Gula Juruh, Warisan Rasa Turun temurun bagi Warga Desa Les

Produksi Gula Juruh di Desa Les |FOTO : Edi Toro|

Singaraja, koranbuleleng.com | Sejumlah warga di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng  berupaya terus melestarikan warisan kuliner dari pendahulunya. Salah satu yang masih dilestarikan adalah pembuatan Gula Juruh atau yang lebih dikenal dengan gula Bali yang terbuat dari air pohon lontar atau pohon tal.

- Advertisement -

Keluarga dari Nyoman Rencana, 66 tahun, masih setia untuk itu. Kesehariannya dihabiskan untuk membuat gula. Bahkan pekerjaan itu juga diwariskan ke sang anak yang bernama Gede Kertiasa, 32 tahun,  yang kini dirinya menjadi penerus pembuat gula juruh dari orangtuanya.

Meski sudah menjadi warisan dari pendahulunya, namun Kertiasa mulai membuat gula juruh secara konsisten ketika adanya pandemi COVID 19. Dimana ia yang dulu sebagai kuli bangunan susah mendapat pekerjaan.

“Kegiatan membuat gula juruh sudah sekitar 4 bulan sejak pandemi COVID 19. Karena proyek habis   saya terus melanjutkan pekerjaan membuat gula yang sudah sejak dari kakek bahkan diatasnya. Mungkin anak-anak saya juga nanti melanjutkan” ujar Kertiasa ketika ditemui di rumahnya

Kertiasa menuturkan, Proses pembuatan gula juruh   ada beberapa tahapan. Pertama memastikan pohon lontar sudah bisa menghasilkan air yang biasa disebut tuak. Kemudian ditambahkan dengan Lau yang terbuat dari kayu Kesambi agar hasilnya bagus. Selanjutnya, tuak akan diambil sehari dua kali yakni pagi serta sore hari.  Hasil setiap pohon kurang lebih 12 liter sehari

Produksi gula juruh di Desa Les
- Advertisement -

Kemudian,  tuak yang sudah diambil dilakukan penyaringan agar kayu atau Lau yang tercampur di dalam tuak bersih sehingga gula juruh yang dihasilkan bagus.  Setelah selesai penyaringan tuak langsung di masak dalam kuali selama 3 sampai 4 jam agar warna menjadi kecoklatan dan tuak tadi mengental berubah jadi gula. Yang terakhir,  setelah mengental maka dilaksanakan penyaringan kembali agar gula bersih serta tak berisi sisa dari lau.

“Kalau sudah selesai, nanti dimasukkan kedalam botol dan dijual dengan harga Rp 25 ribu per botolnya,” terangnya

Gula ini  biasanya digunakan untuk campuran makanan, terutama jajanan khas Bali. Dalam seminggu ia mengaku mampu menjual 25 botol setelah melakukan produksi 4 sampai 5 kali

“Biasanya seminggu jualnya 25 botol. Ya memang gula ini dipakai buat campuran makanan seperti jajanan khas Bali,” ungkapnya

Lelaki dua anak ini menambahkan kalau produksi bisa saja berkurang karena cuaca yang berubah ubah sehingga bisa mengurangi hasil tuak yang dikeluarkan dari pohon lontar tersebut

“Kalau cuaca tidak bersahabat bisa saja tuak yang dihasilkan berkurang,” pungkasnya.

Pewarta : Edi Toro

Editor    : Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts