Bisnis Gurem Administrasi Pembelajaran

Dr. Wayan Artika | FOTO : Arsip koranbuleleng.com|

Dimensi sosiologis mengkonstruksi guru bukan sekadar profesi tetapi pekerjaan yang sarat tuntutan moral.

- Advertisement -

Profesi ini dimuliakan, terhormat, dan memiliki jasa bak pahlawan. Pekerjaan yang terkait dengan moral mulia dan pakerti luhur dimafhumi sebagai profesi yang tidak menjajikan.

Inilah alasan mengapa guru pernah identik dengan kemiskinan dan itu wajar.
Namun para guru berhati mulia itu memiliki pandangan lain, menjadi guru adalah panggilan jiwa, menjadi kaya bukan tujuan, kepuasan batin dalam profesi ini adalah konvensasi yang paling mahal harganya.
Dalam bingkai demikian, jika guru melakukan kesalahan sosial atau bertindak menyimpangi nilai mulia hidup, masyarakat langsung memvonis buruk: dicap tidak pantas sebagai guru!.

Seolah adigium Guru juga manusia, tak bisa diterima. Guru tetap harus dijaga kemuliaannya, sebagai seorang rahib yang mahasuci, digugu dan ditiru.

Itulah mdasar pikiran yang tumbuh di masyarakat bahwa guru benar-benar harus mengabdi tulus. Guru tidak boleh melakukan pekerjaan sambilan, selain mengajar, misalnya. Namun tuntutan hidup yang semakin meningkat, menyadarkan bahwa guru juga harus sejahtera secara sandang, pangan, dan papan.

- Advertisement -

Guru memasuki tantangan baru dalam menjalani profesi yang amat dimuliakan masyarakat. Guru mengisi waktu sepulang sekolah untuk mengerjakan yang lain, demi menambah penghasilan, seperti berjualan, jadi makelar, tukang ojek, bertani, beternak, dan lain lain. Pekerjaan sampingan ini ternyata bisa meningkatkan penghasilan dan menjadi model bagi guru-guru yang lain.
Seorang guru naik mobil pick up dari rumahnya di Denpasar menuju tempat kerja di Petang, penuh dengan aneka barang kebutuhan sehari-hari dan ketika pulang sekolah, kendaraan ini kembali penuh dengan hasil kebun, pada malam harinya akan dijual di Pasar Badung.

Guru lain, sebelum berangkat ke sekolah memberi makan beberapa ekor sapi dan di sepeda motornya terselip kampil dan sabit karena sepulang kerja, di sepanjang jalan ia ngarit. Guru di desa pegunungan nyambi sebagai petani kopi. Ketika aturan full day diberlalukan banyak yang keberatan karena menyita waktu kerja di kebun sepulang sekolah. Tak jauh dari halaman sekolah, guru-guru berjualan aneka makanan di kantin.

Bisnis gurem itu tidak serta merta berhenti ketika pemerintah telah meningkatkan gaji guru dengan sertifikasi. Sejalan dengan tuntutan baru profesi guru yang terkait pula dengan perkembangan teknologi informasi, tuntutan-tuntutan baru teknologis dan administrasi dari pemerintah, menghadapkan guru-guru dengan moda-moda kerja yang baru. Banyak guru yang tidak siap bekerja dengan aplikasi-aplikasi digital, misalnya.

Tuntutan administrasi modern berbasis digital dan penjenjangan karier yang mempersyaratkan penelitian, seminar ilmiah, dan publikasi di jurnal, digarap sebagai lahan bisnis baru oleh sejumlah oknum guru dan bahkan ada jaringan yang bekerja dari dalam terkait rangkaian naik pangkat dengan persyaratan penelitian, pertemuan ilmiah (seminar), dan publikasi di jurnal.
Dalam perkara penelitian guru, forum ilmiah, dan publikasi, bekerja jaringan yang sangat rapi.

Guru yang akan naik pangkat cukup menghubungi oknum” (guru, pengawas, pegawai dinas yang membidangi penilaian angka kredit) dan siap uang (5-7 juta). Dijamin seluruh administrasi karya tulis untuk naik pangkat beres dan pasti lolos.
Jaringan ini bertahan karena memang dibutuhkan.

Bagi guru hal ini adalah dewa penolong dan karena seperti sengaja dipelihara dari dalam isntitusi. Idealisme meningkatkan kualitas guru melalui penelitian, berbagi di forum ilmiah dan publikasi, kembali jadi omong kosong. Idealisme itu mentok pada administrasi belaka.

