Forum literasi memang belum ada di dalam gerakan literasi sekolah namun temuan yang muncul dalam Safari literasi di SMPN 3 Kuta Selatan semakin menyadarkan betapa pentingnya sebuah forum literasi. Forum literasi ini diharapkan bisa berkembang dengan baik dan bisa dimotori oleh guru dan siswa atau oleh OSIS.
Sekolah ini berada di daerah pariwisata kaki Bali Selatan. Dekat dengan kawasan Kuta dan Nusa dua. Siapapun tahu kalau kedua kawasan ini sangat terkenal ke seantero dunia karena adalah destinasi turis internasional. Di samping itu, sekolah ini multikultur. SMPN 3 Kuta Selatan memang sangat maju sebagaimana sekolah-sekolah lainnya di kawasan pariwisata. Berkat inovasi pemikiran Kepala sekolahnya I Nyoman Suantana S.Pd., M.Pd., safari literasi dapat singgah di sekolah ini. Masih dalam format yang sama: bedah buku dan jumpa pengarang.
Yang bertugas membahas buku Proses Kreatif dan Cerpen Saya adalah Bapak Arya, S.Pd., M.Pd., selaku guru bahasa Indonesia. Buku ini disajikan sesuai dengan salah satu genre teks yang diajarkan dalam pelajaran bahasa Indonesia kurikulum 2013. Pak Arya menganalisis buku ini dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis teks; dalam hal ini teks resensi buku atau ulasan. Forum bedah buku ini menjadi autentik bagi siswa. Demikian pula otentik bagi guru. Guru menulis resensi buku sesuai dengan pemahamannya mengenai apa itu teks resensi. Selama ini seorang guru di sekolah ini mungkin hanya mengulangi apa yang ada di dalam buku pelajaran. Sangat jarang guru berkreasi secara langsung mempraktikkan materi-materi teks yang ada di dalam program pelajaran.
Memang salah satu hambatan dalam pelajaran bahasa Indonesia, mata pelajaran yang dipandang paling dekat dengan literasi, adalah guru yang tidak melakukan praktik nyata. Guru bahasa Indonesia lebih banyak menggunakan materi-materi yang ada di dalam buku pelajaran. Tulisan ini akan fokus kepada bagaimana pentingnya guru melakukan kegiatan nyata dalam praktik literasi di sekolahnya. Hanya dengan itu, ia bisa menjadi model.
Dengan adanya kegiatan safari literasi kali ini sekolah ini memiliki warna yang berbeda yaitu menyelenggarakan forum bedah buku atau resensi buku yang diadakan untuk siswa dan guru-guru. Guru dan perwakilan siswa hadir di dalam aula yang sejuk, menyimak dua materi pokok. Yang satu disajikan oleh pengarang berupa sebuah cerita yang disederhanakan agar siswa bisa mengerti bagaimana proses kreatif seseorang dalam menciptakan cerpen.
Materi kedua adalah ulasan buku Proses Kreatif dan Cerpen Saya yang disiapkan untuk forum ini oleh Bapak Arya. Bagi Arya ini adalah kesempatan yang sangat jarang terjadi. Ia berbicara di hadapan rekan-rekan gurunya dan tentu saja disimak oleh perwakilan siswa yang mencapai kira-kira 100 orang. Hari itu 3 Maret 2023 forum ini dimulai siang hari. Para guru menyimak cerita proses kreatif pengarang. Para siswa juga dilibatkan walaupun bagi mereka kegiatan ini merupakan pengalaman yang baru.
Memang ada tantangan tersendiri bagaimana caranya membawa siswa ke dalam suasana forum literasi sekolah. Bagi siswa forum belajar lebih banyak terjadi di ruang kelas dan ini telah terjadi bertahun-tahun yang panjang. Ketika siswa hadir di dalam kelas baru, misalnya menghadirkan gurunya sebagai pembicara atau menghadirkan orang luar, maka siswa lebih banyak beradaptasi. Artinya, komunikasi di dalam keseharian siswa masih didominasi oleh narasi-narasi yang dilakukan oleh guru-guru mereka.
Siswa agak sulit misalnya menerima narasi-narasi baru. Sementara itu siswa mungkin sangat akrab dengan narasi gurunya sendiri walaupun di dalam forum yang lebih besar. Di dalam forum ini siswa biasanya sedikit lebih sulit menerima informasi-informasi yang disampaikan. Hal ini menunjukkan bagaimana siswa harus lebih banyak dilibatkan di dalam aneka forum dengan aneka narasi. Maka literasi bisa juga menjadi sebuah forum untuk mengenalkan siswa kepada pola-pola komunikasi akademik sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Sekolah perlu menciptakan forum-forum baru bagi siswa untuk mengimbangi forum yang sudah biasa mereka lakukan sebagaimana hampir bertahun-tahun forum belajar di kelas yang sangat formal mereka alami.
Lantas ketika ada forum baru yang menghadirkan narasumber-narasumber baru maka siswa tampaknya sedikit sulit mengikuti. Demikian pula forum untuk guru. Guru hanya memiliki forum komunikasi di hadapan siswa ketika mereka mengajar. Sangat sedikit guru-guru memiliki forum di mana mereka bisa saling berbagi pengetahuan dan inovasi pembelajaran. Guru seolah-olah malu tampil menjadi narasumber di antara teman-teman mereka sendiri. Hal inilah yang terkesan di dalam kegiatan safari literasi di SMPN 3 Kuta Selatan.
Pak Arya mendapat kesempatan yang sangat baik dan mungkin sangat jarang ada. Pak Arya menyampaikan hasil mengulas buku Proses Kreatif dan Cerpen Saya. Ulasan ini kemudian dibacakan di hadapan guru kepala sekolah dan tentu yang terpenting adalah di hadapan siswa. Pengembangan literasi sekolah juga penting membangun forum komunikasi bersama, terutama bagi guru agar memiliki inovasi dalam pengembangan literasi di sekolah. Safari literasi di SMPN 3 Kuta Selatan ini mengingatkan betapa perlunya forum literasi diciptakan. Forum literasi yang dimaksud adalah kesempatan atau ruang bersama untuk membicarakan suatu materi literasi seperti buku. Forum ini perlu lebih intensif misalnya dengan penyediaan jadwal yang berkelanjutan serta waktu khusus. Forum ini bisa diisi oleh guru dan siswa dan bisa juga diisi oleh narasumber undangan.
Sementara yang umum, forum literasi di sekolah adalah membaca 15 menit dan ini sejatinya belum cukup. Membaca 15 menit ini biasanya digunakan untuk seluruh siswa. Yang berkesempatan hadir tentu siswa yang sangat dipilih secara ketat. Sekolah yang memiliki siswa antara 200 hingga 500 orang maka dalam waktu yang sangat sempit yang dapat hadir mengisi forum ini hanyalah satu atau dua orang. Ini tentu sangat tidak memadai karena masih banyak siswa yang tidak pernah mendapatkan kesempatan mengisi forum.
Gerakan literasi sekolah harus mampu menciptakan forum yang menjadi ruang literasi di antara siswa dan guru. Forum ini haruslah dipecah-pecah menjadi ruang-ruang yang lebih sempit dan terbatas sehingga lebih banyak siswa bisa hadir dan memanfaatkan forum. Sekolah miskin dengan forum literasi.
Yang dimaksud dengan forum literasi di sini adalah waktu atau ruang terjadwal secara berkelanjutan yang dapat memberikan siswa kesempatan untuk saling bertukar pengalaman dalam membaca buku. Literasi yang diterjemahkan dengan membaca memang harus dibantu dengan forum di luar membaca yaitu ruang berdiskusi soal buku yang dibaca atau forum bercerita. Siswa dan guru menceritakan buku yang dibaca dalam kelompok-kelompok yang lebih terbatas. Dengan demikian, ruang membaca 15 menit yang menjadi unggulan sekolah-sekolah harus dapat diimbangi dengan terbentuknya ruang-ruang kecil yang mungkin bisa berbasis kelas.
Di dalam forum-forum ini siswa dan guru berkomunikasi mengenai apa yang mereka baca dan di sinilah pengetahuan yang bersumber dari buku atau bersumber dari sumber-sumber lainnya seperti digital dapat dihadirkan dan diperbincangkan atau didiskusikan. Jika selama ini literasi lebih bersifat tertutup atau kegiatan yang bersifat individual karena literasi identik dengan membaca semata maka di dalam forum-forum ini literasi di sekolah sengaja dikembangkan pada dimensi sosial.
Karena itulah literasi adalah forum sosial intelektual pada tingkat sekolah. Sebagai forum sosial literasi memang harus memiliki pokok. Pokok literasi adalah pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari buku, digital, atau dunia sosial. Karena itu dengan adanya kegiatan Safari literasi di SMPN 3 Kuta Selatan ini memunculkan satu ide betapa pentingnya membangun forum literasi di sekolah-sekolah. Forum literasi belum dibangun sebagaimana sekolah lebih banyak melihat dan membangun atau tertarik dengan pojok baca. Forum literasi adalah diskusi diskusi siswa, pertemuan-pertemuan guru atau kegiatan-kegiatan bersama antara siswa dan guru dalam membangun pengetahuan di luar pelajaran. Forum literasi juga bisa dikembangkan keluar sekolah dengan membangun jaringan kerja literasi dengan pihak manapun. Forum literasi yang bisa dibangun tidak hanya dengan pengarang tetapi juga bisa dengan potensi-potensi literasi yang ada di lingkungan sekitar sekolah.
Forum literasi di SMPN 3 Kuta Selatan misalnya bisa memanfaatkan narasumber-narasumber yang secara langsung berkecimpung di dalam industri pariwisata seperti perhotelan, restoran atau atraksi wisata air dan pantai. Materi-materi literasi bisa dikaitkan dengan kondisi lingkungan di Tanjung Benoa. Forum-forum literasi diramaikan oleh perbincangan misalnya mengenai hutan bakau ancaman bencana tsunami, kehadiran wisatawan, pengelolaan hotel dan restoran, penyelenggaraan biro perjalanan, atau bagaimana membangun dan menarik minat wisatawan dalam atraksi pariwisata. Semua ini tersedia di lingkungan SMPN 3 Kuta Selatan dan sekolah bisa memanfaatkan untuk mengisi forum-forum literasi.
Forum-forum literasi bisa dimanfaatkan tidak hanya untuk berdiskusi tetapi juga bisa dijadikan pemantik untuk memproduksi atau menghasilkan berbagai produk literasi seperti misalnya buku, blog, animasi, grafis, jurnal, vlog, dll. Buku-buku yang dihasilkan dalam forum literasi misalnya adalah hasil proses komunikasi di antara peserta. Forum literasi memang belum ada di dalam gerakan literasi sekolah namun temuan yang muncul dalam Safari literasi di SMPN 3 Kuta Selatan semakin menyadarkan betapa pentingnya sebuah forum literasi. Forum literasi ini diharapkan bisa berkembang dengan baik dan bisa dimotori oleh guru dan siswa atau oleh OSIS.
Forum literasi bisa dijadikan program sekolah dalam rangka pengembangan dan inovasi GLS. Forum literasi adalah forum komunikasi di antara guru dan siswa atau di antara siswa dan siswa serta guru dan guru. Forum literasi ini adalah komunikasi bersama untuk mendapatkan pengetahuan dan menyampaikan pengetahuan dan di mana pengetahuan itu adalah bersumber dari buku atau dari sumber lainnya. Sehingga di sekolah ini tidak hanya ada forum belajar yang sudah sangat menghegemoni. Forum literasi bisa mengimbangi kegiatan belajar. Forum literasi ini menjadi pengalaman baru bagi siswa dalam mendapatkan dan berbagi pengetahuan. Jika di sekolah siswa lebih banyak mendapatkan materi pelajaran dari guru maka di dalam forum literasi siswalah Yang menjadi subjek sesuai dengan kapasitasnya. Mungkin pada awalnya agak sulit mengimbangi forum belajar yang formal dan paling utama di manapun di sekolah di seluruh Indonesia.
Dengan adanya kesadaran pentingnya membangun forum-forum literasi di luar kurikulum pelajaran maka lambat laun berkembanglah forum-forum belajar yang lebih fleksibel di luar forum-forum belajar yang kaku. Di dalam forum belajar formal, yang menjadi motor informasi tersebut hanyalah guru tetapi hal ini bisa lebih bervariasi karena siswa juga bisa menjadi motor pengetahuan di dalam forum literasi. Forum literasi ini sangat bagus dalam rangka mengembangkan literasi sekolah secara inovatif karena di sini terjadi penumbuhan komunikasi-komunikasi pengetahuan yang merupakan esensi literasi.
Komunikasi pengetahuan adalah siswa menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya dan siswa atau guru lain menyimak pengetahuan tersebut dan sebaliknya terjadi pertukaran peran sebagai motor komunikasi. Forum literasi memberikan kesempatan kepada siswa dalam membangun komunikasi.
Forum inilah yang mungkin bisa memerdekakan siswa dalam pengertian bahwa mereka juga bisa menjadi motor pengetahuan. GLS memang masih terus harus ditingkatkan dengan berbagai praktik baik inovasi literasi misalnya dengan penyelenggaraan dan pembentukan forum literasi; di dalamnya guru dan siswa berkomunikasi secara autentik.(*)
Penulis : Dr. I Wayan Artika, M.Pd, M.Hum (Akademisi Undiksha/Pegiat Literasi)