Usia 417 tahun, Masih Dengan Masalah Sampah

Menimbang Sampah |FOTO : Gede Ganesha|

Tulisan ini dibuat 30 Maret 2021, unek-unek, sekaligus ide dan solusi tentang masalah sampah yang dirasa menjadi masalah remeh temeh dan renyah padahal masalah yang teramat serius. Untuk kota Singaraja dan penghuninya.

- Advertisement -

417 tahun tentu bukan usia yang muda bagi ibu kota Kabupaten Buleleng ini. Dengan usia yang yang tidak muda itu, kota ini telah merasakan sentuhan banyak pemimpin. Mulai dari Raja Buleleng  Ki Barak Panji Sakti, lalu pernah ada pemerintahan Sunda Kecil dengan Gubernur Sunda kecil kala itu Mr. I Gusti Ketut Pudja. Ada juga pejabat Swapraja, hingga berganti-ganti bupati dan sampai saat ini dikendalikan oleh bupati yang telah dua kali mejabat,  Putu Agus Suradnyana.  

Telah banyak perubahan di kota yang dulu disebut Soenda Kecil,  saya yang sudah berusia 32 tahun saja merasakan begitu banyak perubahan yang terjadi. Mulai dari pembangunan gedung, infrastruktur jalan bahkan hingga hiruk pikuk manusia yang ada didalamnya.

Semua  pemimpinya di setiap masa, berhasil menyelesaikan permasalahan yang membelit denyut nadi kota ini.  Warganya tampak semakin bersemangat tinggal dan berkehidupan di Singaraja. Anak mudanya juga sudah nyaman menempuh pendidikan tinggi di Singaraja saja. Walaupun setahunnyaris terdiam saja karena terdampak Pandemi COVID-19.

Jika dulu banyak sahabat saya di desa harus merantau di luar daerah untuk kuliah dan mencari penghidupan,  kini banyakgenerasi milenial yang lebih suka memilih perguruan tinggi di Singaraja bahkan hingga bekerja.

- Advertisement -

Meski pilihan program studi masih terbatas, lalau pilihan pekerjaan juga terbatas. Namun ada hal yang seakan membuat mereka nyaman hidup di tanah kelahiran sendiri. 

Jalanan yang tidak begitu macet, dan tersedianya cukup banyak fasilitas hiburan bagi kaula muda dan para pekerja bisa jadi salah satu faktornya. 

Namun selam sepuluh tahun terakhir, ada permasalahan klasik yang belum bisa digampangkan penuntatasnnya. Apa itu?

Ya masalah SAMPAH! 

Sampah jadi permasalahan yang besar namun solusiny atidak pernah diperlakukab istimewa.  Masaih saja da prilaku yang membuah sampah sembarangan, tanpa memikirkan dampak yang terjadi. Sampah, kadang dianggap ada, tetapi dianggap juga tidak ada.  Tidak seperti pandemi COVID-19, penanganannya menjadi prioritas dari level kebijakan paling tinggi hingga terbawah. Satgas penanganan terbetuk di semua lini.

Coba, kalau masalah sampah juga ditangani sepertiitu. Ada Satgas, ada denda bagi pelanggar, ada sanksi moral dan sosial, atau denda administratif.  Mungkin akan lain jadinya.  

Oke, pemangku kebijakan sudah melakukan upaya lain seperti  membuat peraturan, larangan  sampai bantuan sarana prasarana untuk mengatasi sampah, tetapi entah kenapa masih saja jadi masalah. Jadi,  jelas bukan karena para pemangku kebiajakan ini tidak serius.

Tapi di satu sisi, ini juga bukan salah yang lain meski ada saja yang saling menyalahkan.

Ada yang berpendapat, permasalahan sampah akibat kurang kepedulian dari pemerintah, lalu ada yang bilang justru permasalahan sampah menjadi klasik karena tidak ada kesadaran masyarakat untuk berprilaku displin dalam mengelola sampah.

Pendapat-pendapat pribadi itu bahkan sering muncul dalam dinding media sosial, hingga terjadi perdebatan. Tapi akhirnya, tanpa solusi juga. Begitulah dinding media sosial yang tanpa batas, selalu menjalar liar dan lebih banyak tiada solusi jika ada perdebatan. Akhirnya,  drama salah menyalahkan ini tidak pernah usai selama bertahun-tahun.

Tetapi saya optimis. Karena dibeberapa sudut Singaraja yang dikenal sebagai kota pendidikan ini justru tumbu menjalar rapi tentang orang-orang yang peduli akan masalah ini, entah pegerakan secara individu maupun dari komunitas.

Pemerintah sendiri sudah mengupayakan melakukan penataan terhadap kebersihan kota,  lihat saja setiap pagi puluhan orang berseragam hijau bekerja di pinggir-pinggir jalanan kota untuk menyapu jalanan,  memotong rumput liar di taman-taman kota dan sejenisnya.

Gerakan kesadaran akan sampah terus digelorakan melalui sosialisasi dan edukasi baik oleh pemerintah dan kelompok-kelompok peduli lingkungan, seakan berlomba-lomba untuk bisa menjadi pemenang dalam panggung  melawan sampah.

Meski pada akhirnya tidak ada yang jadi pemenang karena ajaibnya sampah masih terus ada di sungai,  pantai, bahkan di pinggir jalan sekalipun. Tas plastik,  pipet dan stereofom masih terlihat di pasar, warung,  tempat makan dan tempat lainnya. Padahal secar ategas Gubernur Bali elah mengeluarkan peraturan yang membatasi soal penggunaan plastik. Tapi yang namanya kebutuhan, ya tetap saja di ada dan digunakan masyarakat luas.

Memang sepertinya sampah tidak bisa di lawan, apa baiknya memang sudah harus diiklaskan saja bahwa sampah ini akan terus ada semasih manusia hidup. Toh, meskipun Singaraja sudah berusia 417 tahun, tidak banyak warga yang peduli untuk mengelola sampah dengan baik.

Jika kita iklas bahwa sampah ini akan terus ada, mungkin saja kita bisa menyadari memang sudah saatnya menjadikan sampah ini sebagai bahan baku untuk kehidupan kita.

Sejak dulu juga para leluhur sudah mengajarkan bagaimana menjadikan sampah yang dihasilkan bermanfaat untuk kehidupan kita. Tapi dulu lebih banyak sampah organik.

Beda dengan sekarang, sampah lebih banyak dari hasil industri seperti plastik,  logam,  kertas,  kaca,  dan   sejenisnya.  

Tapi sekali lagi, rasa optimis itu harus ada. Biarkan saja smapah ada tetapi harus ada yang sadar kembali untuk mengurusnya. Dan perbanyak kolaborasi saja. Aada yang mengurus sampah organik,  ada yang mengurus sampah non organik dan yang mengurus jenis sampah lainya. Jangan paksakan diri untuk selesaikan masalah sampah sendiri,  Cara-cara gotong royong sudah jadi budaya kita,  tentunya kita sudah terbiasa untuk melakukannya, tinggal kita mau atau tidak saja.  Jadi? Ya laksanakan dong!

Usia kota Singaraja sudah 417 tahun, seharusnya bukan jadi waktu untuk belajar mengelola sampah. Sudah banyak pegalaman,  tinggal kita disiplin diri untuk menerapkan apa yang jadi ajaran leluhur. Maka Pertiwi akan kembali Bangkit untuk masa depan kita.

Dirgahayu Kota Singaraja, Bersama kita hadapi pandemi dan masalah Sampah dengan disiplin diri untuk Bangkit Pertiwi.(*)

Penulis : Gede Ganesha (Tokoh Pemuda Desa Panji, Ketua BPD Desa Panji dan Pengabdi Demokrasi)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts