Ini hanya catatan ringan dari sebuah perjalanan ringan juga dari desa Panji, Kecamatan Sukasada. Perjalanan yang biasa saja untuk menyusuri belukar yang menghijau di wilayah Hutan milik Negara yang kini dikelola oleh Desa Panji. Total luasan hutan yang dikelola mencapai 129 hektar, sebuah potensi yang sangat menakjubkan bila dimanfaatkan dengan baik. Didalamnya, ada aliran sungai yang tiada surut hingga kini. Sumber-sumber air ini juga dimanfaatkan oleh desa untuk kesejahteraan desa.
Perjalanan di tengah hutan ini, acak dan tidak satu jalur. Itu dilakukan karena tujuan perjalanan ini sebenarnya untuk meninjau sejumlah pohon yang pernah ditanam bersama. Perjalanan yang dilakukan saat umanis Galungan, atau di Wrespati Dungulan itu untuk menyusur jalur penanaman terdahulu, dua tahun silam.
Perjalanan ini dimulai dari secara mendadak. Awalnya, saat Hari Raya Galungan, Ketua Karang Taruna Desa Panji Wayan Ganesha menginformasikan melalui whatsapp group untuk mengajak beberapa pegiat desa untuk menikmati liburan di umanis Galungan. Libur dengan melakukan perjalanan ringan ke tengah hutan, supaya keliatan gagah.
Sebelum pandemic, para penggiat desa di Desa Panji pernah menanam sejumlah pohon, hitungannya bahkan ratusan pohon ditanam secara bertahap. Beberapa penggiat yang kut selain saya, Gede Ganesha, juga ada Ketua Yowana Desa Adat Panji I Gusti Ngurah Agus Mahendra alias Gusti Hendra. Dia seorang pengusaha desa, pemilik Bengkel Barak Motor yang bermarkas di Desa Panji.
Lalu pernyataan kesiapan disusul oleh pasangan suami istri yang begitu aktif di Karang Taruna Desa Panji Bli Yopik dan Mbok Yasna begitu panggilannya. Usia mereka memang sedikit di atas saya, tetapi semangatnya selalu membara seperti anak-anak muda, mungkin karena keduanya seorang Guru di tingkat menengah pertama jadi semangatnya muda terus.
Di Umanis Galungan pagi hari, cuaca Nampak cerah. Sangat bagus untuk perjalanan pagi, terik matahri yang menyehatkan. Ternyata, bukan empat orang yang ikut, ada pegiat desa yang lain ikut dalam rombongan napak tilas lingkungan ini. Akhirnya ada tujuh orang yang meluncur ke tengah hutan Desa Panji.
Saya sendiri sudah bersiap, dengan berbekal air minum dalam tumbler ukuran 700ml, nasi dengan lauknya yangsudah disiapkan sebelumnya. Ada lauk dari sisa hari Raya Galungan. Dalam pikiran sudah tentu , bahwa makan di tengah hutan di pinggiran sungai akan sangat nikmat.
Cuaca sangat berpihak kepada kami, perjalanan di tempuh dengan kendaaraan bermotor kurang lebih 20 menit. Mengendari santai saja, hanya 40 Km/Jam. Jalan sedikit menanjak.
Tibalah kami di pemberhentian, tepat di kolam penampungan air yang di buat oleh Perusahaan Listrik Tenaga Mikro Muara. Sebuat Perusahaan swasta yang memanfaatkan air sungai untuk sumber listrik.
Kendaraan kami hanya bisa sampai ditempat itu, setelahnya harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. Segera kami menelusuri jalan, disekitar perjalanan awal kita dapat melihat jernihnya air sungai yang mengalir cukup deras, lalu hamparan sawah yang selalu di tanami padi, dan beberapa rumah warga, sampai pada di Bendungan tiying tali.
Di tempat ini, kami sedikit melemaskan kaki, maklum ini perjalanan pertama setelah setahun lebih tidak ke hutan ini. Hutan negara yang kini telah di kelola oleh Desa Panji melalui Lembaga Pengelolaa Hutan Desa.d Buleleng, ada 8 Desa di Kecamatan Sukasada yang diberi kewenanganan untuk mengelola Hutan.
Kami beristirahat sejenak. Juga menghaturkan bakti pada sebuah pelinggih yang ada dihadapan kami. Keyakinan kami sebagai umat Hindu di Bali seperti itu. Memohon keselamatan dan kebaikan ketia kami mengerjakan sesuatu apapun. Jadi niatan kami baik dan mulia.
Ada jalur hutan untuk mencapai titik air terjun cemara, sebuah air terjun tertinggi yang ada pada jalur hutan desa Panji. Jalur ini berbatasan dengan Hutan Desa Wanagiri disebelah selatan dan hutan desa Sambangan disebelah timurnya.
