Keluarga Gede Budiarsana di Desa Kubutambahan |FOTO : Edy Nurdiantoro|
Singaraja, koranbuleleng.com | Kematian Gede Budiarsana, 34 tahun, yang dianiaya oleh sekelompo warga di Denpasar menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan teman-temannya serta tetangga dekatnya di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.
Pria yang akrab dipanggil De Budi tersebut dibunuh di wilayah Monang-Maning Denpasar, Jumat 23 Juli 2021. Banyak yang bercerita, semasa hidupnya dia terkenal ramah dan suka bergaul. Budiarsana selalu menyempatkan diri untuk berkumpul bersama keluarga maupun teman-temanya ketika pulang ke kampung halamanya.
“Orangnya ramah, suka bergaul. Kalau sudah di rumah pasti bikin acara masak-masak bersama teman-teman di desa,” ujar keponakan almarhum, Kadek Benny Wandana
Benny tak menyangka jika pamannya meninggal dengan cara sadis. Padahal 3 hari sebelum Budiarsa dikabarkan meninggal, korban sempat pulang kampung bersama kakaknya, Ketut Widiada, 37 tahun.
Saat itu, korban pulang lantaran ada upacara agama di kampung halamanya. Kemudian keduanya kembali lagi ke Denpasar pada Jumat 23 Juli 2021 untuk bekerja sebagai satpam di salah satu tempat usaha di Denpasar.
“Lihat di grup WA, dan sosial media ada yang share foto KTP atas nama Gede Budiarsana. Saya awalnya belum berani memastikan apakah yang meninggal itu paman saya. Setelah dicek ternyata benar,” lanjutnya
Saat ini pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke polisi. Pihaknya pun mengaku belum mengetahui kapan akan dilaksanakan upacara, lantaran pihaknya belum mengetahui secara pasti pemulangan jenazah Budiarsana karena harus melalui otopsi.
Termasuk kakak Budiarsana yang juga menjadi korban. Saat ini kakak korban masih proses pemulihan lantaran terluka terkena senjata tajam.
Sementara itu, ibu korban, Ni Nyoman Sri Mini, 65 tahun, ketika ditemui di rumahnya tak bisa menyembunyikan rasa kesedihan karena kehilangan anak bungsunya. Selain dikenal ramah, korban juga tulang punggung di keluarga. Selain menafkahi istri dan ketiga anaknya, korban juga membiayai ibu serta keluarganya di kampung.
“Bapaknya belum ada setahun meninggal, sekarang dia (Budiarsana). Saya sayang sekali sama anak saya ini. Kenapa tidak saya saja yang meninggal” ujarnya sambil meneteskan air mata
Sebelum meninggal, Sri Mini mengaku sejak enam hari lalu, ia selalu merasa kangen dengan korban Budiarsana. Bahkan, Srimini berkali-kali sempat menghubungi sang anak untuk melepas kangen melalui panggilan video.
Dalam panggilan video tersebut, Budiarsana sempat beberapa kali melambaikan tangannya kepada Srimini, bahwa akan pulang lagi dua hari ke Kubutambahan untuk melayat. Pasalnya ada keluarga yang meninggal dunia.
“Anak saya ini sibuk kerja, makanya malam-malam baru bisa telepon. Agak aneh, soalnya terus merasa kangen sama anak saya ini” kenang Sri Mini
Saat ini, pihak keluarga pun berharap, pemerintah bisa membantu keluarga serta istri dan tiga anak Budiarsana agar setidaknya anak-anaknya tidak putus sekolah.
Disisi lain, Kadus Kubuanyar, Desa Kubutambahan, Gede Tulis Astawan mengaku akan berusaha membantu bersama pemerintah Desa Kubutambahan untuk mencarikan bantuan bagi ketiga anak korban sehingga tetap mendapat pendidikan.
“Biar terdata dulu masuk DTKS. Nanti bantuan sosial dari relawan juga diusahakan, sehingga tetap terjamin pendidikannya,” singkatnya. |ET|