Singaraja, koranbuleleng.com| Saat Rapat dengar Pendapat (RDP) antara Panitia Kerja DPRD Buleleng dengan Disdikpora Kabupaten Buleleng terungkap bahwa Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah kesalahan dalam pengelolaan anggaran baik yang sifatnya administratif, situasinonal, maupun materiil atas realisasi belana dana BOS.
Dari kondisi itu, Disdikpora berharap Inspektorat Kabupaten Buleleng bisa melakukan audit sampling dari sejumlah sekolah agar kualitas penganggaran di tahun-tahun berikutnya bisa terjaga dengan baik.
Rapat dengar pendapat itu membahas temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dengan tujuan tertentu tentang Dana BOS tahun ajaran 2017-2018. Dimana dalam LHP tersebut, ada Sembilan hal yang menjadi temuan BPK di Kabupaten Buleleng.
Dari Sembilan temuan tersebut, dua diantaranya merupakan temuan materiil yakni tentang pajak dan selisih. Dari temuan itu, BPK menemukan terjadinya kesalahan di 60 sekolah di Buleleng, dengan nilai sekitar Rp900 juta. Namun demikian, pihak sekolah sudah mengembalikan dana tersebut ke rekening sekolah masing-masing.
Kemudian temuan lain adalah temuan administratif, termasuk temuan situasional. Temuan situasional ini salah satunya mengenai dana BOS yang dimanfaatkan untuk membuat spanduk.
Dalam juknis, dana BOS hanya bisa dimanfaatkan membuat spanduk sebanyak 2 kali, yakni spanduk untuk sosialisasi sekolah bebas pungutan, serta spanduk untuk sosialisasi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Faktanya selama ini, hampir disemua sekolah di Kabupaten Buleleng memasang spanduk lebih dari dua kali. Terutama spanduk untuk peringatan Hari Nasional.
Kepala Disdikpora Buleleng Gede Suyasa menjelaskan, untuk tahun ajaran 2017-2018, Kabupaten Buleleng mendapatkan total dana BOS senilai Rp89 Miliar lebih untuk seluruh sekolah.
Selama ini, setelah proses berjalan, Disdikpora Kabupaten Buleleng selama ini hanya melakukan pengawasan realisasi lewat dana rekonsiliasi dan monitoring serta evaluasi.
Sistem pengawasan ini dilakukan dengan memeriksa secara garus besar, dengan memastikan nilai yang dikeluarkan sesuai dengan harga yang tertuang dalam surat pertanggung jawaban. Berbeda dengan audit atau pengawasan yang dilakukan oleh BPK yang melakukannya lebih detail.
BPK melakukan pengecekan hingga ke pihak ke-tiga yang menyediakan barang ataupun jasa. Dari hasil audit itulah, sehingga ada sejumlah kesalahan yang kemudian menjadi sebuah temuan.
“BPK mengaudit 60 sekolah selama 45 hari, dan itu detail dilakukan, termasuk memastikan harga ke pihak ketiga. Makanya kesalahan sekecil apapun ketahuan dan menjadi temuan,” jelasnya saat RDP di Kantor DPRD Buleleng, Senin, 19 November 2018.
Berdasarkan hal inilah, Suyasa meminta kepada Inspektorat Buleleng untuk bisa melakukan audit internal, sebelum adanya audit oleh BPK. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi. Ia juga meminta agar keinginan ini bisa difasilitasi oleh Dewan agar mendapat persetujuan. Menurutnya, audit internal ini bisa dilakukan dengan sistem sampling dengan mengambil beberapa sekolah pada setiap Kecamatan di Buleleng.
“Audit internal ini mencegah penyimpangan, supaya sejak awal kita tahu adanya kesalahan dalam proses realisasi BOS, lebih cepat memperbaiki. Supaya tidak sampai audit eksternal yang menunjukkan kesalahan kita,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Panja Nyoman Gede Wandira Adi mengaku akan berkoodinasi dengan Inspektorat agar bisa melaksanakan audit secara internal terhadap sejumlah sekolah di Buleleng, sebelum adanya audit oleh pihak BPK.
Namun baginya yang terpenting adalah, Disdikpora Kabupaten Buleleng harus mendorong para Kepala Sekolah untuk memberdayakan Komite Sekolah masing-masing.
Pasalnya, dari Sembilan temuan BPK itu, sebagian besar adalah kerugian materi akibat sekolah melaksanakan pengadaan yang tidak tercantum dalam petunjuk teknis (Juknis) BOS. Seperti persoalan pengadaan spanduk, ataupun banten untuk pelaksanaan Hari Raya Hindu di sekolah.
Menurutnya, Komite sekolah selain berperan untuk mengontrol kebijakan sekolah, juga berperan untuk menunjang mutu pendidikan di sekolah. Menunjang mutu ini salah satunya adalah pada sisi pendanaan.
Baginya, Komite juga bertanggung jawab terhadap peran dan fungsinya untuk mendukung majunya sekolah termasuk dalam bentuk financial, dan memediasi manakala sekolah mengalami kebuntuan, dalam konteks mengeksekusi anggaran.
“Jika ada program atau masalah sekolah yang tidak bisa dibaiayai dengan dana BOS, bisa diselesaikan oleh Komite. Inilah perlunya Kepala Sekolah terbuka dengan Komite,” ujarnya. |RM|