Langkah Judicial Review UU HKP3D Diharapkan Berhasil

Gianyar, koranbuleleng.com | Pelaku usaha Spa di Bali terus memperkuat langkah dalam proses judicial review terhadap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKP3D).

Salah satu yang dilakukan yakni seminar nasional yang mengusung tema “Implementasi Undang-Undang No 1 Tahun 2022 Dampak bagi Pelaku Usaha Spa” di The Royal Pita Maha Ubud, Rabu 31 Januari 2024.

- Advertisement -

Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra menjelaskan dalam polemik yang mengemuka terkait pemberlakuan UU HKP3D, Pemprov Bali mengambil posisi mencermati dan membaca aspirasi serta wacana yang berkembang di ruang publik. Dia mengapresiasi Langkah dari para pelaku usaha spa dan wellness untuk mengumpulkan masukan dan aspirasi secara intelektual melalui seminar ini.

Indra mengatakan Pemprov Bali mencermati wacana yang berkembang terkait isu ini dan merumuskan dua hal. “Pertama, penempatan Spa pada kelompok jasa hiburan tertentu yang dinilai tidak tepat dengan segenap argumen dan historisnya. Isu kedua adalah pengenaan tarif pajak terlalu tinggi yaitu pada kisaran 40 % – 75 %,” urai Dewa Indra.

Menyikapi dua hal tersebut, Pemprov Bali dan industri pariwisata menempuh jalan yang berbeda sesuai dengan ranah masing-masing. Sesuai dengan ranah yang bisa ditempuh, Pemprov Bali telah melakukan langkah strategis yaitu melalui pertemuan bersama dengan pemerintah kabupaten/kota yang melibatkan stakeholder pariwisata.

Pertemuan itu untuk menyelesaikan persoalan dalam koridor dan jalur regulasi. Ada ruang dalam UU tersebut yang mengakomodir aspirasi daerah yaitu pasal 101 dan PP 35 Tahun 2023. Berdasarkan regulasi tersebut, seluruh pemerintah kabupaten/kota yang hadir pada pertemuan sepakat untuk tidak memberlakukan pengenaan pajak 40% – 75% persen. “Pemerintah kabupaten/kota bersepakat untuk menggunakan instrumen kebijakan pemberian insentif fiskal. Mengenai besarannya, kita berikan kesempatan kepada kabupaten/kota untuk mengaturnya. Ini sesuai dengan semangat otonomi daerah,” ujarnya.

- Advertisement -

Sejalan dengan upaya yang ditempuh pemerintah, Sekda Dewa Indra menghormati langkah yang ditempuh oleh pelaku usaha yaitu melalui jalur hukum yaitu mengajukan judicial review dan langkah intelektual dengan membahas polemik pada forum seminar. “Seminar ini merupakan jalur intelektual. Silahkan mengemukakan fakta sesuai dengan penalaran masing-masing. Rundingkan hal-hal yang dapat menguatkan upaya judicial review. Ini merupakan jalan terhormat yang patut diapresiasi,” paparnya.

Dewa Indra berharap Langkah judicial review ini menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan usaha Spa yang sangat mendukung sektor pariwisata.

Sementara Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Salahuddin Uno sebagai pembicara kunci dalam agenda tersebut memastikan bahwa pemerintah hadir untuk mendengar dan merespon tuntutan dan harapan para pelaku usaha Spa.

Menurutnya, sejumlah kementerian terkait telah turun tangan menyikapi polemik ini. Disebutkan olehnya, implementasi UU HKP3D menjadi polemik karena Spa masuk kelompok jasa hiburan tertentu yang kemudian dikenakan pajak 40% – 75%.

Padahal mengacu pada Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021, Spa masuk kategori wellness tourism. Masih menurut Sandiaga Uno, Kemenkes RI juga memasukkan Spa dalam kategori industri kesehatan. Ia berharap pelaku usaha Spa jangan khawatir karena pemerintah sudah mengambil langkah dalam menyikapi polemik ini. “Presiden juga telah mengeluarkan edaran agar pengenaan pajak jangan membebani industri pariwisata yang baru pulih,” cetusnya.

Sementara itu, Ketua PHRI BPD Provinsi Bali Prof. Tjok Oka Sukawati menjelaskan di tengah makin berkembangnya usaha Spa, tiba-tiba sektor yang lekat dengan pariwisata ini dikejutkan dengan pemberlakuan UU HKP3D. Padahal menurutnya, dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, Spa tidak masuk kategori hiburan. “Spa masuk kategori usaha perawatan, tak ada satu kata pun yang menyebut hiburan. Untuk pengurusan izin, kode untuk Spa adalah jasa kesehatan dan perawatan modern holistik,” sebutnya.

Fakta menunjukkan kalau makin banyak lembaga pendidikan yang menawarkan program Spa. “Ini menandakan kalau Spa jauh dari kategori hiburan,” tandasnya. Oleh karena itu, ia sangat berharap langkah judicial review yang ditempuh pelaku usaha Spa segera membuahkan hasil.

Seminar yang berlangsung sehari ini juga menghadirkan pembicara lainnya yaitu Guru Besar UNUD Prof. Dr. Putu Gde Patra Sumertayasa dan Kepala Divisi Spa & Wellness Mustika Ratu Dian V Soeryomurti. Seminar yang digelar secara hybrid melibatkan pelaku usaha Spa & Wellness dari Bali, Yogyakarta, Lombok dan sejumlah daerah. Hasil seminar ini akan menjadi bagian dari penguatan proses judicial review yang tengah ditempuh pelaku usaha Spa & Wellness. (*)

Editor : I Putu Nova Anita Putra

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts