Ketua Tim 9 Catur Desa, Putu Ardana |FOTO : Yoga Sariada|
Singaraja, koranbuleleng.com| Catur Desa Adat Dalem Tamblingan hingga kini masih melakukan perjuangan untuk permohonan pengelolaan Alas Mertajati sebagai Hutan Adat. Sehingga nantinya, Alas Mertajati akan tetap terjaga kesuciannya, karena tujuannya hanya untuk menjaga kelestarian dan kesucian hutan tersebut.
Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan kembali datang ke Kantor Bupati Buleleng Rabu, 2 Desember 2020. Kedatangan mereka diterima langsung Bupati Putu Agus SUradnyana didampingi pejabat dari organisasi perangkat daerah terkait serta perwakilan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
Perjuangan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan yang terdiri dari Desa Munduk, Desa Gobleg, dan Desa Gesing, Kecamatan Banjar, dan Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, sudah dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Selama ini, hutan di kawasan Danau Tamblingan berada dibawah kewenangan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah Bali.
Catur Desa Adat Dalem Tamblingan telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI agar bersedia memberikan persetujuan menjadikan hutan di wilayah Danau Tamblingan sebagai hutan adat. Sayangnya, pertemuan yang berlangsung rabu siang itu belum membuahkan keputusan.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mendukung upaya Warga Catur Desa Adat Dalem Tamblingan untuk mengelola Alas Mertajati sebagai Hutan Adat. Namun harus ada ikatan antara masyarakat diantara Empat Desa tersebut tentang konsistensi untuk pengawasan dan pelestarian ekosistem pada Alas Mertajati.
Dari hal itu, Agus Suradnyana kemudian meminta masing-masing Desa untuk memiliki perarem yang memuat tentang kesepakatan untuk pengelolaan Alas Mertajati.
“Karena kenyataan di Desa Munduk hampir 80 persen bukan lagi orang lokal yang memiliki tanah disana. Jika masyarakat keempat desa sudah sepakat menjadikan hutan tersebut menjadi hutan adat, maka masing-masing desa harus memiliki perarem yang di dalam batang tubuhnya berisi tentang bagaimana ruang-ruang tersebut atau desa-desa tersebut mengikuti apa yang telah disepakati oleh masyarakat adat dan desa,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Sembilan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan Putu Ardana menjelaskan, hutan di kawasan Danau Tamblingan seluas 1.400 hektar itu merupakan kawasan suci yang secara turun temurun dijaga oleh masyarakat Catur Desa Adat Dalem Tamblingan.
Selama ini keberadaan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan dalam menjaga hutan tersebut tidak bisa maksimal karena terbentur regulasi. Jika hutan tersebut ditetapkan menjadi hutan adat, Catur Desa Adat Dalem Tamblingan bisa menjaga hutan tersebut.
“Selama ini ada pencurian kayu, perburuan liar, kami hanya bisa melapor karena keabsahan untuk mengelola, kami nggak punya,. Kalau itu menjadi hutan adat ya, kami yang mengawasi. Kami hanya menjadikan hutan kok, nggak dijadikan apa-apa, sepenuhnya menjadi hutan suci,” ujar Ardana.
Selain untuk menjaga kesucian, keinginan Krama Catur Desa Adat Dalem Tamblingan untuk mengelola Alas Mertajati juga berdasarkan data-data yang ada. Jro Ardana menjelaskan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara menyebutkan, dari seluruh hutan di Indonesia yang tersisa, yang terbaik sekitar 40 juta hektar itu semuanya merupakan hutan adat.
Selain itu lanjut Jro Ardana, UNESCO juga baru mengeluarkan rilis, bahwa yang terbaik sebagai penjaga dan pelestari hutan adalah masyarakat adat.
“Nah kita memiliki nilai-nilai masyarakat adat kan masyarakat yang keimanannya adalah piagem gama tirta yang memuliakan air, kami masyarakat yang memuliakan air. Kami hanya ingin mengembalikan itu sebagai hutan adat hutan yang kami sucikan. Yang namanya Mertajati yang artinya sumber hidup yang sesungguhnya,” tegasnya. |RM|