Perajin kain tenun |FOTO:Edy Nurdiantoro|
Singaraja, koranbuleleng.com | Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini sangat berpengaruh terhadap dunia perekonomian. Mulai dari pedagang, petani, pelaku pariwisata, pelaku industri, termasuk perajin. Para pelaku usaha ini sangat berdampak akan pandemi yang hampir dua tahun berlangsung.
Meski demikian, seorang pembuat kain tenun Wayan Suliani asal Dusun Dangin Margi, Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng tetap optimis dengan situasi pandemi COVID-19 yang terus kasusnya terus melonjak.
Hingga saat ini, Ibu dua anak ini masih bergelut dengan pesanan kain tenun dengan berbagai motif. Saat dikunjungi di rumahnya, terlihat tangannya terampil menenun agar sesuai dengan motif pesanan yang diminta para pelanggannya.
“Oredaran naik turun. Dari pengepul dan toko langganan kan juga terdampak pandemi.” ujarnya
Perempuan berusia 44 tahun ini mengakui, jika pekerjaan menenun sudah diwariskan dari sang nenek, lalu ke Ibunya. Suliani mengakui, jika pekerjaanya merupakan satu-satunya penghasilan utama di tengah kondisi pandemi.
Sampai saat ini, ia hanya bisa membuat tenun untuk dijual ke pengepul. Sebab untuk memulai sendiri usaha, masih banyak memerlukan uang sebagai modal, ditambah perekonomian sulit seperti sekarang.
“Semoga tetap lancar, meski di situasi pandemi seperti sekarang, masih ada yang memesan. Karena ini harapan satu-satunya saya dan keluarga,” harapnya
Dalam sebulan, Suliani bisa menyelesaikan sampai 4 kain yang sudah jadi dan motifnya sesuai dengan permintaan dari konsumennya. Sementara untuk harganya, kisaran Rp1,5 Juta sampai dengan Rp3 Juta, tergantung bahan dan juga motifnya.
Hal yang sama dirasakan I Putu Sudana perajin Bokor asal kelurahan Beratan, Buleleng. Ia tetap memproduksi pesanan sesuai dengan keinginan konsumen meski pesanan sepi.
Sudana mengakui, jika pesanan yang diterima tak sebanyak sebelum pandemi. Dulu, Sudana selalu kewalahan untuk membuat pesanan. Namun ia mengaku masih tetap bersyukur, meskipun harga bahan baku juga mengalami kenaikan yang mulanya Rp200 ribu sekarang menjadi Rp300 ribu .
“Sebelum pandemi kami kewalahan menerima orderan. Sekarang sepi, tapi mau bagaimana lagi. Yang penting jalan dulu,”katanya. |ET|