Kesulitan Air, Hektaran Padi Alami Puso

Singaraja, koranbuleleng.com| Kemarau panjang saat ini masih terjadi di Kabupaten Buleleng. Hal ini, membuat sumber mata air yang digunakan untuk mengairi sawah mengecil. Hektaran lahan padi pun, dilaporkan mengalami puso hingga gagal panen.

Kesulitan air akibat kemarau panjang ini, juga dialami oleh Subak Sambangan, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng. 

- Advertisement -

Dimana, sebagian petani dari subak itu kini harus beralih ke tanaman hemat air atau palawija seperti, kacang, jagung, dan tanaman bunga. 

Dari 129 orang dengan 90 hektar sawah yang masuk dalam kelompok subak tersebut. Saat ini, hanya 4 hektar yang ditanami padi atau hanya 5 orang yang bisa menanam.

Kelian Subak Sambangan, Desa Sambangan I Putu Wenten mengatakan, seharusnya pada bulan ini sudah memasuki musim tanam. Namun, karena debit air yang kecil pembagian air pun menjadi tidak merata. 

Menyiasati hal itu, pihaknya pun mencoba untuk meminta air di Subak Kresek. Dimana, Desa Sambangan memiliki 5 subak, yakni subak Babakan, Sambangan, Kresek, Muara, dan Cengana.

- Advertisement -

“Kita sudah upayakan meminta air di subak lain, dapat air tidak banyak. Sama-sama sedikit sumber airnya,” ujar Wenten ditemui Selasa, 31 Oktober 2023.

Wenten menyebut, kekeringan ini sudah terjadi sejak bulan September lalu. Dalam rentang waktu itu, pembagian air dilakukan dengan berkelompok. Setiap harinya hanya bisa dilakukan pengairan untuk dua hektar sawah. Pada pagi hari, pengairan dilakukan untuk tanaman palawija kemudian pada malam digunakan untuk mengairi padi.

Kondisi ini membuat, petani hanya bisa menanam satu kali padi pada tahun ini. Jika dibandingkan pada tahun sebelumnya petani bisa melakukan tiga kali penanaman. Dibandingkan dengan menanam palawija, menanam padi dianggap lebih menguntungkan oleh petani. 

Dimana, jika gabah tengah mahal. Petani bisa mendapat Rp200 ribu untuk satu are sawah. Jika satu hektarnya, petani bisa mendapatkan Rp20 juta.

“Gabah saat ini harganya tinggi, biasanya 150 ribu per satu arenya. Kita biasanya untuk padi lakukan tiga kali penanaman setiap tahunnya. 

Biasanya musim tanam pertama Januari sampai maret, kedua April sampai Juni, ketiga bulan September sampai Desember. Sekarang bisanya Oktober ini sampai Desember, tapi sedikit karena tidak ada air,” katanya.

Wenten menambahkan, dengan kondisi saat ini pun dia banyak mendapat keluhan dari para petani yang lahannya tidak mendapat air. Pihaknya pun telah berusaha untuk menjawab keluhan para petani dengan meminta air ke subak lain. “Banyak keluhan dari petani. Kondisikan air yang ada harus bagi-bagi. Sudah minta bantuan air dari subak lain kan tidak bisa setiap hari,” kata dia.

Dari data Dinas Pertanian Buleleng, sejak Agustus hingga Oktober ini sebanyak 6,74 hektar lahan sawah di Buleleng mengalami bencana kekeringan, dengan kondisi padinya puso. 

Hektaran lahan itu, tersebar di tiga kecamatan. Yakni, Kecamatan Sawan, Sukasada, dan Kecamatan Seririt. Dimana, subak yang terdampak kekeringan di Kecamatan Sawan, subak Kloncing, Babakan Kerobokan, Tambang, dan Kubulingga. Kemudian Kecamatan Sukasada, subak Babakan Katiasa, Desa Pegadungan. Serta Kecamatan Seririt, subak Babakan, Desa Tangguwisia dan subak Kalisada, Desa Tegallenga.

Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Dinas Pertanian Buleleng Made Suadnyana mengatakan, beberapa subak tersebut masuk dalam subak yang terkena bencana kekeringan, lantaran sebanyak 75 persen padi yang ditanam petani mengalami Puso. Pihaknya pun, sudah meminta para petani untuk mengubah pola tanam. Sehingga pada musim kemarau ini, petani tidak mengalami kerugian.

“Kebanyakan petani tidak mau beralih ke tanaman palawija, karena biayanya tinggi. Rata-rata yang mengalami Puso di atas 75 persen, sudah masuk kriteria berat. Tapi tanaman padi kita sekitar 14 ribu hektar, dari persentase masih kecil,” katanya.(*)

Editor. : I Putu Nova Anita Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts