Cerita Rakyat Bisa Jadi Cermin Kehidupan dan Budaya Masyarakat

Singaraja, koranbuleleng.com | “Getih…getih…nyak ja ko maurip jani, Idup uraanga meneh bin men jaum”

Begitulah sepenggal kalimat dari sebuah cerita asli dari Desa Pedawa yang diucapkan oleh salah seorang warga Desa Pedawa saat menampilkan karya sastra yang berjudul I Jaum di Kantor Desa Pedawa Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Kamis 24 Februari 2022.

- Advertisement -

Terlihat beberapa orang yang turut hadir menyaksikan penampilan tersebut, berasal dari beberapa kalangan yakni dari Pemerintah Kabupaten Buleleng, Pemerintah Desa Pedawa, dan para tokoh masyarakat Desa Pedawa.

Pembacaan karya sastra daerah itu terkait dengan agenda rapat koordinasi antar instansi dalam rangka implementasi model perlindungan sastra daerah di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Acara ini diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali sebagai langkah awal dalam revitalisasi satua bali “I Jaum” yang merupakan cerita rakyat asli Desa Pedawa.

Kegiatan revitalisasi sastra lisan ini merupakan upaya pemerintah untuk terus melestarikan bahasa-bahasa lokal yang statusnya terancam punah. Seperti halnya di Desa Pedawa. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh pihak Balai Bahasa Provinsi Bali diketahui bahwa karya sastra I Jaum dinyatakan telah dalam kondisi terancam punah. Hal ini disebabkan oleh karena pewarisan antar generasi muda tidak dilaksanakan dan berhenti pada tahun sekitar generasi tahun 1990 an.

“Kami menemukan cerita I Jaum dituturkan oleh dadong Neon, serta ada tujuh penutur dari berbagai generasi mulai dari generasi 40an sampai generasi 80an. Dan ini membuktikan kegiatan semacam ini perlu dilestarikan tidak hanya dilakukan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali namun perlu menggandeng instansi terkait yang ada di Kabupaten Buleleng” ujar Ketua Panitia Tim Revitalisasi Sastra Lisan, Puji Retno Hardiningtyas.

- Advertisement -

Ia lanjut menuturkan bahwa tujuan kegiatan ini dilaksanakan ialah untuk mensosialisasikan program perlindungan sastra menjadi program unggulan badan pengembangan dan pembinaan bahasa. Kemudian melindungi bahasa daerah melalui medium sastra lisan atau cerita rakyat di Desa Pedawa serta melestarikan cerita lisan kepada penutur muda. Adapun langkah yang dilaksanakan oleh badan bahasa itu dibagi atas lima langkah yakni pemetaan bahasa, vitalitas bahasa, konservasi bahasa, revitalisasi bahasa dan registrasi. Sementara itu basis revitalisasi yang dilakukan oleh balai bahasa menggunakan basis komunitas.

“Jadi output dari revitalisasi sastra lisan ini ada tiga yakni pertunjukan bekerjasama dengan komunitas sabih, komunitas film bali aga dan komunitas kayoman. Selanjutnya penertiban atau cetak yang akan disebarluaskan ke bali dan seluruh Indonesia. Serta alih wahana yakni pengolahan cerita I Jaum menjadi audiobook” Jelasnya.

Sementara itu I Wayan Sadyana dari Komunitas Literasi Sabih menceritakan bahwa ketika merekontruksi cerita I Jaum ini tidaklah mudah karena cerita antar generasi itu berbeda-beda. Dirinya menyinggung bahwa cerita rakyat beberapa hal memang benar-benar punah. Bahkan di generasi 80an dengan generasi 70an ada penggalan-penggalan yang hilang. Maka dari itu dilakukanlah proses rekontruksi. Jadi urgensi cerita rakyat ialah kerangka pikir yang berkaitan modus besar kebudayaan.

“Jadi lingkungan tempat masyarakat berada akan tercermin dari bagaimana cerita rakyat itu” ungkapnya.

Ia lanjut menceritakan terkait pemaknaan yang terkandung dalam cerita rakyat I Jaum tersebut. Dari tokoh yang ada dalam cerita rakyat dimaknai dengan konsep kiri dan kanan. Kanan diibaratkan sebagai dadong atau leluhur yang memiliki makna kebaikan. Sedangan kiri sebagai perwujudan sifat-sifat keraksasaan. Dia menjelaskan bahwa konsepsi jaum berarti rajutan atau merajut ruang-ruang diri untuk mencari apa kesalahan, kelemahan, kegagalan dalam diri dan apa yang akan dilakukan kedepan untuk memperbaikinya.

“Jadi I jaum adalah sebagai gambaran dinamika pencarian, pengenalan, termasuk pergulatan yang akan menjadi kata kunci dari pencapaian spiritualitas” tegasnya.

Di lain sisi I Wayan Sukrata, S.Pd salah satu tokoh masyarakat di Desa Pedawa menjelaskan bahwa menurutnya pesan moral yang dapat diambil dari kisah dalam cerita rakyat I Jaum tersebut ialah kita sebagai seorang haruslah senantiasa mendengarkan pesan dari orang tua dengan seksama sebelum melakukan suatu tindakan. Kedua terkait dengan pelestarian lingkungan.

“I Jaum tidak mungkin bisa selamat tanpa adanya tanaman yang melindunginya, ini kan yang menyelamatkan I Jaum kan tanaman yang kokoh. Nah kembali sekarang yang paling kokoh ialah pohon bringin dan pohon kelapa. Sehingga pohon beringin perlu kita tanam untuk perlindungan” Ucapnya.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Toha Machsum, S.Ag., M.Ag. mengatakan bahwa sastra, budaya, dan bahasa merupakan aset tak benda. Sebagai sebuah aset tentunya harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan oleh semua elemen masyarakat. Baik dari pemerintah maupun masyarakat di daerah. Persoalan revitalisasi ini tidak hanya difokuskan pada budaya dan bahasa yang hampir punah, akan tetapi bisa juga dilakukan pada budaya, bahasa, sastra yang masih dilestarikan oleh masyarakat. Hanya saja yang diprioritaskan ialah bahasa yang hampir punah. Jangan sampai ketidakpedulian masyarakat menyebabkan kekayaan budaya, bahasa, maupun sastra yang dimiliki itu mengalami kepunahan. Bahkan ada kemungkinan kekayaan tersebut akan diklaim oleh negara tetangga.

“Karena bahasa, budaya dan sastra itu merupakan organisme yang kehadirannya itu tidak kekal. Dia lahir, tumbuh, berkembang dan kemudian bisa saja punah bila tidak dilestarikan” pungkasnya.|WK|

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts