Singaraja, koranbuleleng.com | Para pengusaha tahu dan tempe di lingkungan Taman Sari, Kelurahan Kampung Baru, Buleleng, kembali mengeluhkan naiknya harga kedelai hingga mencapai Rp11 ribu per kilogram. Tak hanya itu, kenaikannya pun bisa tiga kali dalam sehari dengan harga yang berbeda-beda. Rata-rata kenaikan dari Rp200 hingga Rp500.
Para pengusaha bingung mencari alternatif untuk menjual tempe dan tahu. Jika membuat tempe dengan ukuran lebih kecil, mereka produksi tempe tidak laku terjual. Karena para pembeli tidak peduli harga bahan baku, mereka hanya mengetahui kalau tempe dan tahunya sesuai ukuran. Selain itu, para pengusaha juga harus menggaji para pegawainya.
Salah satu pengusaha tempe tahu, Arsani, merasakan getirnya akibat kenaikan harga bahan baku kedelai ini. Dia yang sudah turun temurun menjalani usaha ini harus mengatur strategi agar tetap bisa melakukan produksi. Harga kedelai ini ini merupakan termahal dari kenaikan harga sebelumnya.
“Sebelumnya harga naik pernah mencapai delapan ribu lima ratue perkilogram namun tidak lama, turun lagi ke harga normal kisaran ke angka tujuh ribu lima ratus rupiah,” katanya.
Dengan kondisi sekarang, Arsani pun terpaksa mengurangi jumlah produksi dan mengurangi ukuran tempe agar dapat tetap menjual dengan harga biasa. Sedangkan untuk produksi tahu, terpaksa harga jualnya dinaikkan dari harga normal. Meski ada resiko tidak habis dijual namun ia berharap para pelanggaannya mengerti dengan harga bahan baku yang harganya naik fantastis.
“Satu lonjor tempe yang biasa berisi satu kilogram tempe kini dikurangi menjadi delapan ratus gram per. Sedangkan untuk tahu satu ember tahu dijual empat puluh ribu kini dijual dengan harga empat puluh delapan ribu,” terangnya.
Sementara itu, pengusaha lain yang bernama Ramdani mengatakan, jika kenaikan harga kedelai naik sejak hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1442 Hijriah.
Harga kedelai impor saat ini mencapai Rp10.700/kilogram. Sebelumnya hanya Rp6 ribu/kilogram.
“Dari enam ribu perkilo, terus besoknya naik jadi tujuh ribu delapan ratus perkilogram. Siangnya sudah naik lagi jadi menjadi delapan ribu rupiah perkilogram, sore harinya malah jadi delapan ribu lima ratus ribu rupiah perkilogram kilo. Besoknya naik lagi sembilan ribu rupiah, jadi naiknya bertahap sampai hari ini jadi sepuluh ribu tujuh ratus per kilogram,” katanya.
Dengan kenaikan ini, Ramdhani juga mengurangi jumlah produksinya. Dari yang biasanya menghabiskan 50 kilogram kedelai per hari, menjadi 40 kilogram per hari. Hal ini juga praktis berdampak pada keuntungan yang diperoleh. Jika biasanya mencapai Rp 400ribu per hari, kini berkurang menjadi Rp200 ribu per hari.
Sampai saat ini, Ramdani tetap menggunakan kedelai impor, sebab kualitasnya jauh lebih baik. Ia pun berharap kepada pemerintah agar mengatasi masalah ini, sehingga harga kedelai impor bisa kembali normal.
“Saya trauma, kedelai lokal biasanya banyak batu dan tanahnya. Jadi kita membersihkan lagi. Untuk hasil tempenya juga kurang bagus. Kalau pakai kedelai impor, lebih bersih dan kualitasnya lebih bagus,” pungkasnya |ET|