Singaraja, koranbuleleng.com |Gede Komang ini sudah banyak yang kenal, dikalangan seniman, pekerja sosial bahkan hingga lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat.
Beberapa kali dia telah menjabat di lingkungan Pemkab Buleleng, mulai dari Kepala BKKBN Kabupaten Buleleng, Kepala Dinas Sosial dan terakhir pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan.
Dalam jabatan apapun yang diemban, Gede Komang mampu menjadi nakhoda yang sukses membawa gerbong lembaganya ke arah yang baik dan sarat prestasi. Terakhir, saat menjadi kepala dinas Kebudayaan, Gede Komang mampu menghidupkan iklim seni budaya di Buleleng dengan menggelar Jumat berkesenian. Dia juga langsung turun ke komunitas seni utnuk melakukan pembinaan jika kabupaten Buleleng menerjunkan duta-duta kesenian di Pesta Kesenian Bali.
Tim kesenian di Dinas Kebudayaan aktif melakukan lawatan seni budaya bekerja sama dengan lembaga-lembaga tertentu. Salah satunya, pementasan sendratari Kan Cing Wi yang pentas di depan pejabat konsultas Tiongkok di Denpasar daam rangka peringatan HUT Republik Rakyat Tiongkok di tahun 2019. Tim kesenian Dinas Kebudayaan juga pernah memproduksi sendratari Ramayana yang dipentaskan dalam HUT Kota Singaraja ke 415 di tahun 2019.
Namun, Pria asal Tejakula ini kini sudah pensiun dari kedudukannya sebagai pejabat di dunia birokrasi. Pria yang kini masih memangku kewajiban sebagai Ketua Pengurus Pasemetonan Sri Karang Buncing Kabupaten Buleleng ini tetap aktif, walaupun sudah pensiun dari dunia birokrasi.
Kini, Gede Komang aktif bergerak dibidang agribisnis sebagai petani sekaligus pebisnis. Jika diistilahkan, Petani Tua Keren. Gede Komang sedang mengembangkan perkebunan vanili, perkebunan durian musanking hingga perkebunan cabe. Dia membuka sejumlah lahan di beberapa daerah di Buleleng hingga ke Payangan di Kabupaten Gianyar.
“Saya mengelola pertanian dari hulu hingga hilir agar kualitasnya bagus,” ucapnya
Menurut Gede Komang, pertanian harus ditangani dari hulu ke hilir, mulai dari pembibitan, media tanam, pemupukan hingga perawatan dan masa panen.
Seperti penanaman Vanili. Kata Gede Komang, penanaman bibit vanili tidak membutuhkan lahan yang luas. Dia sendiri awalnya menanam di area lahan seluas dua are atau 200 meter persegi di Desa Tejakula.
“Jika punya halaman rumah yang lebih luas, tanaman vanili ini bisa ditanam di halaman rumah dengan menggunakan media tanam atau tajar yang hidup atau mati seperti pipa paralon,” ujarnya.
Potensi buah vanili sangat bagus, karena bisa dimanfaatkan untuk apapun sebagai aroma makanan, obat-obatan maupun untuk produksi minyak.
“Harga yang masih mentah dengan kualitas super bisa mencapai Rp 300 ribu perkilogram, kalau kering bisa sangat mahal lagi,” ujarnya.
Gede Komang menanam vanili dengan media tanam dari pipa paralon dan cocopit. Jarak tanam antar tanaman sekitar 1,25 meter. Di area 200 meter persegi, dia bisa menanam sekitar 270 tanaman vanili. Satu media tajar ditanami empat batang tumbuhan vanili.
“Dani kini sudah beurmur 6 bulan lebih. Pemupukan dengan organik saja, baik pupuk padat dan cair,” katanya.
Gede Komang juga memproduksi pupuk organik sendiri. Untuk pupuk padat, dia menggunakan bahan dari kotoan sapi dicampur dengan cocopit dan arang sekam. Untuk pupuk cair juga menggunakan air kencing sapi yang dikombinasikan dengan daun-daunan atau sayur-sayuran yang tidak dimanfaatkan dari perkebunan.
“Kita memang harus menguasai bahan dasar pupuk dan perawatan tanaman untuk menjaga tanaman dari hama penyakit atau gangguan hewan. Teknologi pertanian juga harus dikuasai, jadi maka belajar untuk yang tidak kita tahu,” terang pria dengan ciri khas kumis tebal.
Sistem pengairan dalam pertanian modern memang lebih condong menggunakan kreatifitas dan teknologi.
Dunia agrobisnis, kata Gede Komang adalah dunia baru baginya. Dia baru terjun ke dunia agribinis setelah dirinya pensiun. Secara akademis, Gede Komang juga bukanlah orang bergelar kesarjanaan dibidang pertanian.
“Semua berangkat dari kemauan, pasti akan ada jalan. Sebelum saya pensiun, saya sudah punya konsep dan bertanya-tanya ke ahlinya hingga putuskan untuk aktif di dunia pertanian ini,” katanya.
Selain tanaman Vanili, Gede Komang juga membudidayakan tanaman durian Musanking. Durian Musanking adalah durian unggul dengan harga yang juga tinggi di pasaran. Sekarang dipasaran durian Musanking Rp.300.000 perkilogram. Permintaan buah durian dengan habitat asli dari Malaysia ini sangat tinggi di pasaran dunia.
Gede Komang menanam durian Musanking sampai di Desa Payangan, Kabupaten Gianyar. Kebun durian musanking di sana juga dikombinasikan dengan penanaman cabe. Ada sekitar 700 tanaman durian musanking di Desa Payangan bekerjasama dengan koleganya di lokasi setempat.
Di Tejakula, Gede Komang juga membuat demplot untuk Musanking dan pembibitan cabe unggul.
“Jadi selama kita punya keamuan, apa yang tidak kita tahu pelajari dan pasti akan ada jalan. Apalagi ditengah pandemic COVID ini, kita harus tetap produktif,” ujar Gede Komang yang juga penari wayang wong. |NP|