Singaraja, koranbuleleng.com| Kegaduhan di Desa Sumberklampok,Kecamatan Gerokgak saat warga beramai-ramai membuka portal Taman Nasional Bali Barat (TNBB) saat hari Nyepi, akhirnya sepakat diselesaikan secara kekeluargaan. Prajuru Desa Adat setempat pun telah menyampaikan kesepakatan bersama tersebut kepada Polres Buleleng hingga Kejaksaan Negeri Buleleng, Jumat, 10 November 2023.
Klian Desa Adat Sumberklampok Jro Putu Artana mengatakan, penyelesaian kasus secara kekeluargaan berdasarkan kesepakatan warga dalam paruman agung yang digelar pada 25 Oktober 2023 lalu. Dimana, dalam paruman tersebut juga disepakati untuk pencabutan laporan di kepolisian.
Kesepakatan damai ini diambil, untuk menjaga toleransi antar umat beragama di desa setempat. Pihaknya pun, akan membuat aturan yang dituangkan dalam Perarem Nyepi yang berlaku untuk seluruh warga setempat. Hal ini, untuk mengindari kasus serupa kembali terjadi di kemudian hari.
“Perwakilan warga dari keduabelah pihak di desa kami sudah sepakat berdamai. Kami akan atur Penyepian lewat perarem dan disosialisasikan kepada seluruh umat, karena akan diberlakukan untuk semua orang. Di perarem itu nanti akan diatur sanksinya apa bagi yang melanggar,” ujar Jro Putu Artana.
Pihak Desa Adat pun, telah menyampaikan permohonan penyelesaian kasus tersebut secara damai. Dalam penyampaian itu dilakukan Jro Putu Artana bersama pendamping warga Desa Sumberklampok Agus Samijaya, Anggota Komisi IV DPRD Buleleng dari Dapil Gerokgak Mulyadi Putra, dua terduga pelaku Achmad Zaini dan Muhammad Rasyad (57), serta beberapa warga. Mereka mendatangi Polres Buleleng dan Kejaksaan Negeri Buleleng.
Perwakilan Warga Desa Sumberklampok Agus Samijaya mengatakan, meski kasus dugaan penistaan agama ini telah lama bergulir di kepolisian. Namun, belakangan muncul kesepakatan untuk menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Pihaknya pun berharap lembaga hukum bisa memenuhi keinginan masyarakat untuk menyelesaikan secara kekeluargaan.
Samijaya menyebut, saat ini situasi warga di desa setempat sudah sangat kondusif. Sehingga, pihaknya berharap kasus ini bisa dijadikan pembelajaran oleh seluruh pihak, untuk sama-sama menghormati hari raya umat beragama. Keputusan ini juga akan disampaikan pihaknya kepada Kapolda, Gubernur, Kejati Bali serta beberapa pihak terkait.
“Kita saat ini sedang menghadapi tahun politik yang sangat sensitif dengan stabilitas keamanan. Jadi harapan warga untuk menyelesaikan kasus ini secara restorative justice diharapkan bisa terwujud,” katanya.
Sementara itu Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada mengatakan, saat ini kasus tersebut masih dalam ranah penyelidikan penyidik Polres Buleleng. Hal ini, karena saat ini berkas kasus tersebut baru tahap satu, atau penyerahan berkas perkara dari penyidik Polres Buleleng kepada JPU. Dimana berkas tersebut, beberapa waktu lalu berkas perkara itu dikembalikan oleh JPU karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil.
Kata Alit, jika kasus tersebut telah resmi dilimpahkan ke Kejari Buleleng, pihaknya akan mempelajari permohonan restorative justice tersebut, apakah memenuhi ketentuan atau tidak. Selain itu upaya restorative justice juga harus mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung. Dimana restorative justice hanya dapat dilakukan kepada perkara ringan dengan ancaman hukuman dibawah lima tahun penjara. Nilai kerugian yang ditimbulkan juga tidak terlalu besar, serta ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
“Nah untuk perkara dugaan penistaan agama ini apakah termasuk ringan atau tidak, nanti akan kami kaji dulu dengan mempertimbangkan dampaknya seperti apa,” kata dia.
Sekedar informasi, berkas perkara dugaan penodaan agama dalam insiden gaduh warga buka paksa portal saat Nyepi di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, telah dilimpahkan polisi kepada jaksa. Dalam perkara itu, dua orang warga yakni Achmad Zaini, 51, dan Muhammad Rasyad, 57, menjadi tersangka. Namun, belakangan berkas tersebut kembali dikembalikan, lantaran dinyatakan belum lengkap.
Dimana, dalam kasus itu kedua tersangka dijerat dengan Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama. Mereka diduga memprovokasi warga hingga menimbulkan kegaduhan saat Hari Suci Nyepi pada Maret 2023 lalu. Meski sudah tersangka, polisi tidak menahan keduanya karena ancaman hukuman di bawah 5 tahun. Mereka saat ini hanya dikenakan wajib lapor. (*)
Editor : I Putu Nova Anita Putra