Tradisi megoak-goakan di Desa Panji |FOTO : arsip koranbuleleng.com|
Singaraja, koranbuleleng.com | Selama berkuasa di Den Bukit, Panji Sakti adalah seorang Raja Buleleng sangat disegani kawan maupun lawan. Dengan pasukan Goak yang diorganisir bersama rakyat, Panji Sakti mampu menguasai kerajaan Blambangan.
“Setelah menguasai Blambangan, ini tujuan utamanya menguasai daerah tersebut adalah mencari sumber ekonomi di sana. Karena disitu sumber ekonomi di perdagangan. Panji sakti mempunyai wawasan untuk mengembangkan kerajaan harus memiliki sumber ekonomi yang kuat,” ujar Dosen Sejarah Undiksha, I Made Pageh
Kekuasan Panji Sakti sangat luas, yang paling penting adalah kekuasaan di bidang kelautan untuk perdagangan. Panji Sakti merangkul semua suku maupun agama untuk dijadikan pasukan di kerajaan. Serta memiliki patih-patih yang kuat. Panji sakti merupakan pemimpin yang multilateral dan tidak membendakan-bedakan rakyatnya.
“Kekuasaan ekonomi yang utama, jadi beliau tidak membendakan agama sebagai acuan. Panji Sakti tidak fanatik terhadap agama atau suku. Semua komponen beliau ajak untuk melawan musuh-musuhnya,” terang Pageh.
Pasukan Goak menjadi legenda hingga kini, dikenang sebagai pasukan tangguh dari Kerajaan Buleleng. Ketangguhan itu selalu dirayakan hingga kini oleh masyarakat Desa Panji.
Di masa silam, Ki Barak Panji Sakti diyakini memiliki istana yang saat ini popular disebut Pura Pajenengan, di Desa Panji, Keamatan Sukasada. Dari sini pula, Panji Sakti menginisiasipednirian Kerajaan Buleleng yang pada saat itu ditakuti oleh kerajaan lain.
Pura Pajenengan, Ki Barak Panji Sakti yang diyakini dulu sebagai pusat kerajaan Buleleng di masa awal. Pura Pajenengan dulunya merupakan puri (tempat istirahat) Panji Sakti yang dilengkapi dengan pamerajan.
Nama Pajenengan ini berarti “tempat penyimpanan benda-benda pusaka”, karena didalam pura tersebut yang dulu merupakan bekas puri Panji Sakti, jadi banyak terdapat benda-benda pusaka termasuk keris, tombak, dan benda pecah belah dari China.
“Ini adalah rumah tinggal beliau yang sekarang masih ada, ini juga kamar pribadi beliau dulu. Makanya khalayak menyebut pura pajenengan karena merupakan kamar pribadi beliau. Semua berawal dari snin” ujar Pemangku Pura Pajengean, Ratu Mangku Yasa
Piodalan di Pura Pajenengan (odalan) pada Tumpek Landep. Warga desa biasanya bergotong royong membangun dan merayakan piodalan.
Di pura inilah, biasanya memohon ijin untuk menyelanggarakan tradisi Megoak-goakan sebelum dipentaskan. Tradisi Megoak-goakan ini selain untuk menghormati jasa raja Ki Barak Panji Sakti serta mengingat ketangguhan pasukan kerajaan. Juga untuk menjaga tradisi yang dilahirkan leluhur.
Semua kalangan bisa ikut berpartisipasi dalam memeriahkan Tradisi Megoak-goakan ini dari yang muda hingga tua, selain itu wisatawan diijinkan untuk berperan dalam tradisi ini.
Dalam pementasan tradisi ini, pihak desa tetap melakukan upacara piuning atau permakluman secara niskala, di lokasi acara untuk kelancaran dan keselamatan.
Namun jika tarian Megoak-goakan ini dipentaskan dalam kesatuan yang utuh, dalam artian lengkap dengan lelampahan atau cerita, menjelang menggempur Blambangan, baru akan dilakukan upacara matur piuning di Pura Pajenengan ini.
“Banyak tidak hanya tradisi yang bisa di petik dari megoak-goakan ini. Salah satunya siasat perang. Selain itu ketangkasan dari pasukan pada waktu itu. Itu lah cara untuk memperingati atau merayakan kegembiraan rakyar rasa syukur bakti terhadap beliau. ”sambung Ratu Mangku Yasa
Sementara itu, Kelian dusun Kelod Kauh, desa Panji Ketut Marza Jaya menceritakan, tradisi Megoak-goakan di desa Panji Buleleng ini digelar setiap tahun untuk menghormati jasa dari raja Ki Barak Panji Sakti.
Sebenarnya, kata Marza, tata cara tradisi Megoak-goakan paling sedikit terdiri dari 7 orang atau lebih, dengan cara 6 orang membuat satu barisan sedangkan yang satunya bertugas sebagai Goak. 6 orang yang baris, satu sama lain harus saling memegang pinggang temannya yang berada di depan, selama permainan berjalan, pegangan itu tidak boleh terlepas.
Goak bertugas menangkap barisan paling belakang, dan biasanya permainan ini menggunakan waktu, untuk meminimalkan berapa lama Si Goak harus menangkap ekor barisan.
Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan misalnya dalam 5 menit si Goak tidak bisa menangkap ekor atau barisan paling belakang, maka si Goak akan dinyatakan kalah. Begitu juga sebaliknya, apabila si Goak bisa menangkapnya maka kemenangan berpihak pada si Goak.
