Banyuwangi, koranbuleleng.com | Desa Taman Sari di Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dinobatkan sebagai salah satu 50 desa wisata terbaik desa wisata Indonesia Bangkit dalam Anugerah Desa Wisata 2021. Predikat tersebut diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
Desa ini sukses menjadikan warganya menjadi tuan di rumah sendiri. Dengan melibatkan warga sebagai subyek pembangunan, desa Taman Sari berhasil memadupadankan pariwisata dengan teknologi informasi komunikasi. Semua serba digital di desa ini. Beberapa lokasi wisata tersohor di desa ini adalah Kawah Gunung Ijen sebagai sebuah Cagar Alam. Desa Taman Sari tidak secara langsung mengelola Taman Wisata, namun hanya mengelola Kawasan saja diluar lokasi utama.
Selain berdekatan dengan Cagar Wisata Ijen, Taman Sari juga mempunyai sejumlah destinasi wisata. Dua yang terkenal adalah Taman Gandrung Terakota dan wisata alam Sendang Seruni. Kekayaan alam inilah yang dikelola secara mandiri oleh Desa Taman Sari dengan mengedepankan platform digital.
Desa Taman Sari berada di 20 kilometer arah barat dari kota Banyuwangi. Desa ini juga berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bondowoso. Berada di ketinggian sekitar 650 meter diatas permukaan laut, desa ini memiliki curah hujan yang tinggi dan dikelilingi kawasan hutan dan perkebunan.
Dari Banyuwangi, desa ini bisa ditempuh dalam durasi waktu kurang lebih empat puluh lima menit dengan menggunakan bus pariwisata. Sebagian jalan menyusuri kelokan dan batas kanan dan kiri dimanjakan Kawasan perkebunan maupun persawahan. Kelemahannya, lebar jalan memang kurang memadai sehingga bus berukuran besar harus lebih hati-hati menyusur jalan berkelok.
Karakter alam di Desa Taman Sari hampir mirip dengan sejumlah desa yang ada di Buleleng seperti desa-desa yang ada di wilayah Kecamatan Busungbiu.
Dari potensi perkebunan, di Desa Taman Sari juga hidup subur tanaman Cengkeh, kopi maupun buah-buahan bahkan persawahan.
Namun, perangkat Desa Taman Sari mengelola potensi desanya selangkah lebih maju dengan memanfaatkan teknologi informasi dan mengikat segala bentuk kegiatan dengan regulasi yang memihak warganya. Sementara BUMDes sebagai leading sector untuk seluruh pergerakannya. Namun dibalik itu juga, kunci keberhasilan desa ini maju adalah semua elemen taat terhadap komitmen.
Kepala Desa Taman Sari, Rizal Sahputra, adalah anak muda. Dia menceritakan sebagai komitmen pemerintah desa memberdayakan warganya, sejak tahun 2011 Pemerintah Desa Taman Sari mengeluarkan regulasi larangan untuk operasional dari investasi toko berjejaring. Dampaknya, warga bisa membuka sendiri gerai-gerai toko modern di desanya sendiri.
Di bidang akomodasi pariwisata, Pemerintah Desa Taman Sari hanya mengijinkan investasi hotel minimal bintang 3. Dibawah bintang tiga tidak dibolehkan karena segmen itu hanya dikelola oleh warga dengan membuka homestay.
Operator bisnis akomodasi berbasis online juga tidak diperkenankan menjadi lokasi pemasaran, namun pemerintah sudah menyediakan aplikasi digital untuk memasarkan potensi daerahnya dengan platform digital tersebut. Desa ini rajin melakukan kampanye di social media semacam facebook,youtube dan lainnya.
“Jadi, kami membangun daerah dengan kekuatan lokal yang ada.” ujar Riza Sahputra saat Rombongan Jurnalis yang bertugas di Kabupaten Buleleng, Bali bersama Sekretariat DPRD Buleleng melakukan kunjungan ke desa tersebut, Selasa 26 Oktober 2021.
Smart kampung, adalah program digitalisasi yang ampuh memajukan desa tersebut. Program digitalisasi itu menjadi program yang harus dilakukan Desa Taman Sari untuk memajukan desa. Walaupun diawal-awal sering terjadi trial and eror, namun proses berdaya itu harus berjalan dengan baik. Disitu, kata Rizal, tidak ada seorang Superman atau kekuatan satu orang untuk mengerjakan segala bentuk pembangunan, namun wajib kebisaan itu diturunkan kepada yang lain.
“Kami mendorong kapasitas manusia di mulai dari pemerintah desa dan dinilai tepat. Ini sebagai program memaksa, tidak ada pilihan lain lagi.” tegasnya.
Pemanfaatan teknologi Informasi tersebut sudah mulai dijalankan sejak tahun 2015 silam. Sebagian platform memang ada yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan masing-masing desa hanya memanfaatkannya.
