibawa ke luar Bali.
Menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan ini, penjualan dodol bisa mencapai 4 ton dalam sepuluh hari. Itubaru dalam satu rumah produksi dodol saja. Sementara harga dodol perkilogramnya yakni berkisar Rp.30.000 – Rp.35.000.
Salah satu perajin dodol di Dusun Kelodan, Desa Penglatan, Kecamatan Buleleng, Putu Yanti, 43 adalah produsen dodol terbesar di Desa Pengelatan. Menjelang Hari raya Galungan dan Kuningan seperti sekarang, Yanti selalu kewalahan melayani pesanan. Bahkan, Permintaan dodol untuk Hari raya Galungan sudah tinggi sejak sepuluh hari sebelum Hari Raya Galungan dan Kuningan. Karena itu, Yanti juga mengambil atau membeli dodol dari ibu-ibu rumah tangga lain yang juga memproduksi dodol dalam skala kecil.
Yanti sudah bergelut dalam bisnis dodol selama enam tahun. Yanti menjual berbagai rasa dodol, seperti rasa kacang, strawberry, rasa pandan maupun rasa ketan hitam. Semua rasa menggunakan bahan alami.
“Kami gunakan bahan-bahan secara alami, baik soal pewarna maupun rasa. Pewarna kami gunakan dari daun-daunan yang bisa digunakan untuk bahan pewarna,’ terang Yanti.
“Permintaan cukup tinggi ini biasanya datang dari para pedagang di pasar-pasar tradisional di seluruh kota di Bali. Singaraja cukup tinggi, termasuk dari Denpasar juga. Kalau hari raya seperti ini, total penjualan bisa tembus sekitar 4 ton dodol dengan omset sekitar 120 juta menjelang Galungan.” terang Yanti.
Daerah lain yang juga menjadi sentra produksi Dodol yakni, Desa Kubutambahan walaupun jumlah perajin dodol di desa ini lebih sedikit dibandingkan di Desa Pengelatan.
Ni Kadek Kayani (50) salah seorang perajin dodol yang tinggal di Dusun Kubu Anyar, Desa Kubutambahan. Usaha yang ditekuni Kayani merupakan warisan turun temurun yang dimulai ibunya, Ni Ketut Wati sejak tahun 1992.
Dodol tradisional yang dibuatnya sehari-hari tidah hanya laris manis sebagai sajian upacara keagamaan namun juga banyak diborong oleh para pelancong yang digunakan sebagai oleh-oleh.
Rupanya, penganan dodol industri rumahan yang digeluti wanita kelahiran tahun 1967 ini, sudah merambah ke beberapa toko modern di Denpasar yang menawarkan oleh-oleh khas Bali. Salah satu toko yang menjadi langganannya yakni, Toko Salak Bali.
Tetapi Kayani menjual dodol per gencet (renteng) bukan kiloan seperti kebanyakan di Desa Pengelatan.
Terdapat dua versi harga dodol, berukuran lebih besar dijual dengan harga Rp 25.000 dan dalam satu gencet berisi 25 pcs. Sedangkan untuk dodol tang berukuran kecil dijual Rp 5.000 dan berisi 10 pcs.
“Dodol itu dikemas dalam tiga warna, merah, hitam dan hijau. Bahannya murni daun pandan, tidak dicampur dengan rasa apapun. Dodol ini tahan sampai tiga minggu,” kata Kayani.
Namun, seiring melonjaknya pesanan dodol jelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, Kayani menyayangkan beberapa harga bahan baku dodol juga ikut merangkak naik. Sehingga keuntungan yang diperoleh tergolong tipis.
“Buat dodol satu kuali penuh itu, perlu modal sekitar Rp 700.000, dan untungnya tipis sekitar Rp 200.000. Tidak pernah hitung isi satu kuali itu berapa kilogram, kemarin saya hanya buat dodol enam kilogram,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu pembeli Kadek Yudi bersama istri yang berasal dari Desa Beng, Kabupaten Gianyar mengaku bahwa memang rutin dan sengaja datang berbelanja dodol di tempat usaha milik Kayani menjelang Hari Raya.
“Boleh dibilang sudah langganan, biasanya beli dodol ini di toko Salak Bali Denpasar. Namun katanya, stock sedang habis. Dodolnya memang memiliki cita rasa khas, da rasa legit juga manis, disukai oleh anak-anak kami. Apalagi dodol yang warnanya hitam pekat ini,” singkatnya.
Desa lainnya yang juga warganya banyak memproduksi dodol yakni Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, maupun di Desa Patemon Kecamatan Seririt. Nah jika ingin mencari dodol untuk melengkapi sarana banten Galungan dan Kuningan, desa desa itu bisa dikunjungi. |NP|NH|