Jakarta, koranbuleleng.com | Gubernur Bali, Wayan Koster menyerahka naskah akademik kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Jakarta, Kamis 5 Desember 2019. Naskah akademik ini untuk mendorong percepatan pembahasan RUU Provinsi Bali yang sebelumnya telah dibawa ke gedung DPR RI.
Wayan Koster menyampaikan pertemuannya dengan kedua menteri
untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU Provinsi Bali
sekaligus menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah
Akademik yang sudah disiapkan selama 1 tahun.
Menurut Gubernur Koster, berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005
menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan undang-undang yang bisa
digunakan untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan
adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti
menjadi daya tarik masyarakat dunia.
Saat ini, eksistensi Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun
1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
Materi dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan Koster sudah
kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang
mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan jaman dalam pembangunan daerah Bali.
RUU Provinsi Bali ini sudah pernah dipaparkan/disosialisasikan dihadapan
Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan dan Anggota DPRD
Provinsi Bali, Bupati/Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali,
Ketua Lembaga Organisasi Keumatan semua Agama se-Bali, dan Tokoh masyarakat
se-Bali. Pemaparan dan Sosialisasi secara terbatas sudah dilaksanakan sebanyak
dua kali: tanggal 16 Januari 2019 di Kantor Gubernur Bali dan tanggal 23
November 2019, di Ruang Gajah, Kediaman Gubernur Bali.
Dikatakan Koster, semua pihak sangat mendukung dengan tanda tangan dari Anggota
DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali,
Bupati/Walikota Se-Bali, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota Se-Bali, serta Pimpinan
Lembaga Keumatan semua umat beragama, dan Rektor Perguruan Tinggi di Bali.
Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini, menjelaskan dasar
Pertimbangan RUU Provinsi Bali yakni keharmonisan hubungan antara manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa, antar sesama manusia, dan antara manusia dengan
alam lingkungannya berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari
nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu 6 (enam) sumber utama kesejahteraan dan
kebahagiaan kehidupan masyarakat Bali (Sad Kerthi) perlu dipelihara, dikembangkan,
dan dilestarikan secara berkelanjutan.
Menurutnya, pembangunan Bali harus diselenggarakan secara terpola, menyeluruh,
terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk
mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang berdaulat secara politik, berdikari
secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan;
“Masyarakat Bali memiliki adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta
kearifan lokal yang adiluhung sebagai jati diri yang mengakar dalam kehidupan
masyarakat serta menjadi bagian kekayaan kebudayaan nasional sesuai sesanti
Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.
Menurut Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini, pemberian otonomi
yang seluas-luasnya kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam
bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal,
kondisi geografis dan demografis, serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika
masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional, untuk mempercepat
tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.
“Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah
Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat,
tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat
Bali dan belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat
pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, dan terjadinya ketimpangan
perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali, dan ketidakseimbangan pembangunan
antarsektor sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali
secara adil dan merata,” ungkapnya.
Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak sesuai
dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi,
sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan
komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing,
sehingga perlu disesuaikan.
Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung penuh
upaya Gubernur Wayan Koster bersama masyarakat Bali untuk memperjuangkan RUU
Provinsi Bali.
“Kami akan serius dan bersungguh-sungguh untuk mendukung RUU Provinsi
Bali. Kalau bisa, RUU ini masuk prolegnas 2020,” tegasTito Karnavian.
Tito juga melihat Rancangan UU Provinsi Bali akan
memberikan ruang gerak untuk pemerintah Provinsi Bali dalam
mengembangkan potensi wisata budaya dan kearifan lokal untuk berkontribusi
terhadap PAD maupun devisa negara.
Kata Tito, kemudian memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada otoritas
Bali untuk mengembangkan potensi budaya yang khas dan kearifan lokal, tetapi
dalam rangka kebhinekaan, toleransi sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD
1945.
“Ini saya kira hanya 39 pasal, tidak juga memberatkan keuangan
negara, justru dengan adanya keleluasan itu justru turis lebih banyak datang
sehingga akan memberikan kontribusi devisa, pajak, dan lain-lain untuk
kepentingan bukan hanya Bali, tapi juga kepentingan daerah lain di Indonesia,”
pungkasnya.
“Indonesia ini berutang dari Bali. Ini dukungan dan tujuannya agar Undang-Undang
Provinsi Bali bisa dibahas dalam Prolegnas. Sekarang Negara Kesatuan Republik
Indonesia, di bawah UUD 1945. Dari segi hukum saja, keberadaan Provinsi Bali
ini ( berdasar UU No 64 Tahun 1958) menjadi tidak tepat. Ini salah satu alasan
yang menjadi alasan UU Provinsi Bali di bawah UUD 1945,” tandas
Tito.
Setelah melaksanakan audensi dengan Menteri Dalam Negeri, Gubernur Koster
beserta rombongan selanjutnya melaksanakan audensi dengan Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU
Provinsi Bali sekaligus menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan
Naskah Akademik.
Dalam kedua audiensi tersebut Gubernur Koster didampingi dengan kompak oleh pimpinan DPRD Bali, anggota DPR RI Dapil Bali, anggota DPD RI Dapil Bali, Bupati/Walikota se-Bali, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota Se-Bali, serta sejumlah pimpinan lembaga di antaranya Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ketua Parisada Provinsi Bali, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, Ketua PW NU Bali, Ketua PW Muhammadiyah Bali, Ketua Walubi Bali, Ketua PGI Bali, serta sejumlah Rektor Perguruan Tinggi di Bali.**