Jadi ada sirkulasi pelayanan secara online antara desa, Pemkab Banyuwangi, Pemprov Jawa Timur dan para pelaku usaha. Pemerintah telah memberikan koridor dan desa tinggal menjalankan. “Tapi Harus selalu muncul ide untuk menguatkan kearifan lokal.” tambahnya.
Dari sirkulasi pelayanan secara online tersebut, konektifitas berjalan efektif antara Pemerintah Desa Taman Sari dengan dengan Masyarakat, pihak ke 3, lembaga desa, program pembangunan desa.
Rizal mengatakan ketika desa sudah berdaya ternyata pihak ke tiga langsung secara otomotis mengapresiasi. Mulai dari lembaga swasta, BUMN ikut mendorong terciptanya pasar hasil produksi masyarakat.
Dalam kontek wisata, tidak ada unit dikuasai oleh BUMDes. Penguatan tetap pada masyarakat melalui kelompok masyarakat. “Semua terkoordinasi demgan Bumdesa diikat dengan perjanjian atau MoU,” ucap Rizal.
Bumdes tidak menjadi pusat dari segala usaha, namun lebih sebagai payung hukum bagi unit-unit usaha yang didirikan oleh masyarakat. Bagi pemerintah Desa Taman Sari, semakin kuat dan mandirinya ekonomi masyarakat, maka semakin kuat pula Bumdes-nya.
“Pemerintah desa hanya meminta 5.5 juta setiap bulannya kepada Bumdes. Tidak seperti aturan yaitu 30 persen dari pendapatan yang diterima, karena kami menekankan pada pengembangan pariwisata” ujar Rizal.
Semua kuat dibawah dan pemimpinnya tinggal melakukan improvisasi untuk semakin menguatkan bisnis yang dikelola oleh masyarakat.
Selain koridor yang telah disiapkan oleh pemerintah, Desa Taman Sari juga menyiapkan platform digital secara mandiri melalui pengembangan aplikasi. Itu mempermudah konektivitasnya termasuk untuk mengetahui jumlah kunjungan wisata dan transaksi dihasilkan. ”Kadang kami memang butuh kecepatan sehingga harus membuat platform secara mandiri.” ujarnya.
Rutinitas Festival
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang paling rutin menggelar festival. Festival bahkan tidak hanya digelar di kota,namun menyebar ke desa-desa. Beberapa tahun lalu sebelum pandemi COVID-19, di Desa Taman Sari sempat digelar Jazz Gunung Ijen. Festival musik tersebut bahkan kerap menampilkan musisi-musisi ternama tanah air.
Menurut Rizal, Festival itu bukan untuk foya-foya. Ada beberapa tujuan penting yakni promosi, edukasi dan hiburan untuk masyarakat. Masyarakat jika sudah bergembira maka akan lebih mudah dilibatkan dalam proses pembangunan.
“Bahkan di Banyuwangi ini ada festival toilet bersih. Itu kan bagian dari upaya promosi wisata bersih juga edukasi. Sebagai tujuan wisata wajib memiliki toilet yang bersih maka masyarakat juga secara sadar menjaga kebersihan toilet,” tambahnya.
Kemajuan Desa Taman Sari memang berdampak pada tingkat kehidupan yang lebih baik untuk warganya. Ketika pendapatan masyarakat baik secara otomotis pendapatan desa juga naik.
“Tapi tidak semata PAD dulu yang diutamakan, namun ada sisi sosialnya yang lebih awal dibangun untuk melibatkan masyarakatnya,” ujar Rizal.
Bagi Hasil
Dua obyek wisata di Desa Taman Sari,Taman Gandrung Terakota dan Wisata Alam Sendang Seruni merupakan destinasi alamyang tersohor di Banyuwangi.
Wisata Ketua Lembaga Desa Wisata, Mahsun mengatakan di Taman Gandrung Terakota terdapat sekitar tujuh ratus lebih patung Tari Gandrung sebagai ikon Banyuwangi. Sementara Wisata Alam Sendang Seruni merupakan wisata yang memamerkan kekayaan alam dan dunia konservasinya. Di wisata alam Sendang Seruni terdapat wisata air dan hutan bambu sebagai ciri khas desa. Di kawasan seluas 1,5 hektar ini terdapat tujuh jenis bambu lokal yang masih dilestarikan sampai kini. Masyarakat dilarang untuk menebang bambu tersebut.
“Jika masyarakat membutuhkan bambu, bisa mencari di wilayah perhutani,” ujar Mahsun.
Dua obyek wisata itu, dikelola oleh kelompok sadar wisata Desa Wisata Taman Sari atau Dewi Tari. Dari dua obyek tersebut, BUMDesa bisa menghasilkan laba kotor hingga Rp1,9 Miliar setiap tahun.
Bagi hasil dilakukan secara adil sesuai dengan standarisasi. BUMDesa mendapatkan 30 persen dan kelompok masyarakat mendapatkan 70 persen. “20 persen untuk pengembangan obyek, 10 persen untuk sosial, dan 40 persen untuk dana operasional.” terang Mahsun. (*)
Pewarta : I Putu Nova A.Putra