Memang ada banyak guru yang bekerja dengan baik dalam penyusunan karya ilmiah. Namun mereka tidak kuasa menghadapi jaringan kerja bisnis gurem penelitian yang curang. Karya ilmiah yang diajukan untuk naik pangkat tidak lolos bukan karena substansi yang buruk tetapi karena tidak memilih jalan bisnis gurem itu.

Di tengah gencar-gencarnya Pak Menteri Nadiem Makarim memangkas kerja administrasi guru, ternyata memang belum mampu membuat sekolah, terutama kerja guru bebas administrasi. Ada 15 jenis administrasi guru, seperti program pengajaran, KKM, pemetaan KI-KD, Prota, Promes, silabus pembelajaran, RPP (model terbaru, 3 komponen), kisi-kisi soal, soal penlilaian harian dan kunci jawaban, analisis soal penilaian harian, daftar pengayaan dan remedial, daftar nilai (KI-3 dan KI-4), jurnal pembelajaran, LKPD (lembar peserta didik), penilaian KI-1 san KI-2, dan aplikasi rapor.
Setelah direnungkan, kerja administrasi selalu menjadi masalah bagi guru. Bukan karena guru tidak mampu.

Kerja administrasi sangat kaku dan mekanik. Hal ini bertentangan dengan kerja guru (megajar) yang naratif, kualitatif, dinamis, humanistik karena melibatkan kontak sosial dengan sosok-sosok hidup. Karena itu, administrasi bagi guru adalah beban yang dikerjakan dengan terpaksa.

Administrasi boleh rapi namun sering kali tidak dijalankan di kelas, hanya sebagai persyaratan. Namun menjadi indikator penentu kerja guru, alat pengawasan birokrasi sekolah sehingga guru mau tidak mau harus melakukan kerja administrasi. Keadaan ini diubah menjadi peluang bisnis adminstrasi. Bisnis ini sudah dikenal luas melalui iklan di media sosial.
Bisnis penelitian dan administrasi pembelajaran terjadi karena untuk memenuhi satu sisi tugas guru.

Penelitian yang mulia dipandang sebatas administrasi. Guru membeli penelitian dan menjadi atribut semu. Administrasi perangkat pembelajaran juga telanjur dipandang sebatas administrasi. Hal ini terjadi karena administrasi pembelajaran dilihat sebagi hasil, tumpukan kertas dan berkas, tidak perlu dibaca karena kaku.
Jika dibalik, tumpukan berkas administrasi adalah rekaman kerja perancangan dan perencanaan, mungkin akan lain ceritanya.

Guru merancang dan merencanakan suatu proses pembelajaran. Seluruh hasil perencanaan dan perancangan itu, yang dilakukan dengan penuh daya ekspresi, kreasi, inovasi, lalu direkam atau terdokumentasi dalam file-file administrasi. Dengan demikian, kerja administrasi sangat ekspresif dan bermakna. Karena itu administrasi tidak bisa dibeli karena merupakan kerja personal guru sesuai dengan konteks dan karakter siswa.

Membeli tumpukan berkas administrasi tentu tidak sanggup memfasilitasi personalitas kerja para guru dan konteks sekolah maupun karakter siswa karena penyusun administrasi pembelajaran untuk dijual tentu saja cukup membuat satu model yang seragam. Maka perencanaan dan perancangan administrasi pembelajaran hanya masuk akal dilakukan oleh guru sendiri.

Namun karena telah terjadi pembalikan paradigma bahwa administrasi menjadi tujuan dan bukan sebagai rekaman atau dokumen kinerja guru dalam perencanaan dan perancangan holistik, ekspresif, kontekstual, naratif, dan karakteristik; maka adminitrasi pembelajaran guru sama saja dengan asesori.

Esai ini ingin mengajak guru untuk mengubah paradigm administrasi, dari tumpukan berkas tidak bermakna menjadi rekaman atau dokumentasi pergulatan kerja guru dalam mernacang dan merencanakan narasi-narasi inovasi pembelajaran. Dengan penghayatan semacam ini, sangat tidak masuk akal jika seorang guru harus membeli 15 item admnitrasi pembelajaran mungkin harganya mencapai 1,5 juta. (*)

Penulis : Dr. I Wayan Artika (Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts