Lahan tambak garam di Desa Pejarakan|FOTO : Yoga Sariada|
Singaraja, koranbuleleng.com| Jumlah produksi garam dari sentra produksi garam di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, pada tahun ini menurun karena anomali cuaca. Membandingkan kondisi tahun-tahun sebelumnya yang mampu memproduksi garam lokal hingga 15 ribu ton, para produsen garam di lokasi itu hanya mampu memproduksi garam hingga 5000 ton.
Ketua Kelompok Petani Garam Desa Pejarakan, Iksan, mengatakan, jumlah produksi garam yang rendah berdampak pada harga garam di tingkat produsen menjadi naik. Jika biasanya harga garam perkilogram mencapai Rp500, kini
naik menjadi Rp700 per kilogram. Sementara di tingkat distributor mencapai Rp1.300 hingga Rp2000 per kilogram karena sudah melalui proses pengemasan dan penghalusan.
Iksan menyebut, faktor utama anomali cuaca menjadi penentu menurunnya jumlah produksi garam. Di bulan September lalu, para petani garam sebenarnya sudah hendak panen. Tetapi karena hujan mendahuli, produsen harus menunggu satu bulan kedepannya. “Itu pun kalau cuacanya terik. Makanya tahun ini jumlah produksinya berkurang hanya 5000 ton,” katanya, Minggu, 7 November 2021.
Garam yang diproduksi oleh petani di Desa Pejarakan, paling tinggi disebar ke kabupaten Karangasem. Biasanya, garam digunakan untuk bahan mengasinkan ikan, serta untuk menunjang pakan ternak.
Iksan juga bercerita, luas lahan tambak garam yang ada di Desa Pejarakan mencapai 200 hektar, dimana 50 hektar diantaranya adalah milik warga di desa setempat, sementara sisanya adalah lahan milik pemerintah dan pihak ketiga. Dari 200 hektar tambak garam itu, digarap oleh 170 orang petani di desa setempat.
IKsan Bersama sejumlah produsen garamdi Pejarakan menyambut baik Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. SE tersebut dikatakan bisa melindungi produksi garam lokal bali tanpa yodium untuk dipatenkan, serta dapat dijual ke pasar yang lebih luas.
Dia juga bersiap jika pemerintah memberikan pendampingan sehingga produk garam yang dihasilkan petani bisa lebih berkualitas, dengan pengemasan yang menarik.
“Sejauh ini itu yang jadi kendala. Kalau masalah harga memang tergantung cuaca. Kalau cuaca bagus harganya justru murah. Ini karena anomali cuaca, makanya naik Rp 700 per kilo,” ujarnya.
Sementara Gubernur Bali Wayan Koster sempat meninjau sentra-sentra produksi garam di desa Pejarakan, Sabtu 7 Nopember 2021. Potensi garam di Desa Pejarakan sangat besar, mengingat lahan yang dimiliki mencapai ratusan hektar bahkan menjadi wilayah dengan tambak garam terluas di Bali.
Koster memastikan SE Nomor 17 Tahun 2021 berpihak pada rakyat dengan cara memberdayakan para produsen garam dari hulu hingga ke hilir. Salah satunya dengan membentuk koperasi, pendampingan pengelola produksi garam secara professional salah satunya melalui pengemasan. Surat edaran tersebut membuka peluang garam lokal di Bali bisa dipasarkan ke supermarket, hotel dan restoran.
“Koperasi ini akan saya bentuk sebagai Kelompok Bersama Satu Pintu, khusus untuk mengelola garam yang diproduksi di Desa Pejarakan. Nanti akan kami bantu lewat CSR, agar garam yang diproduksi bisa dikemas lebih menarik, serta terjamin kebersihannya. Tetap dijaga tradisionalnya, jangan dicampur dengan yodium,” jelasnya.
Pemprov Bali juga meminta agar Pemkab Buleleng mewajibkan masyarakatnya mengonsumsi garam lokal Buleleng, baik yang diproduksi di wilayah Desa Pejarakan, Desa Tejakula, dan Desa Les. Pemasaran garam lokal Buleleng juga diperluas ke daerah-daerah yang tidak penghasil garam. |YS|