Singaraja, koranbuleleng.com|
Dewa-dewa ayu janger
Nasi sinaruwarna, cekenduk kendik nasi sawiran
Aturang tyange janger, I janger, i janger
Jang arangi janger, sinampura parama panonton
Jang arangi janger sinampura parama penonton
Tyang rauh mariki, rauh mariki mejangeran
Arak ijang arangi janger
Seledet pong det pong…..
Itu, sebagian bait gending berjudul Dewa Ayu Janger, salah satu gending pengantar Janger Menyali. Konon ada ratusan gending Janger yang dimiliki oleh Desa Menyali dimasa lampau. Ada juga salah satu gending Janger menyali yang lebih menunjukkan kekhasan Janger Menyali itu, yakni saat para penari menarikan janger dengan iringan gending Krempyang-krempyang. Jika penarinya menguasai dengan baik pada gending krempyang-krempyang, konon akan sangat jelas terlihat kekhasan Janger Menyali yang sebenarnya.
Kini, tarian Janger Menyali ini sudah memasuki proses rekonstruksi setelah lama “terkubur”. Hasil rekonstruksi ini akan dipertunjukkan dalam Pesta Kesenian bali (PKB) tahun 2017. Di PKB nanti, Janger Menyali akan menyanyikan 15 gending saja, dengan durasi 60 menit lebih.
Proses rekonstruksi telah berjalan sejak bulan Februari 2017 lalu. Puluhan penari Janger Menyali yang telah berumur sepuh dijuluki Jipak dan Parik itu pun mulai secara rutin menjalani proses rekontruksi sesuai agenda yang sudah dijadwalkan, yakni tiga kali dalam satu minggu dan lokasi latihan bertempat di kantor desa setempat.
Menurut penata tari Janger Menyali, Luh Sri Susanti dalam persiapan jelang pentas di PKB, para Jipak dan Parik telah menjalani 26 kali latihan sampai dengan ketika dipentaskan pada malam hiburan rakyat yang diprakarsai oleh Paguyuban Sudamala Menyali (PSM) tepat di Hari Raya Galungan lalu.
Proses rekontruksi gerakan Janger Menyali khususnya untuk para penari Parik, merupakan hasil penuturan dari beberapa sesepuh terdahulu. Namun, diakuinya kebanyakan para penari Parik saat ini dan akan pentas di PKB belum mampu menguasai gerakan ngagem (gerakan tangan) dengan baik lantaran minimnya pengalaman pentas dimasa lalunya.
“Mungkin saja karena pengalaman menarinya sedikit, atau bisa jadi dulu langsung ikut menari tanpa mempelajari agem. Kalau generasi Parik Janger Menyali terdahulu yang ngagemnya bagus sisanya hanya dua orang, Meme Carik dan Meme Seruti, namun meme Carik tidak ikut pentas,” terangnya.
Penata tari kelahiran tahun 1971 itu juga menjelaskan dalam proses rekontruksi, para Parik menarikan janger dengan iringan sebanyak 15 gending janger. Namun, dalam pentas di PKB Janger Menyali hanya menampilkan dua rekontruksi tarian Janger Menyali secara original. Alasannya sendiri, lantaran usia para Parik yang sudah sepuh.
Luh Sri meyakini, Janger khas Menyali punya ratusan gending dan itu masih harus digali lagi. Namun nantinya akan ditampilkan 15 gending saja. Begitu pula dengan beberapa gerakan Tarian Janger Menyali yang akan dituangkan akan lebih dipermudah, mengingat faktor usia dari para Parik yang sebagian telah berusia sekitar 60 sampai 70 tahun.
Menurutnya, sebenarnya bagian gerakan tari Janger Menyali tergolong praktis namun sarat kecepatan seperti gerakan Nyalud, Ngembat, Nyeledet Ngagem sambil duduk. Dan ada yang namanya Nyeledet Ngincang khas Janger Menyali.
“Jadi, gerakan badan, tangan dan kaki para Parik sudah tidak bisa bergerak cepat seperti di usia muda dahulu kala. Selain itu, ada juga gerakan mata dan alis silih berganti bergerak dalam iringan tabuh, namanya sledet ngincang,” jelas Susanti.
Sedangkan untuk jarak proses rekontruksi tarian Janger khas Menyali sampai saat dipentaskan nantinya, Susanti menyebutkan bahwa jarak waktu antara rekontruksi Janger Menyali dengan jadwal pentas di PKB boleh dikatakan sangat ideal.
Dari hasil pentas pada saat malam hiburan rakyat, Janger Menyali yang saat itu membawakan sekitar tujuh gending akan mendapatkan tambahan gending dan gerakan tarian Janger sekitar lagi 50 persen.
Bahkan, kata Susanti juga akan berusaha secara maksimal menampilkan pengenyor (ekspresi wajah tersenyum) dalam gending Krempyang-krempyang. Konon pada gending Krempyang-krempyang sarat memiliki unsur spiritual.
“Jika para Parik bisa menguasai gerakan dan mengekpresikan gending krempyang-krempyang saat pentas di PKB dengan sempurna, disana akan kelihatan karakter khas Janger Menyali. Biasanya, kata meme Carik, penari Parik dan Jipak dalam posisi setengah berdiri saling ngenyor-ngenyor (lempar senyum) antara Parik dan Jipak,” ungkap Susanti.
Pada bagian busana, Susanti sendiri hanya akan menambahkan bunga cempaka diatas plengkir para Parik sesuai dengan Janger Menyali jati mula.
Sementara itu, salah satu Jipak, Gede Suriaka menjelaskan proses rekontruksi hingga pentas pada saat malam hiburan rakyat yang diadakan tepat Hari Raya Galungan akan terjadi perubahan komposisi sesuai dengan posisi semula ketika Janger Menyali pentas dihadapan masyarakat pada jaman dahulu.
Saat Janger Menyali pentas di lapangan umum Menyali itu sifatnya hanya sementara. Sebenarnya, posisi Jipak dan Parik bukanlah sejajar menghadap ke penonton, namun Parik dan Jipak saling berhadap-hadapan membentuk segi empat bujur sangkar.
“Contoh, enam Parik berhadap-hadapan pada posisi timur dan barat, sedangkan enam Jipak lainnya pada posisi selatan dan utara. Makanya jumlah kami genap, berjumlah 24 orang,” terangnya.
Pada bagian lainnya, Suriaka yang termasuk merupakan generasi keempat penari Janger Menyali juga mengungkapkan bahwa pakaian yang dikenakan para Jipak memang layaknya seperti serdadu tentara Belanda. Namun, beberapa perubahan akan dilakukan seperti bagian slempang dan bunga yang dikenakan oleh para Jipak.
“Slempang dirubah menjadi Merah Putih, karena aslinya dulu memang merah putih, dan juga memakai bunga pucuk rejuna,” jelas Suriaka. |NH|