Gerakan Literasi Berbasis Komunitas dan Peranan Pemerintah

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum |FOTO : arsip koranbuleleng.com|

Semaraknya gerakan literasi masyarakat secara swadaya yang terjadi di komunitas-komunitas permanen dan berkesinmabungan, adalah model gerakan yang sangat tepat. Sementara itu, pemerintah melakukan pula gerakan literasi di gedung-gedung seminar dan sekolah atau di balai-balai kota, yang sering menghabiskan dana besar dan terjadi hanya sesaat. Model gerakan ini tidak cocok dan pemerintah harus mengalih ke gerakan literasi komunitas.

- Advertisement -

Gerakan literasi dengan basis komunitas sudah banyak terjadi di Indonesia namun masih perlu lebih banyak lagi. Pemerintah cukup mendukung semua gerakan itu. Yang paling mengerti persoalan adalah pegiat komunitas yang sehari-hari berada di lapangan. Mereka juga yang paling tahu, cara-cara melakukan gerakan. Mereka juga paling memahami dinamika literasi di komunitas.

Gerakan literasi yang dilakukan oleh pemerintah cenderung seragam dan hal ini belum tentu cocok dilaksanakan di dalam masyarakat. Gerakan literasi pemerintah juga kurang berkesinambungan. Gerakan literasi pemerintah masih berjarak dengan masyarakat. Gerakan literasi masyarakat bersifat dari atas ke bawah (top down).

Sementara itu, gerakan literasi komunitas sebaliknya: sesuai dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat, berkesinambungan, bersentuhan dengan persoalan lokal, mandiri; suatu gerakan yang muncul dari dalam masyarakat, menyatu dengan kehidupan dan dinamika sosial masyarakat.

Gerakan literasi komunitas dapat diajdikan model dalam mebangun, mengembangkan, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mempraktikkan kecakapan baca tulis. Insan melek aksara dan angka sama sekali bukan literat atau belum cukup, hanya sebagai modal awal yang memang sangat penting.

- Advertisement -

Gerakan literasi komunitas tidak bisa dipaksakan terjadi tetapi harus diawali dengan pendekatan-pendekatan budaya, ekonomi, dan ketokohan serta bekerja sama dengan lembaga-lembaga lokal. Timbulnya rasa memiliki dan kepercayaan kepada komunitas, merupakan faktor penting keberlanjutan gerakan.

Di dalam gerakan literasi komunitas, semua tenaga harus dari dalam komunitas itu sendiri. Pola yang lazim terjadi adalah gerakan dimulai oleh seorang tokoh atau pegiat literasi yang bermukim atau adalah warga komunitas setempat. Ia memulai gerakan literasi secara mandiri, dari diri, keluarga, dan rumahnya sendiri. Lama-kelamaan aktivitasnya mampu menarik perhatian tetangga dan mulai bergabung bersama. Demikian seterusnya merembet seperti gelombang air telaga yang berpusat pada titik jatuh suatu benda ke atas permukaannya.

Setelah kondisi ini terbentuk, gerakan berjalan dengan sangat baik karena sambutan atau dukungan masyarakat mulai terbentuk. Namun demikian, masih ada persoalan yang harus diatasi oleh inisiator gerakan, yakni menciptakan tenaga penggerak atau sukarelawan. Pola perekrutan dan pembinaan biasanya terjadi secara alamiah. Warga desa yang tertarik dan berkomitmen mulai menemukan “jalan” di dalam literasi. Mereka masuk lebih jauh. Orang-orang seperti inilah yang kemudian menjadi “barisan” tenaga penggerak literasi berbasis komunitas.

Sang inisiator atau tokoh masih menjadi inti gerakan yang dikelilingi oleh sejumlah warga desa atau komunitas yang telah menemukan diri mereka di dalam jalan literasi: individu-individu yang memiliki kesadaran baru bahwa mempraktikkan kecakapan baca tulis dengan nyata dalam hidup sehari-hari di mana mereka berada, memiliki makna dan nilai yang sangat tinggi, menuju sebuah muara: segala kebaikan.

Dari sinilah kemudian gerakan literasi komunitas bergulir dan mulai dikenal dan semakin populer berkat dukungan media sosial. Program-program literasi dirancang oleh inisiator dan penggerak. Mereka bekerja dalam gerakan ini secara mandiri. Segala upaya dalam pembiayaan diusahakan sendiri dan jauh dari sikap bergantung kepada pemerintah.

