Bali menyimpan banyak pesona eksotisme setiap sendi kehidupan masyarakatnya dan menggoreskan setitik kenangan. Andrien Jaen Le Mayeur de Merpes juga salah satu yang terjerat pesona Bali dan menjadi perjalanan panjang seni lukis Bali. Empat puluh tujuh lukisan bertema Bali yang tersisa dan sebagian besar bertema wanita Bali dan Ni Nyoman Pollok, istri tercintanya menjadi model dan segala sumber inspirasinya.
Andrien Jean Le Mayeur de Merpres dengan segala kelihaiannya melukis dan sudah melalangbuana hingga ke sejumlah Negara. Pria berkebangsaan Belgia ini terpikat dengan keindahan Bali dan terobsesi pada wanita Bali. Hal ini terlihat dari puluhan lukisan yang hanya mengambil tema tersebut. Dapat diakui jika Le Mayeur memang menyediakan Pollok tempat untuk beristirahat, namun keegoisan dan kekikirannyalah yang menyebabkan Pollok mulai meragukan cinta dan kasih sayangnya.
Ni Nyoman Pollok dengan segala kerendahan hatinya serta kesederhanaan keluarga, hidup di sebuah rumah bambu beratapkan alang-alang, berlantai tanah pada sebuah desa yang bernama Kelandis. Bahkan Pollok tidak sempat merasakan kasih sayang seorang ayah ‘Aku tidak tahu seperti apa dia, bagaimana kalau ia tertawa, kalau ia marah, membentak, kalau ia bergurau, atau kalau ia bekerja keras di sawah. Akupun tidak tahu bagaimana rasanya kalau digendong di punggungnya, atau tiduran dipangkuannya, seperti anak-anak lain yang sebaya denganku’.
Kemolekan, kecantikan dan indahnya Bali menyatu dengan Pollok disetiap kanvas Le Mayeur. Namun dibalik itu tetes keringat menemani kesenyapan kedua insan itu. Le Mayeur dengan keobsesian tentang seni dan Pollok yang mulai mencintai seni.
Pantai Sanur menjadi saksi bisu perjalanan pahit dan manis kisah mereka. Iya, kisah mereka didominasi oleh kepahitan dan pengorbanan Pollok sebagai seorang model sekaligus seorang istri. Dibawah sengatan matahari berjam-jam apakah itu layak? diminta untuk menceburkan diri di dalam kolam berisi ikan dan kodok untuk eksperimen lukisan suami tercinta apakah masih dikatakan wajar?
Kisah roman sangat populer dikalangan anak muda. Namun apakah kisah Pollok mampu mengalahkan eksistensi kisah ‘roman’ itu? Apakah kisah cinta Pollok dan Le Mayeur bisa disebut dengan kisah cinta? Atau malah sebuah eksploitasi semata? Miris….
Sangat miris jika menghabiskan kisah Ni Pollok dalam sekali duduk, tidak ada lagi perasaan ‘baper’ tapi malah perasaan geram menghujani perilaku Le Mayeur. Eksistensi wanita Bali seperti direndahkan. Konon katanya, di Bali banyak anak membawa rezeki yang melimpah. Namun hal itu dilarang dan dialihkan keras hanya untuk menjaga kemolekan tubuh semata.
Tuan Le Mayeur, apakah anda haus akan tubuh wanita Bali?
Mengenang kembali wanita Bali pada Zaman dahulu. keyakinan budaya dan tradisi sangat kental, para wanita hanya menggunakan pakaian dari batas pinggang hingga ke bawah dan dada dibiarkan telanjang. Kesengajaan bertelanjang dada memiliki arti kultural yakni sebuah pembuktian atas kejujurannya, bahwa buah dada yang dimiliki wanita Bali sangatlah keramat dan barang terlarang sehingga selalu dijaga dan tidak pernah layu. Hanya inilah yang bisa dibanggakan oleh wanita Bali pada zaman dahulu.
Apakah buah keramat seperti inilah yang disukai oleh Le Mayeur? Karena kerap kali melukis wanita bertelanjang dada. Kebiasaannya perlu dipertanyakan kembali, apakah rasa cintanya pada Pollok adalah murni? atau malah hanya sebuah obsesi semata?
Kehidupan pernikahan Pollok dan Le Mayeur hanya dipenuhi oleh lukisan dan lukisan. Tanpa seorang anak, tanpa canda tawa keluarga kecil dan jauh dari keramaian. Memang betul kehidupan pasangan itu sangat berkecukupan, namun tidak sepeserpun pernah sampai untuk keluarga kedua belah pihak dan itu sangat dirasakan oleh Pollok. Memang tuannya itu sederhana dan pemurah, namun bisakah tuannya itu disebutkan dengan kikir? Bahkan untuk mengeluarkan sepeserpun untuk saudara-saudara Pollok pun enggan. Diakhir bagian sebelas pada bab pertama Pollok menyadari dan meminta ampun
‘Kesadaran itu menyebabkan aku segera membunuh prasangka bahwa ia di dalam kesederhanaan dan kemurahannya adalah juga kurang bijaksana. Kesadaran itu menyebabkan aku meminta ampun kepada Dewata, kalau timbul semacam perasaaan tidak puas dan sakit hati karena tiadanya perhatian akan saudara-saudara yang tercinta’
Ketika berita duka menyebar mengabarkan kematian tuan Le Mayeur dan Pollok memutuskan kembali ke Bali, tempatnya menciptakan kenangan manis sekaligus pedih bersama suaminya, tuannya, majikannya dan gurunya. Kekosongan dan kesendirian sangat dirasakan diawal kematian suaminya, namun pollok kembali bangkit dan mengejar seluruh mimpi yang sempat tertunda karena fokusnya dulu hanya menjadi model dan istri. Sekarang tidak lagi, mimpi dan ambisi Pollok mulai digeluti dan banyak wisatawan yang mengapresiasinya dan berkunjung kembali ke kediamannya yang sekarang diberi nama ‘Museum Le Mayeur’ dan berdekatan dengan ‘Pollok Art Shop’. Pengunjung masih kerap sekali menyapa Pollok dengan sebutan nyonya Le Mayeur.
Museum Le Mayeur berada di Kawasan Pantai Sanur yakni Pusat kota, Denpasar. Ditengah padat dan ramainya kota, membayangkan museum tersebut tidak terurus dengan baik. Namun ternyata itu salah, museum sangat terawat dan masih menjadi pusatnya wisatawan untuk berkunjung. Apakah ini daya Tarik dari lukisan bertemakan wanita Bali? Atau karena nama Le Mayeur sangat mendunia sehingga diminati oleh banyak orang?
Tidak ada rasa atau perasaan senang saat mulai memasuki museum, namun sebuah perasaan hambar. Menelisik lebih dalam, ternyata seindah itu….
Mengenang pengorbanan cinta Pollok
Menyayangkan kelakukan Le Mayeur. (***)
Penulis Esai :
Lily Darmayanti (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Ganesha. Aktif dalam UKM Pers Kampus Visi Undiksha)