Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum.
Masih ada anggapan bahwa menulis karya ilmiah sulit. Hal ini tidak benar karena sudah ada aturan baku (template). Tinggal mengikuti saja. Hal lain yang sungguh besar memberi jaminan berhasil menulis karya ilmiah adalah bahan-bahan sudah tersedia. Tata bahasa atau gaya penulisan juga sudah mapan.
Meneliti merupakan proyek wajib bagi mahasiswa. Kurikulum Perguruan Tinggi menyiapkan rumpun mata kuliah penelitian yang terdiri atas penulisan karya ilmiah, metodologi penelitian, statistik, seminar, dan penulisan artikel jurnal. Mahasiswa mempelajari paradigma ilmiah, etika dan metode keilmuan, filsafat ilmu (ontologi, epestemologi, dan aksiologi), penulisan laporan ilmiah, dan publikasi jurnal.
Namun demikian, secara umum mahasiswa hanya lewat dalam proses ini. Mereka baru sebatas mengenal dunia riset, jauh di atas permukaan. Pengalaman bekerja sebagai dosen dengan salah satu tugas pokok membimbing proyek riset dan menerima tawaran kerja sebagai reviuer di beberapa jurnal; sampai pada satu simpulan bahwa jangankan mahasiswa S1 bahkan para dosen pun masih banyak yang salah kaprah dalam menulis laporan riset.
Esai ini diharapkan bernilai praktis dan reflektif bagi pembaca untuk membantu mahasiswa dan dosen dalam menulis laporan dan artikel.
Meskipun judul merupakan unsur pertama namun yang jauh lebih awal dalam riset adalah permasalahan ilmiah yang riil atau empiris, benar-benar terjadi secara sosial dan fisik. Secara empiris, masalah adalah hambatan, pemborosan, kemunduran, serangkaian kesulitan, kuantitas yang rendah, keadaan di luar harapan. Segala hal yang merugikan manusia dan lingkungan adalah masalah. Masalah berkaitan dengan berbagai bidang ilmu.
Pada masa lampau orang Bali menggunakan bahasa Bali, sebagai satu-satunya alat komunikasi. Sejak zaman Kemerdekaan, orang Bali menggunakan pula bahasa Indonesia. Lama-kelamaan orang Bali tidak lagi menggunakan bahasa Bali. Masalah muncul dari sisi bahasa Bali. Tapi dari sisi bahasa Indonesia tidak ada masalah karena penutur bahasa ini bertambah. Masalah yang dialami bahasa Bali adalah: terpinggirkan, jumlah penutur menurun, dan pada suatu ketika mungkin punah.
Keadaan yang terpinggirkan, jumlah penutur menurun, dan ancaman punah, adalah tidak menguntungkan bagi bahasa Bali. Seharusnya suatu bahasa: terhormat atau bergengsi, diutamakan oleh pemakai, memiliki jumlah penutur yang banyak, dipelajari, dan menyebar ke wilayah yang luas.
Seorang peneliti melihat keadaan bahasa Bali yang demikian sebagai masalah karena mengancam eksistensi bahasa Bali. Ia tergerak untuk memecahkan masalah ini melalui riset. Dari sini kemudian dirumuskan judul, yang salah satu kemungkinan berbunyi “Marginalisasi Bahasa Bali”.
Masalah “bahasa Bali yang terpinggirkan” di mata seorang peneliti berhubungan dengan beberapa aspek, seperti perubahan sosial, penggunaan bahasa Indonesia di sekolah, pendatang yang bermukim karena bekerja di Bali, sulitnya berbahasa Bali yang ber-sor singgih. Hal ini diuraikan dan dihubungkan sehingga dapat menjelaskan keberadaan bahasa Bali di dalam relasi berbagai aspek tersebut. Uraian ini merupakan latar belakang atau pendahuluan dalam artikel; berupa uraian problematik dan empiris.
Namun para peneliti sering tidak mampu menguraikan aspek problemtika empiris suatu persoalan riset. Sehingga, yang diuraikan di latar belakang adalah teori atau konsep. Kelihatannya uraian ini logis namun tidak tepat karena format karya ilmiah sudah menyediakan tempat khusus untuk menuliskan, yakni di kajian pustaka atau landasar teori.
Menulis latar belakang riset memang sulit. Sebaliknya, sangat mudah dilakukan kalau peneliti berangkat dari persoalan empiris. Sudah umum, mahasiswa memulai proyek riset dari contoh yang sudah jadi. Namun hal itu semua “fiktif” sehingga sangat sulit menulis latar belakang masalahnya.
Mahasiswa yang mengerjakan proyek riset “fiktif” sebagai lawan riset yang bersumber dari persoalan empiris, mengalami kesulitan lain dalam merumuskan manfaat (yang terdiri atas: manfaat teoretis dan manfaat praktis). Riset dilakukan karena bermanfaat bagi manusia, alam (praktis) dan ilmu pengetahuan (teoretis). Hal ini sering diabaikan. Manfaat praktis riset tentang marginalisasi bahasa Bali antara lain: (1) menemukan cara melestariakan bahasa Bali, (2) merumuskan program pendidikan bahasa Bali. Sedangkan manfaat teoretis atau keilmuan riset ini yakni: memberi sumbangan pada kemajuan ilmu bahasa (linguistik).
Kejujuran ilmiah atau keterbukaan merupakan prinsip dasar riset. Karena itu cara kerja peneliti harus dijelaskan secara terbuka. Proses riset sama pentingnya dengan hasil. Uraian metodologi riset yang terbuka berguna bagi peneliti lain untuk melakukan verifikasi. Inilah yang menjadi pertimbangan dalam laporan penelitian dan artikel jurnal, selalu tersediri tempat khusus bagi metode riset. Salah kaprah yang sering terjadi, peneliti berteori tentang metode risetnya. Uraian pada bagian ini harus bersifat teknis.
Sering ditemukan pernyataan, menurut ahli anu tahun anu yang dimaksud dengan sumber data adalah …..Pernyataan ini teoretis yang seharusnya langsung menyatakan: “Data penelitian ini adalah …” Praktisnya, metode riset memuat uraian mengenai apa yang dilakukan oleh peneliti: mereka, mencatat, mengamaiti, bagaimana dilakukan, tahapa-tahap melakukan sesuatu tindakan riset, alat bantu yang digunakan, siapa yang dipilih untuk ditanyai, dll.
Pada bagian inti laporan riset, temuan dan diskusi, mengandung dua hal, yaitu apa yang ditemukan dan pembahasan atau diskusi temuan. Temuan atau hasil adalah jawaban setiap rumusan masalah. Jika rumusan masalah ada tiga maka temuan penelitian juga tiga.
Semua temuan penelitian ditulis dengan sistemtis dan mendetail, disertai contoh data untuk justifikasi. Pada bagian diskusi atau pembahasan, temua-temuan dijelaskan dari aspek “mengapa”-nya. Cara yang mudah dan sudah lazim dilakukan ketika membahas temuan riset antara lain: (1) bandingkan dengan hasil riset yang sejenis; dan (2) hubungkan dengan teori yang digunakan (mungkin sejalan dengan teori yang mana atau tampak bertentangan dengan suatu teori).
Simpulan berisi ringkasan temuan dan pembahasan atau diskusi. Simpulan harus singkat dan mengandung pokok-pokok inti temuan riset. Fungsi simpulan adalah untuk menyampaikan secara khusus mengenai temuan riset.
Penulis : Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)