Singaraja, koranbuleleng.com| Pemerintah Provinsi Bali menyarankan kepada warga yang keberatan atas nilai ganti rugi lahan untuk pembangunan Jalan Baru Batas Kota SIngaraja-Mengwitani pada titik 7-10 di Buleleng, agar menempuh jalur konsinyasi.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Pembebasan Lahan Komang Wedana disela-sela kegiatan peresmian shortcut titik 5 dan 6 Senin, 30 Desember 2019. Menurutnya, pemerintah tidak bisa memaksakan warga yang keberatan untuk tetap menandatangani berita acara.
Rencananya, Tim akan kembali mengumpulkan warga terdampak yang keberatan dengan nilai ganti rugi, dan menghadirkan Tim Appraisal untuk menjelaskan dasar perhitungan nilai ganti rugi. Kalau toh warga masih tetap keberatan, maka disarankan menempuh jalur konsinyasi di pengadilan.
“Ke pengadilan itu kan bukan untuk berperkara saja. Tapi mencari keadilan. Konsinyasi itu bukannya nggak dibayar, tapi hanya tertunda saja,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bali Nyoman Astawa Riadi mengaku sudah bersiap untuk menempuh jalur konsinyasi. Bila nantinya Pengadilan menganggap nilai ganti rugi sudah sesuai, maka uang yang dititipkan dapat langsung diambil masyarakat. Sementara bila pengadilan menetapkan nilai ganti rugi lebih tinggi, maka Pemprov akan menyiapkan anggaran tambahan pada APBD 2020 mendatang.
“Kami masih kompilasi data dan nilainya. Sebab kemarin itu sampai jam setengah 12 malam. Kalau yang sudah setuju, itu sudah kami proses berkasnya hari ini biar bisa segera dicairkan,” katanya.
Disisi lain, terkait dengan rencana pembangunan Jalan Baru untuk titik 7-10, saat ini juga tengah berjalan di Pemerintah Pusat. Kepala Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah VIII, Ahmad Subki menyebut jika saat ini tengah dilakukan proses penyempurnaan design.
Sesuai dengan agenda yang telah tersusun, pada Bulan Januari 2020 mendatang, konstruksi untuk titik 7A, 7B, dan 7C, sudah masuk dalam tender. Sementara titik 7D, 7E, 8, 9, dan 10, akan ditenderkan secara bertahap.
“Kapan bisa tender, ya tergantung sejauh mana kecepatan pembebasan lahan. Kalau desain, sudah hampir final. Trase jalan sudah disesuaikan,” jelasnya.
Menurut Ahmad Subki, sesuai dengan design, trase Jalan Baru SIngaraja-Mengwitani atau yang lebih dikenal dengan shortcut untuk titik 7-10 tidak akan mengenai fasilitas umum. Kalaupun nantinya ada, designnya nanti akan dilakukan penyesuaian.
“Kalau memang ada kena fasum yang termasuk kearifan local atau pura atau mata air suci atau yang lain, karena disini menjunjung tinggi niilai adat social, dan budaya, trase digeser atau dirubah, kita yang mengalah,” tegasnya. |RM|