Warga Sumberklampok Dapatkan Sertifikat Setelah Berjuang Selama 60 Tahun

Seorang warga Desa Sumberklampok menggambar sertifikat di tubuhnya |FOTO : Yoga Sariada|

Singaraja, koranbuleleng.com |Warga desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak riang gembira karena secara resmi telah menerima sertifikat tanah hak milik setelah melalui perjuangan panjang selama 60 tahun. Buah perjuangan itu dipetik saat  era Gubernur Bali, Wayan Koster.

- Advertisement -

Koster menyerahkan sebanyak 720 sertifikat dari 800 sertifikat, Selasa 18 Mei 2021. Sisanya sebanyak 80 sertifikat akan diserahkan pada hari lain.   Begitu riang gembiranya, warga bahkan sempat menggotong Koster usai menyerahkan sertifikat tersebut. Bukan hanya itu, bahkan ada warga yang membuat gambar tatto berupa sertifikat tanah di badannya. Semua itu karena senang yang tiada tara didapatkan warga Desa Sumberklampok setelah berjuang selama 60 tahun.

Pejabat yang lebih sering berkemeja warna merah ini mengakui bahwa penyerahan sertifikat bagi warga desa Sumberklampok adalah catatan sejarah tersendiri bagi Bali. Dia memastikan masyarakat Desa Sumberklampok memiliki kepastian masa depan setelah mendapatkan sertifikat ini setelah memperjuangkan selama 60 tahun.  

“Saya yakin, hari ini merupakan hari bersejarah dan membahagiakan bagi warga Desa Sumberklampok, karena baru mendapatkan sertifikat kepemilikan hak atas tanah secara gratis dibiayai penuh dari APBN, sehingga memiliki kepastian masa depan, setelah mengalami perjuangan yang cukup panjang yaitu selama 61 tahun, sejak tahun 1960.” terang Koster.

Menurut catatan informasi, warga Desa Sumberklampok telah menempati tanah ini secara turun temurun sejak tahun 1923, pada saat itu  terjadi perabasan hutan untuk menjadi kawasan perkebunan oleh Pemerintah Belanda (eigendom verpoonding). Namun warga belum memiliki tanda bukti kepemilikan yang sah. Tanah yang ditempati dan digarap seluas 612,93 hektar.

- Advertisement -

Setelah Indonesia Merdeka pada tahun 1945, maka kawasan perkebunan yang semula dikuasai oleh Pemerintah Belanda menjadi tanah milik negara (Pemerintah Pusat). Kemudian Pemerintah Pusat menyerahkan tanah tersebut kepada Pemerintah Provinsi Bali dengan Surat Keputusan Nomor 797/Ka pada tanggal 15 September 1960.

Pemerintah Provinsi Bali memberikan pengelolaan kepada Yayasan Kebaktian Proklamasi/Veteran untuk diusahakan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Bali No. 715/A.3/2/31,tanggal 16 Juni 1961 dengan mempekerjakan warga “Desa Sumeberklampok”.  

Namun karena pengelolaan dinilai tidak memberikan hasil yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan para pejuang/veteran beserta keluarga maka Dewan Pimpimnan Daerah Legiun Veteran RI Provinsi Bali selaku Pembina Yayasan Kebaktian Proklamasi Provinsi Bali telah mengembalikan kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui surat nomor 132/UM/1/S/MDLV/VII/2010, tanggal 5 Juli 2010.

Selama menggarap dan menguasai tanah tersebut, warga belum memiliki bukti hak kepemilikan atas tanah yang ditempati sebagai tempat tinggal dan lahan garapan. Kondisi ini terus berlanjut, karena ketika warga mengajukan permohonan hak milik, belum ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga, sehingga warga tidak memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap. Hal ini mengakibatkan nasib warga semakin tidak jelas, mengingat sejak tahun 1993 masa pengelolaan tanah oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi telah berakhir.

