Denpasar, koranbuleleng.com | Dinas Kebudayaan Provinsi Bali akan menggelar Pameran Bali Megarupa untuk membangun ruang sinergi, interaksi, dan kolaborasi yang mengakomodasi seluruh potensi seni rupa yang berkembang di Bali.
Kegiatan ini merupakan salah satu program untuk menerjemahkan visi pemajuan bidang kebudayaan, khusunya seni rupa dalam kerangka pola pembangunan semesta berencana Provinsi Bali (Nangun Sat Kerthi Loka Bali). Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan ‘Kun’ Adnyana saat menggelar jumpa pers di Ruang Rapat Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Jumat 18 Oktober 2019.
“Kegiatan ini sebenarnya juga menjadi harapan para seniman yang telah lama memimpikan Bali memiliki kegiatan pameran seni rupa dalam skala besar yang mendorong lahirnya karya bermutu, original, unggul, dan berkarakter serta menjadi ajang edukasi dan apresiasi bagi publik,” kata Kun Adnyana.
Ia menambahkan, pameran perdana ini merupakan sebuah pembacaan awal dinamika seni rupa Bali dari tradisi hingga kontemporer menuju “Bali Megarupa” sebagai agenda tahunan yang memanggungkan seni rupa lintas batas, multimedia, dengan ragam capaian ekspresi pribadi maupun komunal.
Pameran akan diikuti 103 seniman lintas rupa dengan mengambil empat tempat yakni Museum Puri Lukisan, Museum Seni Neka, Museum ARMA, dan Bentara Budaya Bali. Rencanannya dilaksanakan sekitar 3 minggu, mulai 22 Oktober 2018 hingga 9 Nopember 2019, yang pembukaannya akan dipusatkan di Museum ARMA.
Pameran rencananya akan dibuka oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan menampilkan Ritus Seni Tari rupa bunyi ‘Kidung Megarupa’ karya Nyoman Erawan yang didukung sejumlah seniman lintas bidang.
Ke depan, tata kelola dan fasilitas pameran akan semakin diperkuat sehingga mampu mengkomodasi seluruh polensi seni rupa seraya melakukan sinergi dengan berbagai komunitas dan jejaring baik di dalam negeri maupun mancanegara.
Empat kurator yakni Wayan Sujana Suklu, Warih Wisatsana, Made Susanta Dwitanaya dan Wayan Jengki Sunarta menetapkan tema pameran: Tanah, Air, dan Ibu.
“Melalui tema tersebut dilakukan empat pendekatan yang mencerminkan dinamika seni rupa Bali dari tradisi hingga kontemporer yakni Hulu, Arus, Campuhan, dan Muara,” ujarnya.
Kepala Dinas Kun Adnyana yang saat itu didampingi Kabid Kesenian Ni Wayan Sulastriani dan Kabag Publikasi Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali I Gusti Ngurah Wiryanata, lebih jauh menjelaskan pameran juga akan diisi dengan Diskusi Bali Megarupa bertajuk “Gerakan Seni Rupa Bali sebagai Seruan Kesadaran” yang akan menghadirkan narasumber Nawa Tunggal (Jurnalis Senior), Bambang Budjono (Budayawan), dan Kun Adnyana (Perupa, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Diskusi ini akan digelar di Museum Neka, Rabu 23 Oktober 2019 pukul 14.00-selesai.
Menurutnya, selama ini seni rupa Bali sering dibaca dalam tinjauan estetik dan stilistik, berpusar antara Bali Klasik, era Pitamaha dan kini. Padahal Bali terus-menerus dirundung problematik keadilan, kerusakan lingkungan, gerusan budaya akibat kapitalisme dan pariwisata global.
Ia berharap ada bacaan tentang seni rupa sebagai gerakan atau seruan penyadaran, melalui telaah karya karya para perupa Bali kini.
Selanjutnya di Bentara Budaya Bali pada Sabtu 26 Oktober 2019 pukul 18.30-selesai akan digelar Artist Talk bertajuk “Lintas Media, Bebas Rupa” yang menghadirkan narasumber Made Bayak (Perupa, musisi, aktivis); Tjandra Hutama (Fotografer, Ketua Perhimpunan Fotografer Bali); Mones (Pegrafis, mural), dan Koko (Seniman Video Art)
Pada akhir rangkaian pameran digelar workshop “Mengenal Garis dan Rupa-rupa Seni Rupa” yang akan diikuti para siswa SMP/SMA bertempat di Museum Puri Lukisan, Sabtu 9 November 2019. |R/NP|