Permainan ini lebih seru apabila dimainkan di tempat yang sedikit berair dan berlumpur, misalnya persawahan atau yang lainnya. Tradisi Megoak-goakan ini tidak hanya berkembang di desa Panji tetapi juga sudah tersebar di berbagai desa, bahkan beberapa bagian di modifikasi dengan tidak menghilangkan makna yang terkandung di dalamnya.
“Konon katanya dulu jumlah 40 orang. Kalau sekarang dikemas secara sederhana, berapa pun bisa. Dikemas secara lebih menarik lagi. Biasanya di selenggarakan di semua dusun yang ada di Desa Panji,” ungkapnya.
Peserta Megoak-goakan biasanya diikuti seka Truna-Truni (muda-mudi) warga Desa Panji. Sebelum dimulai mereka bersembahyang terlebih dahulu di Pura Pajenengan yang dibangun oleh raja Ki Barak Panji Sakti.
Setelah usai peserta, menuju lokasi permainan tradisi Megoak-goakan berlangsung bertepatan, sehari setelah Hari Raya Nyepi atau saat Ngembak Geni.
“Tidak ada pantangan untuk bermain tradisi ini kalau hanya permainanya, yang jelas harus staminanya kuat. Selain itu wanita yang masa haid diharapkan tidak ikut karena sebelum tradisi di mulai kita sembahyang dulu di pura Panjenengan,” sambungnya
Megoak-goakan kini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) secara nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selanjutnya, pihak desa akan berencana melibatkan setiap sekolah dasar di SD di Desa Panji memiliki ekstrakurikuler megoak-goakan.
“Mungkin nanti kita cari sekolah-sekolah SD agar bersedia menjadikan goak-goakan menjadi ekstrakurikuler sehingga generasi ini lebih awal dan mudah dikenal” Pungkas Marsa Jaya
Disisi lain, Ketua Badan Permusyarawatan Desa Panji Gede Ganesha menuturkan, pihaknya sangat berbangga karena Megoak-goakan ditetapkan sebagai WBTB Nasional. Apa yang di perjuangkan bersama seluruh komponen desa dari awal hingga akhir. berakhir manis.
“Ini berkat perjuangan masyarakat desa Panji” ungkap Ganesha
Sebagai tokoh muda Ganseha selalu memberikan motivasi bagi pemuda di Desa Panji untuk tetap ikut melestarikan tradisi Megoak-goakan. Ini tradisi awal bermula di desa panji. Meskipun sudah di petakan didaerah lain tetapi kisah awalnya di desa panji.
“Inilah menjadikan motivasi adik-adi,k teman-teman dan warga di Panji untuk melestarikan warisan budaya ini,” imbuh Ganesha
Sebagai Ketua BPD, Ganesha akan memberikan usulan dan saran kepada pemerintah desa agar ada program dari desa untuk menjaga warisan budaya Megoak-goakan.
“Kita belum banyak mengajukan dana, meskipun ada tapi dana secara khusus belum ada. dengan sudah ditetapkan sebagai WBTB, harapannya agar pemerintah lebih memprioritaskan lagi.” Harapnya.
Ganesha mengatakan pesan yang bisa dipetik dari warisan tradisi Megoak-goakan ini adalah selain kebersamaan, juga inspirasi seorang pemimpin yang harus lebih dekat dengan rakyat dan pasukannya. Karena filosofi tradisi ini raja juga ikut dalam permainan ini.
“Banyak yang bisa di petik, kerja sama, gotong royong, yang paling penting kedekatan pemimpin dengan para rakyat,” pungkas Ganesha
Megoak-goakan merupakan bagian dari tradisi adat dan budaya desa Panji yang sudah mengakar masyarakat Buleleng. Desa adat juga turut ikut terjun langsung menjaga kelestarian tradisi megoak-goakan. Caranya membuat tatanan yang lebih jelas, baik dari segi pakaian maupun menjadikan sebuah aturan desa.
“Kita rencanakan nanti, saat ini kami masyarakat Panji sangat bangga. Kedepan kami lebih semangat lagi untuk tetap melestarikan Megoak-goakan ini kepada generasi-generasi yang akan datang,” ujar Kelian Desa Panji.
Kebanggaan juga dirasakan Jro Mangku Made Ariawan selaku perbekel Desa Panji. Ia mengungkapkan rasa syukur atas ditetapkannya Tradisi Megoak-goakan sebagai warisan budaya tak benda.
”Ini adalah impian desa kami karena warisan ini diakui seabagai WBTB secara nasional,” katanya
Pria yang akrab disapa Mangku Panji inipun mengatakan, Pemdes Panji untuk terus melestarikan dengan menggelar event budaya.
“Kita edukasi kepada anak muda, agar mereka mau menggelar permainan megoak-goakan ditampilkan di tempat wisata di Desa Panji,” ujarnya
Selain itu pihaknya akan melakukan musyawarah desa untuk memberikan anggaran cukup dalam upaya pelestarian tradisi ini. Mulai dari gamelan pengiring maupun seragam. Selain itu pihaknya juga berupaya di setiap banjar untuk membuat dokumentasi berupa video,
“Inilah upaya kami untuk lebih mengenal secara luas tradisi ini,” ungkapnya.
Pewarta : Edy Nurdiantoro
Editor : I Putu Nova A.Putra