Tidak begitu banyak pohon besar yang ada di hutan desa ini, jika dibandingkan hutan-hutan yang sering ditayangkan dalam program televisi. Memang kalau membayangkan hutan, sepertinya akan banyak pohon-pohon besar. Tetapi penampakan berbeda ketika sudah memasuki area hutan Panji. Beberapa kawasan sudah seperti tanah tegalan, yang ditanami Pohon pisang, Kopi dan sebagainya.
Sembari berjalan, beberapa pohon yang dulu ditanam masih tumbuh dengan baik, meskipun memang persentasenya sangat rendah. Dari puluhan Aren yang ditanam pada jalur tersebut, hanya ditemukan beberapa saja yang bertahan hidup. Tentu ada beberapa faktornya sehingga tanaman tersebut tidak hidup dengan baik.
Ini tentu menjadi catatan, selain melakukan kegiatan penamanan, memang baiknya harus diikuti dengan kegiatan perawatan untuk memastikannya tanaman tersebut mendapatkan hak untuk hidup dengan baik.
Tapi pertanyaanya, siapa yang akan melakukannya? Mampukan hanya anak muda yang masih harus berjuang untuk bertahan hidup melakukannya sendiri? atau Perlu partisipasi dari stakeholder lainnya?.
Dalam perjalanan itu, tampak beberapa pohon tumbang. Juga melihat saluran air yang bocor. Entahlah, apakah itu saluran air milik Desa Panji, atau yang lain. Karena selama perjalanan itu, ditemukan cukup banyak pipa saluran air desa.
Tetapi menurut Ketua Karang Taruna Panji yang juga Pengawas Bumdes Bhuana Utama Desa Panji, Gusti Hendra, yang memandu perjalanan menyampaikan bahwa salurah air yang bocor itu bukan milik desa Panji.
Perjalana sempat tersesat, karena jaur tertutup oleh rumput liar yang menjulang tinggi. Kesuburan rumput tersebut dampak dari intensitas hujan yang panjang beberapa bulan belakangan ini. Itu menutupi jalur perjalanan dan membuat tersesat. Akhirnya, diputuskan untuk mencari jalur ke bendungan tiying tali. Jadi kami tidak mengguakan satu jalur saja.
Setelah kembali beristirahat di Bendungan Tiying Tali, perjalanan menuju sumber air desa Panji yakni sumber air muara. Jalurnya cukup licin, beberapa kali terpelanting, termasuk Mbok Yasna harus terjatuh meski tidak sampai menimbulkan cedera.
Sumber air muara ini sendiri tidak hanya dimanfaatkan oleh Desa Panji tapi juga oleh desa Baktiseraga. Derasnya kucuran air menjulang dari belahan tebing. Airnya begitu jernih dan dingin. Nikmat untuk diminum, airnya murni.
Kami beristirahat sejenak disana untuk berdoa sekaligus mengucap syukur atas keberadaan sumber air tersebut, karena kami bisa menikmatinya dirumah-rumah kami, untuk keperluan sehari-hari yang disalurkan dengan sangat baik oleh Pengelolanya.
Perjalanan kami lanjutkan menuju Air terjun Dedari, tidak jauh dari sumber air Muara, Air terjun dedari lebih rendah dibadingkan air terjun Cemara. Tapi tentu tidak kalah cantik pemandangan dan sejuknya airnya. Setelahitu, perjalanan dilanjutkan ke Air Terjun Canging.
Disinilah, kami mengeluarkan makanan dan minuman. Dengan suasana sungai yang mengalir deras, makan kami lahap. Apakgi, suara kicaun burung saling bersahutan. Cerita liburan Umanis Galungan ini menjadi kebanggaan sendiri, karena para pegiat desa ini mencintai desanya, menyusuri alam desanya. Membanggakan desa sendir pantas dilakukan dengan cara lebih awal mengetahui dan emahami milik desa.
Betapa bersyukurnya hidup seperti di Desa Panji. Desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Singaraja tetapi masih memiliki kawasan hutan, sehingga keberadaan airnya dapat dinikmati untuk kehidupan warga desa. Air dikeola secara professional namun dengan harga yang sangat murah.
Meski saya sendiri memiliki ketakutan akan masa depan hutan ini, mampukah kami menjaganya dengan baik, hutan sendiri menjadi rusak karena ulah manusianya.
Tetapi, Saya harus tetap optimis dengan generasi muda Panji yang semakin peduli dengan desa. Selama semua peduli, maka hutan desa ini akan terawat dengan baik. Percayalah!
Selamat Mencintai Desa.
Penulis : Gede Ganesha (Tokoh Pemuda Desa Panji, Ketua BPD Desa Panji dan Pengabdi Demokrasi)