Singaraja, koranbuleleng.com | Di jalur Singaraja – Seririt, di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, sejumlah bus berhenti di parkiran. Dari parkiran tersebut, di sebelah selatannya terdapat perbukitan yang masih terlihat kerontang akibat kemarau. Di perbukitan itu, terdapat desa-desa Bali aga.
Bus-bus yang terparkir itu, membawa peziarah dari sejumlah kota. Di tengah padatnya lalu lintas jalur tersebut, petugas parkir terlihat berusaha mengatur arus untuk menyeberangkan peziarah tersbeut ke sbeuah makam yang terletak di seberang jalan.
Makam tersebut adalah makam dari seorang tokoh penyebaran agama Islam di masa lalu yaitu Makam Keramat The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad.
Dahulu makam ini dikenal sebagai Keramat Karang Rupit, penamaan baru ini muncul setelah penelusuran yang dilakukan oleh Kiai Habib Zen Asegaf pada tahun 1995, yang mengungkap bahwa tokoh dibaliknya adalah The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad.
The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad, diyakini seorang Jenderal yang memimpin iring-iringan putri Ong Tien, istri Sunan Gunung Jati ke Cirebon. Berguru dari Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga dan masuk ke agama Islam, Syech Abdul Qodir Muhammad kemudian ditugaskan untuk menyebarkan ajaran Islam di Bali Utara melalui perdagangan dan pengobatan.
Makam Keramat The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad terletak di Desa Temukus, Dusun Labuhan Aji, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali.
Letaknya juga berdekatan dengan Pura Segara desa Temukus dan juga setra (kuburan) Bali desa Temukus. Kedekatan lokasi itu tidak membuat putusnya toleransi antar umat beragama di desa ini.
Pengelola atau juru kunci dari Makam Keramat The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad bernama Samsul Hadi, 42 tahun, mengatakan dirinya telah mengelola makam ini selama kurang lebih 12 tahun dari 2011.
Selama itu, banyak perjuangan yang dilakukan oleh Samsul Hadi demi menjaga kelestarian makam ini, mulai dari perbaikan makam dan perawatan setiap harinya. Biayanya di dapat dari uang kotak amal yang diisi secara sukarela oleh pengunjung makam.
“Kata orang tua zaman dulu, posisi makam ini dulu tidak disini, tetapi ada di tengah laut, sampai sekarang ada tempatnya disana bernama Takat Keramat. Pada suatu malam, makam ini pindah dengan sendirinya ke daratan.” ungkap Samsul
Makam ini telah mencuri perhatian dari peziarah tidak hanya dari Bali tetapi juga dari berbagai penjuru pulau lain seperti pulau Jawa, Sumatra dan Aceh. Tidak hanya itu bahkan orang-orang Tionghoa banyak yang datang untuk berziarah ke makam ini, karena The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad dahulu merupakan keturunan orang China.
Penelusuran yang dilakukan oleh seorang Ulama besar yaitu Kiai Zain Asegaf pada tahun 1995, membuat banyak peziarah datang ke makam ini untuk berziarah dan berdoa. Dia yang menyebarkan berita tentang Makam Keramat The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad kepada masyarakat yang ada di pulau Jawa, Bali dan sekitarnya, juga menerbitkan buku yang berjudul Wali Tujuh di Bali.
Samsul Hadi mengatakan, peziarah yang datang ke makam ini juga banyak yang datang ke makam ini untuk berdoa.“Biasanya, kata Samsul Hadi, pada Rabu terakhir bulan Safar, Makam Keramat The Kwan Lie atau Syech Abdul Qodir Muhammad akan ramai dikunjungi oleh peziarah,” ujar Samsul Hadi saat ditemui pada Rabu 6 Desember 2023.
Berkunjung ke Makam keramat tentu terdapat aturan yang harus ditaati seperti, larangan memakai alas kaki saat masuk ke dalam area makam, larangan untuk masuk ke area makam bagi perempuan yang sedang haid, selain itu tetap menjaga sopan santun saat beribadah atau berkunjung.
“Makam ini buka setiap hari selama 24 jam, jika ingin bermalam disana wajib lapor kepada pengelola makam dengan menyerahkan KTP.” katanya.
Di sebelah kiri makam Syech Abdul Qodir Muhammad, juga ada beberapa makam lain yang diyakini sebagai sebagai saksi bisu dari generasi ke generasi. Diceritakan bahwa mereka adalah murid-murid setianya.
Kata Samsul, makam keramat ini bukan hanya sebuah tempat bersejarah, makam ini merupakan tempat wisata religi yang memiliki simbol keberagaman dan warisan spiritual yang terus hidup. (*)
Kontributor : Luh Anggi Liani
Editor : I Putu Nova Anita Putra