Kejagung RI Telusuri Mafia Tanah dalam Rencana Pembangunan Bandara di Buleleng

Singaraja, koranbuleleng.com | Tim Pemberantasan Mafia Tanah Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pengecekan di lahan Desa Adat Kubutambahan, Buleleng, Kamis 10 Februari 2022.

Pengecekan berkaitan dengan adanya indikasi mafia tanah di lahan perbukitan yang dikenal dengan nama bukti Teletubbies. Lahan seluas 370,8 hektare itu juga disebut-sebut akan menjadi lokasi pembangunan bandara Bali Utara.

- Advertisement -

Kedatangan tim Kejagung disambut dengan bentangan dua baliho berukuran besar dari warga Desa Kubutambahan. Baliho tersebut bertuliskan “Kami masyarakat Desa Kubutambahan, mendukung pembangunan bandara internasional Bali Utara di Desa Kubutambahan” dan “Kami masyarakat Desa Kubutambahan mendukung penuh tim pemberantasan mafia tanah Kejaksaan Agung untuk memberantas kasus mafia tanah di Kubutambahan”.

Pantauan di lapangan, Tim Kejagung tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 Wita, didampingi tim dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng. Pengecekan tersebut dipimpin langsung oleh Koordinator pada Direktorat B Jamintel Kejagung, Teuku Rahman didampingi Kepala Kejari Buleleng, I Putu Gede Astawa.

Mereka memastikan tidak ada bangunan dari PT Pinang Propertindo yang berdiri di atas lahan tersebut. Tim meminta keterangan sejumlah warga yang ada di lokasi. Pengecekan berlangsung sekitar 15 menit. 

Koordinator pada Direktorat B Jamintel Kejagung, Teuku Rahman, belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait pengecekan lahan terkait adanya indikasi mafia tanah di Kubutambahan.

- Advertisement -

“Nanti saja,” singkat Teuku Rahman sembari meninggalkan lokasi.

Perwakilan warga Kubutambahan, Ketut Ngurah Mahkota mengatakan, masyarakat mendukung proyek pembangunan bandara Bali Utara di Kubutambahan. Namun lahan yang rencananya akan menjadi lokasi pembangunan bandara sudah disewakan ke pihak PT Pinang Propertindo dengan batas waktu yang tidak ditentukan.

Menurutnya, perjanjian sewa itu dilakukan sepihak. Hal itulah yang membuat pihaknya keberatan.

” Kami menolak perpanjangan sewa kontrak 2012 sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Karena itu tidak berdasarkan paruman. Itu yang kami usulkan kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Ngurah Mahkota 

Warga lainnya, Gede Suardana, menilai PT Pinang Propertindo sebagai penipuan. Hal tersebut lantaran tidak ada bangunan yang dibuat di atas lahan yang disewa hingga saat ini. Selain itu keberadaan perusahaan itu juga tidak jelas.

“Saya sudah telusuri, perusahaan ini tidak ada kantornya di Jakarta itu. Saya cari ke alamat rumahnya dikatakan bukan juga,” kata Suardana.

Di sisi lain, di lahan tersebut juga terdapat tanah milik Desa Adat Yeh Sanih, Kecamatan Kubutambahan, yang lokasinya berdampingan dengan tanah Desa Adat Kubutambahan. Tanah seluas 58 hektar itu sempat diwacanakan sebagai landasan pacu bandara. Namun tanah itu dikontrakkan oleh seseorang tanpa sepengetahuan Bendesa Adat Yeh Sanih, Jro Nyoman Sukresna.

Proses sewa menyewa lahan milik Desa Adat tersebut, sama sekali tidak melibatkan pihak pengurus Desa Adat.

“Kami tidak tahu dikontrakkan sampai kapan. Dan kami tidak tahu dia kapan mengontrakkan. Yang bersangkutan tidak pernah berkoordinasi dengan desa adat,” katanya

Bendesa Sukresna mengaku sudah menyampaikan hal itu ke Tim Pemberantasan Mafia Tanah Kejagung. Dalam waktu dekat, pihaknya akan dipanggil untuk diminta keterangan lebih lengkap.

“Tadi sudah kami sampaikan permasalahan tanah yang ada di Desa Adat Yeh Sanih. Tanah Desa Adat Yeh Sanih sudah dikontrakan oleh seseorang pada tahun 2015 dengan inisial DKP” pungkasnya.

Dalam kasus dugaan Mafia tanah ini, Tim Pemberantasan Mafia Tanah disebut telah meminta keterangan pada 7 orang yang terkait dengan hal tersebut. Sebanyak 2 orang pejabat di Pemkab Buleleng, 2 orang dari Kantor Pertanahan, serta 3 orang dari Desa Kubutambahan.|ET|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts