Singaraja, koranbuleleng.com| Permasalahan pemasangan pintu besi oleh Puri Gede Buleleng di area kantor Dinas Kebudayaan mulai mereda, setelah pihak Puri menyampaikan permohonan maaf dan menyadari jika pemasangan pintu itu sebuah kekeliruan.
Sejumlah tokoh dari pihak Puri dalam waktu yang berbeda secara langsung telah berbicara dengan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang. Tokoh-tokoh puri dimaksud yakni, Anak Agung Ngurah Ugrasena, penglingsir dari Puri Agung Singaraja dan Anak Agung Ngurah Parwata Panji dari penglingsir Puri Kanginan. Kedua tokoh puri tersebut masih ada hubungan kekeluargaan.
“Pada prinsipnya pihak Puri menyadari tindakan itu sebuah kekeliruan, makanya dari Puri sudah meminta maaf dan akan membongkar sendiri,” ujar Gede Komang.
Sementara itu, Anak Agung Ngurah Parwata Panji yang tidak lain adalah adik dari Anak Agung Gede Djelantik mengaku tidak tahu menahu tentang pemasangan pintu besi tersebut.
Informasi justru baru diketahui setelah membaca berita pada sejumlah media, sehingga Ia pun kaget dan langsung datang ke Dinas Kebudayaan Buleleng untuk berkoordinasi.
Menurutnya, pemasangan pintu itu adalah kekeliruan Kakak nya yang memang tidak mengetahui persis batas kawasan Puri. Parwata juga sempat untuk berusaha menghubungi Kakaknya yang memang menetap di Jakarta, namun belum membuahkan hasil. Pun demikian, Ia kemudian mengambil keputusan untuk membongkar pintu besi yang telah terpasang tersebut.
“Silahkan dibongkar saja, dan saya yang bertanggung jawab, saya yang nanti bicara dengan Kakak. Karena kawasan ini memang punya Disbud, dan Dia (Anak Agung Gede Djelantik,red) tidak tahu kawasannya sampai dimana,” jelasnya.
Agung Parwata berani memberikan jaminan, karena merasa tahu persis sejarah serta luasan dari kawasan Puri dan juga Kantor Dinas Kebudayaan Buleleng itu. Menurutnya, lahan yang kini dimanfaatkan sebagai kantor Disbud merupakan pemberian hibah dari Pemerintah Privinsi Bali.
Parwata membuka sejarah tentang lahan yang kini didalamnya terdapat Kantor Disbud, Sasana Budaya, Gedung Kertya dan juga Museum Buleleng merupakan bagian dari Puri Gede yang didirikan oleh Raja Buleleng yakni Anak Agung Putu Jelantik.
Dahulu, Puri Gede terbagi dalam lima kawasan, mulai dari kawasan swela, kelasa, mandara, cita langa, dan kawasan goh braja. Namun suatu ketika, sebagian lahan di Puri Gede dijadikan jaminan untuk mencari Agunan di sebuah Bank, hingga kemudian lahan itu diambil alih oleh Bank tersebut.
“Kalau tidak salah tahun 1970-an, itu diambil alih bank, kemudian dibayarlah oleh Pemerintah Provinsi Bali, dan kemudian dihibahkan kepada Pemkab Buleleng. Saya masih ingat betul itu,” tegasnya.
Disisi lain, terkait dengan persoalan pemasangan pintu besi oleh Puri diatas lahan Pemkab Buleleng, Bidang Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng melakukan pengecekan dilapangan Jumat, 1 Maret 2019. Bidang aset membawa beberapa bukti-bukti yang menyebutkan jika lokasi pemasangan pintu tersebut memang merupakan aset Pemkab Buleleng.
Saat ini, aset yang dimanfaatkan sebagai kantor Disbud Buleleng, Wantilan Sasana Budaya, Museum Gedong Kertya, dan Museum Buleleng tercatat sebagai Aset, sesuai sertipikat Hak Pakai no 4 tahun 2009 atas nama Pemerintah Kabupaten Buleleng, dengan luas mencapai 7.900 meter persegi.
“Sesuai dengan data yang kami punya, lahan itu tercatat menjadi aset Pemkab Buleleng, sesuai sertipikat tahun 2009. Kalau soal sebelum itu, lahan tersebut atas nama siapa, hitorisnya belum kami temukan,” kata Kabid Aset BKD Buleleng Made Pasda Gunawan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng Gede Komang merasa keberatan atas tindakan oknum yang mengatasnamakan Puri Gede Buleleng atau Puri Agung Singaraja yang memasang pintu besi di area kantor Dinas Kebudayaan.
Area yang dipasangi pintu tersebut juga menjadi akses keluar dan masuk Puri. Namun pihak Dinas Kebudayaan Buleleng mengklaim bahwa pemasangan pintu itu berada di lahan kantor Dinas Kebudayaan Buleleng. |RM|