“Sekitar bulan Agustus tahun 2019, Kepala Desa, Bandesa Adat, dan Tokoh Masyarakat Desa Sumberklampok melakukan audiensi kepada Saya, menyampaikan aspirasi dan keluh kesah warga yang menginginkan agar tanah yang ditempati dan digarap dapat dimohonkan menjadi hak milik dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah. Pada kesempatan audiensi tersebut, Saya mempertimbangkan aspirasi warga tersebut dan meminta waktu untuk mempelajari sejarah serta fakta tanah di Desa Sumberklampok.” tutur Koster.

Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah, dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, Koster mengaku mempertimbangkan permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria.

Gubernur asal Buleleng ini beralasan yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan adalah, pertama secara faktual warga telah menempati/menggarap tanah secara turun temurun  sejak tahun 1923; kedua, warga telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati/digarap sejak tahun 1960; ketiga, secara faktual telah terbentuk Desa Adat Sumberklampok sejak tahun 1930; keempat, secara faktual telah terbentuk Desa Dinas Desa Sumberklampok sejak tahun 1967, Kemudian menjadi Desa dinas yang definitif pada tahun 2000.

“Kemudian Saya mengundang Kepala Desa, Bandesa Adat, dan tokoh masyarakat Desa Sumberklampok (Tim Sembilan) untuk melakukan pertemuan guna membahas komposisi pembagian tanah antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga.’ tambah Koster.

Dia menerangkan setelah melalui diskusi yang mendalam, disepakati komposisi pembagian yang diinginkan oleh pihak warga yaitu sebesar 30% (154,23 hektar) untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70% (359,87 hektar) untuk pihak warga (dari total tanah garapan saja seluas 514,10 hektar).

Dengan demikian, pihak warga memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektar atau sekitar 74,84% (terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektar, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektar, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektar).

Menurut Koster, kebijakan ini sudah merupakan keputusan yang sangat arif dan bijaksana dengan menunjukkan keberpihakan penuh kepada pihak warga Desa Sumberklampok.

Gubernur akhirnya meminta Badan Pertanahan Provinsi Bali untuk melakukan proses pensertifikatan tanah, melalui kebijakan Reforma Agraria serta agar menyelesaikan sertifikat secara cepat. “Saya beberapa kali melakukan komunikasi langsung dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang RI mengenai proses pensertifikatan ini.” Ucapnya.

Koster menilai Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali telah dengan sangat cepat menyelesaikan sertifikat tanah pihak warga sesuai rencana, sehingga untuk tahap pertama ini sudah bisa diselesaikan untuk tanah tempat tinggal pihak warga sebanyak 800 sertifikat, dan tahap kedua akan dilanjutkan dengan pensertifikatan tanah garapan yang akan diselesaikan pada bulan Juni tahun 2021.

“Apa yang diperoleh oleh warga sudah sepatutnya disyukuri dengan penuh perasaan yang sedalam dalamnya. Saya pun ikut berbahagia karena dengan niat tulus dan lurus telah berhasil mengupayakan sehingga pada akhirnya warga Desa Sumberklampok telah memperoleh sertifikat hak milik secara gratis dibiayai penuh dari APBN,” terangnya.

Sementara itu, salah satu warga Putu Mastika menyatakan sangat bergembira setelah mendapatkan sertifikat tanah tersbeut. Sertifikat itu sudah sangat didiamkan sejak nnek moyang mereka pertam akali tinggal di Desa Sumberklampok.

“Tentu kami snagatterharu, kami sangat senang dengan hasilperjuangan ini,” katanya.

Sementara itu, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali Rudi Rubijaya mengatakan rencananya Presiden Joko Widodo akan menyerahkan sertifikat lainnya bagi warga Desa Sumberklampok.

Penyerahan ini, kata Rubi adalah kinerja luar biasa dari Gubernur Bali Wayan Koster dalam memberikan rasa keadilan bagi warga Bali. |NP|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts