Singaraja, koranbuleleng.com| Kondisi keuangan RSUD Kabupaten Buleleng sedang tidak baik karena pendapatan RSUD Kabupaten Buleleng mengalami penurunan hingga Rp60 miliar. Hal itu pengaruh dari beberapa situasi, diantaranya RSUD Buleleng belum menerima klaim biaya pengobatan yang diajukan ke BPJS mencapai Rp28 miliar. Yang lain, Kebijakan BPJS yang menerapkan kebijakan rujukan berjenjang membuat jumlah penerimaan pasien di rumah sakit umum juga menurun.
Kondisi itu disampaikan Direktur Utama RSUD Kabupaten Buleleng Gede Wiartana disela-sela mengikuti kegiatan rapat di Gedung DPRD Buleleng Senin, 18 November 2019. Dijelaskan, penurunan pendapatan sebesar Rp60 miliar itu terjadi akibat kebijakan BPJS Kesehatan menerapkan rujukan berjenjang.
Dalam rujukan berjenjang tersebut, pasien rawat jalan tidak sampai ke RSUD. Pasien rawat jalan cukup dirujuk hingga rumah sakit dengan tipe D. Sedangkan RSUD yang sudah naik kelas menjadi tipe B, hanya bisa menerima pasien bila kondisi gawat darurat.
Kondisi penurunan pasien sudah dirasakan RSUD sejak pemberlakuan rujukan berjenjang, pada September 2018. Kondisi itu semakin parah di tahun 2019, ketika rujukan berjenjang itu menggunakan sistem online. Penurunan jumlah pasien itu berbuntut pada pendapatan RSUD.
Berdasarkan data yang tercatat menyebutkan, pendapatan RSUD di tahun 2016 sebesar Rp117 miliar, naik dari target yang dipasang sebesar Rp115 miliar. Kemudian tahun 2017, pendapatan yang didapatkan sebesar Rp153 miliar dari target Rp140 miliar.
Penurunan mulai dirasakan di tahun 2018. Dari target pendapatan sebesar Rp142 miliar, realisasi hanya Rp126 miliar. Sedangkan ditahun 2019, diperkirakan penurunan pendapatan sebesar Rp60 miliar. Karena target pendapatan sebesar Rp167 miliar, baru tercapai Rp86 miliar per Oktober 2019.
“Jumlah pasien rawat jalan turun sampai 60 persen, sedangkan rawat inap turun 10 persen. Jumlah uangnya lebih banyak penurunan. Tapi kami masih bisa mempertahankan mutu pelayanan. Tidak sampai terganggu,” kata Wiartana.
Selain mengalami penurunan pendapatan, RSUD Kabpaten Buleleng juga memiliki piutang dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena belum membayarkan klaim biaya pengobatan. Klaim yang belum dibayarkan tercatat sejak bulan Juli hingga Oktober 2019, dengan nilai sekitar Rp28 miliar.
“Salah satu program kerja kami yang terganggu adalah rencana peremajaan alat kesehatan. Rencananya kami akan mengadakan alat CT Scan, ya terpaksa kami tunda dulu,” ujar Wiartana.
Dikonfirmasi via telepon, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Singaraja Elly Widiani mengakui kondisi itu. Bahkan menurutnya, persoalan keterlambatan pembayaran klaim tersebut terjadi secara Nasional, karena belum ada realisasi dana dari Kementerian Keuangan untuk pembayaran ke Rumah Sakit yang melayani peserta JKN.
“Kalau konsep pembayaran kita terpusat. Semakin cepat semakin baik, kalau terlambat kan kita kena denda satu persen untuk setiap keterlambatan kita. Kita berharap juga cepat direalisasikan,” ujarnya. |RM|