Belajar Mencintai Desa Kelahiran dari Komunitas Kayoman Pedawa

Diskusi dan kerjasama Minikino dengan Komunitas Kayoman Desa Pedawa |FOTO : Putu Yuli Supriandana|

Singaraja, koranbuleleng.com | Akhir-akhir ini, masyarakat Desa Pedawa, di Kecamatan Banjar sedang sibuk-sibuknya. Beberapa bulan ini, disana sedang berlangsung musim panen cengkeh dan kopi secara beriringan. Di sisi lain, pekerjaan harian seperti menyadap nira untuk bahan produksi gula merah atau gula aren tetap harus berjalan.

- Advertisement -

Untuk memproduksi gula aren khas Pedawa, atau popular dikenal sebagai gula Pedawa juga butuh waktu teramat lama, bisa hingga 5 jam.

Begitulah, kehidupan desa yang sebenarnya teramat sibuk di Desa Pedawa. Kesibukannya sebenarnnya sama dengan kesibukan orang-orang di perkotaan. Namun, warga desa tetaplah sederhana karena kesibukannya selalu berteman dengan kearifan lokal desa setempat.

Desa Pedawa merupakan salah satu desa tua di Buleleng. Keberadaan Desa Pedawa, sejawat dengan desa-desa aga lainnya yakni Desa Sidatapa, Desa Tigawasa, Desa Cempaga dan Desa Banyuseri. Saat ini, kumpulan desa-desa Bali Aga di Buleleng disebut SCTPB.

Desa-desa ini tergolong desa tua. Masing-masing desa di kawasan Bali aga ini punya latar belakang sosial dan budaya yang hampir sama.

- Advertisement -

Nah, Desa Pedawa, kearifan lokal masih terjaga, Desa yang terletak di kecamatan Banjar, memiiki Luas wilayah 16,68 km2.  Sampai saat ini  desa ini masih tetap lestari,  tetap terlihat tua tapi tetap tumbuh dengan kekhasannya yang dimiliki. Bahkan kesannya jauh dari kesibukan modernisasi.

Namun dibalik kesederhanaan Desa Pedawa ternyata mempunyai banyak kaum Intelektual yang sangat peduli dengan lingkungan dan budaya yang ada di daerah tersebut.

Salah satunya, Komunitas Kayoman Pedawa. Awalnya, komunitas ini melakukan pergeraka sebagai anak-anak pecinta alam dan pelestari Lingkungan Desa Pedawa. Kini, mereka tumbuh di tanah kelahirannya sendiri untuk selalu menjaga kebesaran warisan leluhur di berbagai bidang.  Mulai dari lingkungan, sosial, adat, tradisi, agama dan budaya setempat, dijaga dengan baik.

Komunitas yang dinakhodai Putu Yuli Supriandana ini memiliki anggota sekitar 30 orang yang terbagi menjadi dua, anggota aktif dan anggota pasif.  Kayoman ini pertama kali dibentuk oleh Made Suisen alias Made Saja, Putu Yuli Supriandana serta Dosen Undiksha, I Wayan Sadnyana, 6 Desember 2016 silam.

Kayoman Pedawa bahkan terus bergerak dalam bidang kreatif untuk memajukan desanya. Salah satu fokus yang digarap secara berkelanjutan dalam dunia kreatifitas adalah yakni produksi film-film indie ( independen) dengan mengangkat tema-tema lokal di desa setempat. Film yang diproduksi Desa Pedawa juga menggunakan bahasa ibu yakni bahasa Desa Pedawa.

Ketua Kayoman Pedawa, Putu Yuli Supriandana  menjelaskan Komunitas Kayoman berkenalan dengan film saat bertemu dengan penggiat film indi, Gede Seen. Kala itu, Gede Seen sedang memproduksi film dokumenter berjudul “Setetes Air Bening”.  Dari Gede Seen, Kayoman Pedawa selalu berdiskusi hingga merancang konsep film-film Pedawa.

Di medio Oktober 2017, Kayoman Pedawa menjalin kerjasama dengan Minikino. Minikino rajin menyambangi Desa Pedawa untuk melakukan kegiatan produksi dan pemutaran film di desa ini.

“Minikino Film Week 6, Bali International Short Film Festival” adalah event kerjasama ke III antara Kayoman Desa Pedawa dan Minikino.” ujar Yuli Supriandana.  

Dan Kayoman terus unjuk kreatifitas dengan memproduksi sejumlah film lokal. Sebuah project film yang bertema “Ulun Danu Batur”, dengan menggunakan bahasa Desa Pedawa menjadi tonggak keberhasilan film Kayoman Desa Pedawa. Film Komunitas Kayoman Pedawa ini sudah dua kali mendapat Juara di Tingkat kabupaten.

Sementara, Made Suisen alias Ibonk menyatakan sejauh ini, Kayoman desa Pedawa sudah memproduksi 3 film Bali Aga dengan berbahasa pedawa ( Bahasa Ibu ).

Satu film bekerjasama dengan Rumah Film Sangkarsa Temukus, dan 2 film bekerjasama dengan Minikino.

“Banyak yang menilai, film kami unik dari bahasa dialog karena menggunakan bahasa Ibu. Dan kami awal-awalnya melakukan memprouksi film itu secara otodidak hingga bertemu dengan penggiat-penggiat film. Dari sana kami terus belajar,” ujar Ibonk yang juga akrab dengan sebutan Made Saja di sosial media.

Saat ini, Minikino juga melakukan pemutaran film di Desa Pedawa, bekerjasama dengan Komunitas Kayoman Pedawa melalui agenda Minikino Film week 6, Bali International Short Film Festival.  

Program itu semacam festival film yang bekerjasama dengan sejumlah lembaga atau komunitas untuk memberikan pemahaman bagi Masyarakat tentang film. Untuk kali ini Karangasem, Denpasar dan Pedawa adalah tempat yang mendapat giliran kunjungan oleh tim Minikino ini.

I Made Suarbawa, sebagai travelling festival director dari Minikino menyampaikan secara garis besar Minikino membawa 103 format film pendek, mencoba melakukan desiminasi film pendek atau memperkenalkan kepada masyarakat luas.

Dia menambahkan format film pendek itu sebagai sebuah media seni, lalu mengajak penonton untuk menonton dan bertanggung jawab atau kritis terhadap film yang ditontonnya. Oleh sebab itu Minikino film Festival menggelar agenda diselingi dengan pelatihan atau diikuti dengan sesi diskusi.

“Ini penting untuk membangun persepsi seseorang atau sikap kritis terhadap individu seseorang sehingga jika individu tersebut dikemudian hari berkarya, dia akan tahu menyampaikan makna apa dalam film yang diproduksi dan mampu mempertanggung jawabkan produksi film yang dibuatnya.” terang Suarbawa.

Minikino memberikan workshop – workshop yang sangat mendasar. Seperti tahun ini, Minikino memberikan pelatihan di Desa Pedawa dengan tema “Moving Image”.

Dalam proses dan sejarah film, awalnya gambar yang diambil adalah gambar diam, lukisan ataupun gambar dibantu memiliki sebuah cerita.

“Namun kini, seiring perkembangan jaman, gambar itu mengalami asimilasi dengan sebuah teknologi sehingga bisa memproyeksikan gambar – gambar diam tersebut menjadi gambar bergerak, seperti film – film yang kita jumpai saat ini,” ujarnya.

Menurut Suarbawa, tugas dirinya di Minikino membuat desain program yang akan diabwa berkelilig ke desa-desa.

Penulis :  Gede Supartama

Editor   :  Putu Nova A.Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts