Sejumlah elemen kepemudaan menyerahkan dokumen penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja kepada Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna | FOTO : YOGA SARIADA|
Singaraja, koranbuleleng.com| Aksi penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja juga tejadi di Kabupaten Buleleng. Organisasi Kepemudaan di Buleleng mendatangi Gedung DPRD Buleleng dan membawa aspirasi terkait dengan pernyataan sikap mereka menolak Undang-undang tersebut Jumat, 9 Oktober 2020. Salah satu poin penolakan yang disampaikan karena UU Cipta Kerja dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Organisasi Kepemudaan di Kabupaten Buleleng yang terdiri dari HMI Cabang SIngaraja, PC KMHDI di Buleleng, PC IMM Buleleng, dan PCPMII Buleleng, datang dan diterima langsung Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna didampingi Tim Ahli DPRD Buleleng Wayan Rideng di ruang kerjanya.
Dalam kesempatan itu, mereka menyampaikan tujuh pernyataan sikap. Yakni Menolak UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR-RI dan Pemerintah RI karena dianggap tidak melibatkan pertisipasi public dan telah mencederai prinsip demokrasi, Bahwa DPR-RI telah gagal menjalankan fungsi sebagai representasi rakyat dan menyuarakan suara dan aspirasi rakyat, pengesahan RUU Cipta Kerja manjadi UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 telah mengganggu stabilitas nasional.
Kemudian mereka menyebut jika kegaduhan akibat pengesahan UU Cipta Kerja tidak sejalan dengan komitmen pemerintah dalam usaha pemulihan nasional akibat COVID 19. Kemudian dalam point ke lima, disebutkan jika UU Cipta Kerja dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat dan bukan hanya berpotensi meresahkan dan harus digagalkan karena bertentangan dengan Panca Sila sila ke-5 pada pembukaan UUD 1945 alenia ke-4.
Mereka juga mendorong dan menyatakan dukungan penuh bagi akademisi koalisi masyarakat sipil untuk mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Pada poin ke tujuh, mendorong dan mendesak Pemerintah untuk mengeluarkan Perpu dalam rangka membatalkan UU Cipta Kerja yang telah disahkan.
“Menurut kami dalam rancangannya tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang ada. Maka kami menolak dengan keras pengesahan, karena kami rasa tidak ideal dan tidak etis ditetapkan di masa pandemic, seperti kucing-kucingan. DPR dan Pemerintah belum siap sebenarnya mengesahkan Undang-undang ini,” ujar Koordinator aksi Bayu Anga Saputra.
Menurutnya, salah satu pasal dalam Undang-undang Cipta Kerja yang dirasakan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat adalah pasal 156. Diunduh pada situs resmi pemerintah, Pasal 156 tentang pesangon di UU Cipta Kerja, dalam ayat 1 disebutkan jika Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Kemudian dalam ayat dua (2), Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang 444 dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Sebelumnya dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur di batas minimal untuk pembayaran pesangon. Sehingga siapapun pekerja atau buruh yang di PHK, diatur besaran konpensasi yang harus dbayar dengan batas minimal. Sedangkan dalam Undang-undang Cipta Kerja menurut Bayu Angga justru sebaliknya yang dihitung batas maksimalkan.
“Kami mengira ini akan menjadi celah para pemodal dan orang yang mempunyai kepentingan dalam hal ini akan memanfaatkan undang-undang ini,” tegasnya.
Ia pun berharap kepada DPRD Kabupaten Buleleng bisa menindaklanjuti dan meneruskan pernyataan sikap mereka ke Instansi terkait.
Menyikapi hal itu, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna memberikan apresiasi kepada Organisasi Kepemudaan di Kabupaten Buleleng tersebut, yang menyampaikan aspirasi secara damai, dan diwakili beberapa orang saja. Selanjutnya aspirasi itupun akan segera disikapi.
“Kami di DPRD sebagai sebuah lembaga perakilan rakyat, aspirasi ini akan ditindaklanjuti kepada instansi atau lembaga yang terkait dengan persoalan ini,” singkatnya. |RM|