Gerakan ini tidak bergantung kepada pihak luar (pembiayaan misalnya) karena satu komitmen sosial: membangun dan terus meningkatkan kesadaran anggota komunitas  untuk mempraktikkan kecakapan baca tulis dalam kehidupan yang sebenarnya. Hal ini menjamin keberlangsungan gerakan dan memberi dampak sosial positif  kepada komunitas.

Banyak gerakan literasi berbasis komunitas telah menyediakan suatu bukti bahwa ternyata gerakan literasi menopang dan mendukung pembangunan komunitas, secara swadaya dan dari dalam. Gerakan literasi komunitas, bukan lagi bermanfaat bagi aspek literasi itu sendiri dengan menjadikan individu literat tetapi secara sosial mengubah kondisi masyarakat secara holistik, jauh di luar persoalan literasi lagi.

Dalam kondisi inilah peran pemerintah sangat penting, membiarkan gerakan ini tumbuh secara lokal dan hal ini tidak dijadikan alasan untuk tidak memberi dukungan finasial dan legitimasi formal. Biaya-biaya negara dalam gerakan literasi harus dikucurkan untuk membantu gerakan-gerakan literasi komunitas yang sudah berkembang dan dengan dukungan seperti ini, dinamika gerakan dalam komunitas akan terjadi lebih dinamis semakin berdaya sosial hebat dan kuat.

Gerakan literasi itu berumah di akar rumput dan bukan di ruang-ruang rapat, kantor pemerintah, ruang konferensi hotel. Hal ini telah dibuktikan oleh banyak gerakan literasi di berbagai komunitas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Peran pemerintah dalam kondisi ini adalah mengelola satu jaringan kerja nasional gerakan literasi komunitas.

Pemerintah tidak perlu lagi menyelenggarakan gerakan literasi tandingan, gerakan-gerakan formal, sesaat, dan lebih bernuansa administratif. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menyokong gerakan yang sudah terjadi dan membiarkan beroperasi di lokal-lokal seantero negara, dengan karakter masing-masing dan tidak harus diseragamkan. Inilah yang dimaksud dengan gerakan literasi kontekstual. Gerakan ini menyatu dengan dinamika sosial masyarakat.

Pemerintah dapat pula mengirimkan tenaga-tenaga literasi ke berbagai pelosok negeri dan mereka bekerja secara mandiri bersama komunitas lokal. Model gerakan literasi ini memang memerlukan waktu yang sangat lama. Karena itu, sebaiknya diusahakan tenaga-tenaga gerakan setempat yang memiliki komitmen sosial tinggi dalam bidang literasi.

Memang sangat sulit menemukan orang-orang yang literat dan memiliki kepedulian sosial sehingga bergerak dalam bidang literasi komunitas, kontekstual, dan lokal. Memang beberapa lokal sangat diuntungkan dengan hadirnya para inisiator dan motor gerakan literasi komunitas. Namun demikian, hal ini dapat dijadikan suatu model untuk melakukan gerakan literasi berbasis pemerintah.

Pemerintah tidak boleh tutup mata atau berjalan sendiri di luar gerakan literasi komunitas yang sudah ada. Pemerintah harus melihat kondisi-kondisi nyata dan sumbangan nyata gerakan literasi komunitas. Pemerintah tidak bisa hanya mengukur pencapaian gerakan secara kuantitatif. Sebaliknya, pemerintah harus melihat esensi dan kondisi nyata yang berubah di suatu desa atau pemukiman di mana terjadinya gerakan literasi komunitas.

Gerakan literasi komunitas sesungguhnya sangat membantu pemerintah dalam pembangunan masyarakat literat. Justru yang lebih tahu persoalan nyata literasi adalah para pegiat gerakan literasi berbasis komunitas. Karena itu, pemerintah harus menyambut baik dan tidak perlu lagi menyelenggarakan gerakan literasi formal. Sudah cukup bagi pemerintah untuk mengelola, memantau, membangun jejaring nasional, fasilitasi, dan lainnya, terjadinya gerakan literasi komunitas.

Maka, gerakan literasi nasional bertumpu di atas gerakan literasi komunitas, sebagai ciri khas gerakan literasi Indonesia.

Penulis :  Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Universitas Pendidikan Ganesha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts