Singaraja, koranbuleleng.com | Nyoman Wetra alias Wet, tampak dengan seksama memotong gelondongan kayu menjadi beberapa bagian. Kayu itu baru saja dirobohkan dengan mesin pemotong kayu atau sensor. Maka itu, di jaman sekarang ini, profesi tukang pemotong kayu seperti dia disebut sebagai tukang sensor.
Wet, nama yang takĀ asing lagi di Desa Nagasepaha, dan desa lainnya di speutaran itu. Dia seorang tukang pemotong kayu tersohor di desa ini. Ā Jika ada warga yang akan memotong pohon besar untuk mencari kayunya, pastilah nama Wet terlebih dahulu ada dalam benak warga.
Keahliannya memotong kayu tak diragukan lagi, bayangkan pekerjaan ini sudah dilakoninya selama 21 tahun. Banyak pengalaman dan suka duka ditemuinya dalam melakoni pekerjaan ini.
Dari hasil kerja kerasnya sebagai tukang sensor, Wet mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga bangku kuliah.
21 tahun menjalankan pekerjaan ini, Wet juga punya keunikan yang juga jadi keahlian spiritualnya. Berbekal pengalaman, Wet tahu mana saja pohon-pohon keramat, yang diyakini dihuni oleh mahkluk penunggu yang tak Ā terlihat mata.
Ia bisa membedakan kayu- kayu yang memiliki aura magis yang ada di lading perkebunan milik warga. Ia pun menambahkan, ada beberapa kayu yang boleh dikatakan keramat atau tenget, seperti kayu kresek,kayu pule,kayu teep,kayu majegau.
āHal seperti itu banyak, banyak sekali hal-hal aneh yang saya temui di ladang warga. Pohon-pohon yang ada penunggunya. Secara tidak sadar saya pun kerangsukan, berbagai permintaan pun disampaikan oleh penunggu pohon kepada pemilik lading,ā ungkapnya.
Kadang Wet sangat memahami kondisi yang bertolak belakang. Seringkali mahkluk penunggu itu tidak memperbolehkan Wet untuk menebang kayu, namun kadang pemilik lahan bersikeras agar kayu-kayu tersebut dirobohkan. Jika sudah begitu, Wet kadang harus undur langkah secara teratur agar tidak terkena keburukan.
āJika pemilik ladang bersikeras, sedangkan penunggu pohon tidak menginginkan agar kayu itu ditebang maka saya memilih untuk pulang ke rumah,meskipun tidak dapat uang,ā terangnya.
Pengalam seperti itu sudah pernah sering kali ia rasakan bersama salah satu anak buahnya. Bahkan Wet sampai pernah diikuti oleh makhluk penunggu itu sampai ke rumahnya.Ā Itu terjadi karena mekhluk penunggu itu meminta sesuatu, namun Wet tidak bisa mengabulkannya.
āSaya pernah dicari sampai kerumah, akibat saya nekat memotong pohon kresek. Di rumah saya kerangsukan dan membuat istri terkejut. Akhirnya istri saya langsung mengantarkan saya ke lokasi penebangan untuk mepiuning. Itu karena saya sebelumnya lupa melakukan itu,ā ungkapnya.
Di dalam masyarakat Bali,Ā sering dikenal dengan namanya tradisi mepiuining atau memohon restu agar segala pekerjaan berjalan dengan baik.
Maka itulah, kini Wet sebelum menjalankan pekerjaannya memotong kayu. Dia selalu mengingatkan dirinya untuk melakukan doa sesuai dengan keyakinan dan tradisi yang dianutnya.
Pernah di lingkungan Padang Keling, Wet kala itu akan menjalankan jasa memotong kayu. Namun baru memasuki area perkebunan, Wet juga sudah kerangsukan.
Uniknya, saat kerangsukan itu ada beberapa permintaan dari makhluk penunggu itu yakni agar peilik lahan perkebunan bis amembuatkan pelinggih penunggu karang (lahan, red). Ada juga mahluk penunggu lahan itu meminta dihaturkan kue basah seperti Laklak, maupun rokok.
Seperti itulah, Wet menjalani suka duka sebagai pemotong kayu. Banyak hal dirasakannya, terutama yang berkaitan dengan dunia gaib.
Sementara itu, pemilik mesin sensor, Ketut Sadarana mengungkapkan Nyoman Wetra sudah mulai menekuni kegiatan menjadi tukang pemotong kayu sejak tahun 1997 silam.
“Bagi Bagi saya, dia sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri. Ā Bahkan apapun yang ia inginkan saya siap bantu.”
Dari sisi jumlah gaji, sebenarnya kecil, kata Sadarana. Perhitungannya, upah yang diterimanya hanya 40 persen dan itupun dibagi lagi dengan kuli pengayahnya sensornya. Sementara 60 persen masuk ke pemilik mesin sensor.
āGajinya bersama pengayah bersih 40 persen, kerusakan pada mesin, kebutuhan minyak, oli hingga sepeda motor saya tanggung.Sedangkan gajinya yang 40 persen,itu juga di bagi lagi 30 persen berbanding 10 persen dengan pengayah”,ungkapnya. |Kontributor : Mang Yudha|