SEKOLAH BALI MANDARA JILID DUA

Penulis : Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. (Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan literasi akar rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali)

Dr. I Wayan Artika

Bali hanya memiliki dua wilayah yang paling sensitif. Adat. Pariwisata. Di luar adat dan pariwisata, tidak ada sensitivitas sosial. Jika plastik misalnya menjadi isu sosial atau lingkungan, karena terkait dengan industri pariwisata. Lagi-lagi pariwisata.

- Advertisement -

Kalau pura tertimpa ranting atau disambar petir maka semua orang tergerak hatinya, nyaris kerauhan. Tapi kalau gedung SD roboh karena lapuk dan bahaya laten rayap, masyarakat tenang-tenang saja. Jika ada warga yang tidak patuh pada adat, serentak “gerombolan macam” desa dan pasukan premannya geram dan menunggu aba-aba kulkul bulus untuk menerkam atau mencabik.

Tapi jika ada orang sakit dan miskin; yatim piatu yang harus bunuh diri; keluarga miskin yang anaknya tidak bisa sekolah; tidak ada yang peduli. Tragisnya mirip dengan kisah “Gadis Penjual Korek Api” (Hans Christian Andersen).

Meskipun maknanya sangat sempit, masyarakat Bali memang punya konsep yang teramat mulia dan tulus, yaitu ngayah atau melakukan kerja (atau donasi) tanpa imbalan. Orang Bali rajin arisan sosial tapi untuk mayat atau bagi keluarga yang anggotanya meninggal dunia. Di samping di ranah duka, donasi sosial juga dilakukan di ranah suka (upacara tahapan hidup, selain kematian).

Donasi sosial untuk pengobatan atau untuk biasiswa keluarga miskin, jangan bayangkan terjadi di Bali. Sebaliknya, membangun pura dan upacara, sudah biasa menggunakan dana masyarakat yang jumlahnya fantastis.

- Advertisement -

Di tengah kondisi inilah SMAN Bali Mandara lahir walau diawali oleh kepedulian PT Putra Sampoerna yang kala itu Bali dipimpin oleh Bapak Made Mangku Pastika. Made Mangku Pastika seolah sedang melawan arus sensitivitas ala Bali. Lewat SMA Bali Mandara, ia dan pemerintah Provinsi Bali menjadi ironisme dan sekaligus anomali politik dan budaya.

Made Mangku Pastika berbelok arah dengan pembangunan pendidikan bagi kaum miskin. Ia tidak tertarik di jalur para bupati dan wali kota Bali yang hanya gemar membangun sekolah unggul di pusat-pusat kota dan kabupaten untuk dijadikan mercu suar pendidikan, monumen pujian bagi pemimpin puncak di kota atau kabupaten. Mereka adalah para bupati atau walikota yang mengklaim satuan-satuan pendidikan yang sudah maju  (biasanya SMP dan SMA dengan cap ”1”, seperti merek kecap), sebagai prestasi.

Pendidikan bagi kaum miskin sama sekali bukan jargon pembangunan atau jargon politik karena Made Mangku pastika memegang tegus paradigma: hanya lewat pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan, rantai kemiskinan yang melilit suatu keluarga dapat diretas. Untuk ini sebagai gubernur ia harus membayar mahal. Inilah kelak, ketika gubernur penggantinya memahami SMA dan SMK (didirikan belakangan setelah SMA Bali Mandara dinilai sukses) menghabiskan anggaran yang terlalu besar sehingga harus dikembalikan menjadi sekolah yang biasa-biasa saja (meminjam istilah Bali Politika).

Namanya saja kata-kata politikus, masyarakat hanya mengamini karena tahu diri, tidak memiliki akses. Memahami pendidikan sebagai proyek politik, jaminan hidup bagi SMAN/K Bali Mandara semasa Made Mangku Pastika, tidak dapat diragukan lagi. Tapi umur politik yang pendek, tidak sebanding dengan umur pendidikan yang hanya bisa dilakukan jika memiliki waktu 100 tahun (Confucius); sungguh menjadi keraguan terbesar atas keberlanjutan SMA/K Bali Mandara. Namun demikian, segala keraguan dan kekhawatiran akan keberlanjutan SMA/K Bali Mandara, memang harus dilupakan walaupun hanya untuk sementara.

Dan, benar, bapak gubernur pengganti Made Mangku Pastika, akhirnya menghentikan SMA/K Bali Mandara. Ada rasa syukur dan keharuan karena SMA/K Bali Mandara telah menamatkan. Merekalah sedikit anak-anak miskin yang lewat pendidikan berkualitas unggul, telah menjadi bukti, saksi, dan pelaku, betapa pendidikan telah menyelamatkan mereka dari silang sengkarut kemiskinan.

Sebelum SMA/K Bali Mandara resmi ditutup, masih ada waktu beberapa tahun, ketika Made mangku Pastika meninggalkan kursi jabatan Gubernur Bali, menunggu masa pensium Pak Nyoman Darta, kepala sekolah yang mewujudkan ide besar pendidikan bagi kaum miskin, dari nol hingga tenar, menuai prestasi atau keberhasilan gemilang. Hingga akhirnya, ketika Nyoman Darta pensiun, sekolah ini pun resmi ditutup.

Guru-guru era Bali Mandara, Nyoman Darta/Made Mangku Pastika tetap bertugas di sekolah ini. Beberapa guru keluar mendapat tugas di sekolah lain karena lolos PPPK.

Sebagian besar guru tetap bekerja di SMAN Bali Mandara dengan iklim yang telah berubah drastis. Syukurnya, guru-guru itu tidak patah arang. Mereka tetap menyimpan pesan Nyoman Darta, sebagaimana selalu dijadikan pelecut kerja semasa SMA/K Bali Mandara dalam asuhan Pemerintah Provinsi Bali. Karena itu, lewat medsos sekolah, sering tersiar kabar raihan prestasi siswa dan juga beberapa gurunya.

Spirit yang melahirkan sekolah ini rupanya masih menyala di Desa Kubutambahan. Itu diwarisi oleh para guru yang tetap kerja di kedua sekolah ini. Mereka tentunya memikul beban ”sejarah” dan memori yang teramat berat dan kini menghadapi siswa yang berbeda.

Sebelum nyala spirit itu benar-benar padam, rupanya angin segar berhembus, sekolah ini dikembalikan menjadi sekolah berasrama sebagaimana pada era Gubernur Mangku Pastika. Jauh di dalam sunyi masyarakat dan orang-orang miskin yang terpinggirkan; doa-doa mereka masih memiliki tuah, tepatnya setelah pengganti (bukan penerus) Made Mangku Pastika meninggalkan kantor gubernur dan rumah jabatan di Kota Denpasar.

Pada awal perintisan, SMAN Bali mandara adalah anomali politik. Made Mangku Pastika adalah satu-satunya gubernur yang memiliki program pendidikan bagi kaum miskin. Di sini telah terjadi relasi yang positif antara dua entitas: politik dan pendidikan. Jika politisi menghendaki apapun bisa terjadi!

Tidak semua gubernur yang memimpin Bali dan walaupun sebatas hanya sebagai pejabat gubernur yang abai kaum miskin. Nyatanya, hanya dua tahun setelah SMA/K Bali Mandara dikembalikan menjadi sekolah menengah umum, mulai tahun ajaran ini, karya Made Mangku Pastika dan Nyoman Darta, memasuki babak baru, SMA/K Bali Mandara jilid dua.  (*)

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts