Rumah bersejarah peninggalan Gubernur Sunda Kecil, Mr I Gusti Ketut Puja |FOTO : Pandu Hidayat|
Singaraja, koranbuleleng.com | Bentuk rumah ini tidak jauh beda dengan rumah-rumah pada umumnya. Tidak tampak sesuatu apapun pada rumah itu yang mencerminkan keistimewaan; pintu pagar yang amat sederhana, halaman yang hampir tidak terurus, hingga suasana suram yang melekat di dalamnya.
Namun siapa sangka, rumah yang tampak sederhana dan biasa saja itu rupanya memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi masyarakat Sunda Kecil, khususnya Bali. Pasalnya, rumah itu merupakan tempat kediaman gubernur pertama Sunda Kecil, I Gusti Ketut Pudja.
I Gusti Ketut Pudja memerintah wilayah Sunda Kecil sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 18 Agustus 1945, hingga 24 Desember 1946. Sebelum terjadi pemekaran pada tahun 1958, wilayah Sunda Kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Gubernur Sunda Kecil ini merupakan sosok yang sangat penting dalam perjalanan Indonesia menuju Negara yang merdeka. Pada masa-masa sebelum kemerdekaan, ia turut menghadiri serangkaian sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian disingkat PPKI. Gusti Ketut Pudja juga menjadi satu-satunya orang Bali yang pernah menjadi saksi perumusan naskah proklamasi kemerdekaan di kediaman Laksamana Maeda, hingga menyaksikan Bung Karno memproklamirkan naskah itu pada tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, pada tahun 2011 melalui keputusan Presiden RI Nomor 113/TKA/2011, I Gusti Ketut Pudja ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Kediamannya yang berada di Kelurahan Sukasada, Kecamatan Sukasada, Buleleng, dianggap sebagai rumah bersejarah bagi masyarakat Buleleng. Rumah itu kini ditempati oleh cucunya, I Gusti Aju Gamma Quantina bersama dengan suami beserta keempat anaknya.
I Gusti Aju Quantina (58) merupakan anak dari I Gusti Aju Ketut Karnina Pudja yang merupakan anak terakhir dari kelima anak gubernur pertama Sunda Kecil itu. Aju Quantina adalah ibu rumah tangga yang setiap sore berjualan bubur. Ia mengaku sudah lima belas tahun menempati rumah itu.
Pada tanggal 19 Maret lalu, pemerintah Kecamatan Sukasada bersama pemerintah Kelurahan Sukasada, melaksanakan gotong royong membersihkan halaman rumah bersejarah itu. Kegiatan gotong royong itu diinisiasi oleh Camat Sukasada, I Gusti Ngurah Suradnyana.
Ia menilai kegiatan itu dipandang perlu sebagai bentuk penghargaan terhadap rumah bersejarah. Selain itu, ia juga mengaku bahwa semula halaman rumah itu seperti tidak terurus karena dipenuhi semak-semak dan rerumputan yang tinggi. Kegiatan itu kemudian dilanjutkan dengan penanaman pohon yang dimulai pada 26 Maret lalu dan berlangsung hingga saat ini.
“Kegiatan ini juga lebih ke pemanfaatan lahan kosong supaya bermanfaat, dan kebetulan halaman rumah bersejarah itu seperti tidak terurus, ya biar enak dipandang dari luar, kami meminta ijin ke penghuni atau pemilik rumah untuk menata halaman itu. Kegiatan ini akan dilakukan sekali dalam seminggu,” ungkap Ngurah Suradnyana, saat ditemui di kantornya pada Jumat, 09 April 2021.
Ngurah Suradnyana mengatakan bahwa kegiatan ini akan menjadi program berkepanjangan. Setelah penanaman pohon dirasa cukup, maka akan dilanjutkan pada tahap perawatan pohon yang ditanam tersebut. Dalam upaya perawatan itu, ia mengaku akan membentuk tim khusus yang menanganinya.
Ada berbagai jenis pohon yang ditanam di halaman rumah bersejarah itu, mulai dari pohon cemara, pohon kelapa, jambu, beberapa tanaman hias, dan yang paling banyak adalah tanaman obat-obatan seperti jahe, kunyit, lengkuas, dan lain-lain.
“Finalnya, kami berencana akan membuat urban farming di halaman rumah bersejarah itu.” ungkapnya.
Untuk sementara program ini merupakan satu-satunya program yang dijalankan oleh pemerintah Kecamatan Sukasada untuk menjaga rumah bersejarah itu. Selanjutnya akan ada program-program yang lain, Ngurah Suradnyana mengatakan pihaknya masih melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap rumah bersejarah itu guna penyesuaian program yang akan diterapkan.
“Kita juga sudah mengumpulkan cerita, dulu rumah itu dipakai untuk apa saja dulu di masa pemerintahan Sunda Kecil, apakah dipakai untuk kantor, atau apa. Yang jelas untuk saat ini kita fokuskan terlebih dahulu bagaimana menata areal itu biar lebih rapi dan bermanfaat.” ungkap Ngurah Suradnyana.
Terkait dengan adanya program penataan halaman rumah bersejarah, Aju Quantina selaku pemilik rumah menyambut baik hal itu. Pasalnya, pada usia yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi, ia mengatakan bahwa mengurus halaman yang cukup luas itu merupakan pekerjaan yang berat. Sehari-hari ia hanya bisa mengurus seala-kadarnya saja, seperti menyapu dedaunan kering di halaman. Sementara keempat anaknya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
“Suami saya tidak bisa bekerja mengurus halaman karena sedang sakit.” ungkap Aju Quantina saat ditemui di rumahnya, Jumat, 09 April 2021. |CR-05|