Nyepi di Desa : Cerita Kenangan dan Amati Gadget

Tulisan ini bercerita soal pengalaman dan ingatan yang berubah mengenai tradisi nyepi di suatu desa, di kaki Gunung Batukaru. Empat dekade perubahan pengalaman dan ingatan itu sangat tampak. Maka pengalaman nyepi anak-anak tidak lagi sama dengan pengalaman orang tuanya. Mungkin, sebelum terjadi perubahan pesat, puluhan atau mendekati seabad pengalaman tradisi nyepi di antara dua atau tiga generasi masih sama.

Tidak ada yang tahu, rahasia ajaran apa yang ada di balik nyepi di desa ini. Para mangku desa hafal tentunya dengan berbagai upakara tawur agung sasih kesanga. Ini adalah upacara pecaruan paling besar dan utama karena hewan korban seekor sapi. Siang hari warga desa ngayah atau ngerateng  di blagung (dialek setempat untuk menyebut bale agung, pura terbesar di desa).

- Advertisement -

Timbungan

Sapi disemblih dengan prumpak doa dalam bahasa Bali Aga. Warga menyiapkan menu utama untuk seluruh warga, timbungan. Bahan utama daun jangulam (dialek setempat untuk janggarulam). Jangulam yang sudah dilumatkan dicampur bumbu genep dengan aroma kuat bangle, dicampur daging sapi halus, sampai terjadi kombinasi masem sepet jangulam dengan bau khas (ngas) daging sapi. Lantas dimasukkan ke dalam ruas-ruas bambu muda (jenis tiing tali, bambu ukuran terbesar di desa ini). Api besar akan membakar ruas bambu hingga timbungan matang. Bara api kayu kopi menyempurnakan cita rasa dalam puluhan hingga mendekati ratusan ruas bambu.

Sekitar pukul 10.00 wita ngerateng  telah hampir selesai. Ibu-ibu akan menuju blagung membawa ajengan. Tiap ibu membawa nasi dalam sokasi dan saya mengambil satu jembung ukuran besar. Acara selanjutnya, ngawes. Warga menyiapkan nasi dan timbungan sejumlah warga desa (antara 800-1000) kawesan dalam don basih, daun tumbuhan liaryang lebarnya di urutak kedua di bawah daun teep. Setelah kawesan siap, warga desa kembali ke blagung untuk nyuang kawesan. Di rumah akan menjadi santapan yang penuh daya berkah.

Tetapi cita rasa kawesan sudah tidak begitu kuat lagi dalam memori rasa anak-anak desa, milineal. Cita rasa mereka telah terkontaminasi dengan berbagai jenis cita rasa masakan walaupun hanya di dunia metaverse. Karena itu, komposisi makna timbungan  be sampi tidak nikmat dan sekuat dulu. Pokoknya disrupsi terjadi hingga ke cita rasa di desa ini.

- Advertisement -

Bagi anak desa, nyepi adalah oncor atau obor bambu, dengan bahan bakah minyak tanah (lengis gas). Mereka membuat berbagai kreasi atau oncor  yang bercabang dengan batang bambu yang panjang. Sementara itu, orang tua menyiapkan prakpak dari bambu. Anak-anak laki-laki membawa oncor itu berjalan di desa dalam arak-arakan yang mirip pawai pada malam pengrupukan. Ini disebut mebuu-buu. Arti katanya tidak jelas. Kamus bahasa Bali tidak pernah menulis entri ini. Kata yang sangat lokal. Hanya dikenal di desa ini.

Oncor, Prakpak, dan Fire Dance

Mebuu buu adalah satu rangkaian puncak hari raya nyepi ketika warga berpawai prakpak, oncor, berteriak-teriak di jalan provinsi (Antosari, Pupuan, Seririt) yang membelah desa, diselingi dengan atraksi minum minyak tanah dan diseburkan ke nyala oncor atau prakpak, seindah fire dance. Ini adalah klimaks waktu setahun di desa dengan berbagai kejadian. Esok hari sipeng dengan catur brata yang tiada terlalu penting rupanya.

Sipeng tanpa api dan nyala. Karena itu, aneka masakan disiapkan untuk bekel nyepi. Salah satu nikmatnya nyepi di desa ini adalah makan-makan sepanjang hari. Empat dekade lalu dan berlanjut kepada beberapa tahun kemudian, ketika hari sipeng orang desa masih bisa bepergian, ke kebun, mandi di pancuran, mencari capung, atau sekadar jalan-jalan di desa. Sejak zaman televisi, sipeng diisi dengan nonton. Zaman now sipeng pastinya dengan “main” gawai tentu saja!

Tapi sipeng tak pernah jauh berubah bagi kaum laki-laki: meceki, sebutan umum untuk judi kartu. Ini adalah kegiatan yang paling menarik dan menghibur ketika hari sipeng. Permainan itu adalah retret dari semua rasa lelah kerja sepanjang tahun. Di arena ini, kaum laki-laki sedang kontemplasi.

Tanpa Melasti dan Ogoh-ogoh

Nyepi di desa ini tampak berbeda dengan di luar. Kegiatan melasti atau mekiis tidak dilakukan saat nyepi. Tidak ada ogoh-ogoh juga karena sensitif, sangat mudah mengundang trance. Ketika perayaan nyepi di desa tetangga, seperti di Pujungan, Pupuan, yang sangat meriah dengan pawai ogoh-ogoh, anak-anak dan orang tua dari desa ini menonton dan pulang membawa cerita dan kenangan dalam gawai (foto atau video). Cerita-cerita kemeriahan itu mungkin menggoda warga desa dan tahun-tahun kemudaian di masa lalu, diwarnai dengan kreativitas-kreativitas perayaan nyepi, dengan musik atau tarian sederhana pada malam pengrupukan. Warga desa menyambut dengan antusias. Paling tidak punya satu tradisi yang meriah dalam hari raya nyepi walau tidak seperti pawai ogoh-ogoh di luar desa.

Ada sedikit perubahan atau moderinisasi dalam penjagaan perayaan sipeng di desa ini. Beberapa tahun terakhir, boleh dibilang sangat ketat. Jika ada warga ke kebun untuk memberi makan sapi atau babi, harus menggunakan surat izin. Sebutan pecalang di disa ini adalah sambang atau penjaga adat dalam operasional dan teknis, sejak pengetatan itu, sipeng selalu dijaga agar warga desa tidak ramai di jalan atau tidak saling mengunjungi, bepergian ke sawah, sungai, atau tempat mandi. Sipeng pun cukup sepi di ruang publik desa. Hanya satu dua orang lewat di jalan raya menuju kebun atau sawah mereka.

Tapi di baliknya di dalam pemukiman yang terhubung oleh gang-gang yang sempit keramaian tentu terjadi namun masih terkontrol oleh sistem kesadaran: jani nyepi. Nyepi tahun-tahun belakangan di desa ini tentunya tak jauh beda dengan hari biasa karena sejatinya hubungan sosial warga di ruang organik tidak lagi utuh karena telah terdisrupsi oleh kecanduan terhadap gawai dan medsos. Maka nyepi mungkin akan menjadi penuh makna, mengembalikan hubungan-hubungan sosial ke dalam ruang organik, sejenak beralih dari metaverse. (*)

Penulis : Dr. I Wayan Artika, S.Pd., .Hum. (Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali, Kontributor koranbuleleng.com)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts