Singaraja, koranbuleleng.com| Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno tampak menikmati matahari tenggelam di Pantai Penimbangan, Singaraja. Awalnya, dia menyusuri jalan sepinggiran pantai itu bersama rombongan kementerian. Dia juga terlihat didampingi Pengusaha Bali, Ajik Krisna.
Sore itu, Sanduaga Uno sebenarnya punya agenda bertemu dengan sejumlah komunitas di Singaraja. Nama agendanya, Netas alias Nemuin Komunitas. Even curhat ini digelar di Krishna Beachstreet, tepat di depan Pantai Penimbangan. Dari lokasi ini, orang-orang yang sambil nongkrong juga betah karena dengan leluasanya bisa melihat laju matahari terbenam.
Pantai Penimbangan memang menjadi salah satu spot wisata di kota Singaraja. Jaraknya hanya sekitar lima kilometer dari Pantai Lovina yang sudah lebih awal Populer. Pantai ini ada di pinggiran barat kota Singaraja.
Dalam pertemuan itu, Sandi menyebut akan berupaya kuat membangkitkan sektor pariwisata dengan menghidupkan pula komunitas-komunitas kreatif sebagai hulu tombak ekonomi kreatif.
Untuk membangkitkan pariwisata itu, dia menyebut tiga puluh hari kedepan akan mengujicoba skema 3B untuk menghubungkan pariwisata Bali utara, Bali barat dan Banyuwangi. Skema ini dinyatakan sebagai koridor baru pariwisata dari Lovina hingga Watudodol di Banyuwangi.
menyebut tiga puluh hari kedepan akan mencoba skema 3B untuk menghubungkan pariwisata Bali utara, Bali barat dan Banyuwangi. Skema ini dinyatakan sebagai koridor baru pariwisata dari Lovina hingga Watudodol di Banyuwangi.
Sarana transportasi udara melalui bandara Banyuwangi akan dimaksimalkan dan untuk menuju wilayah Bali utara dan Bali barat bisa diumpan dengan kapal cepat. Nantinya, wisatawan akan diangkut dari Banyuwangi menggunakan kapal cepat ke Pemuteran hingga Lovina. Paket itu akan dipasarkan baik ke wisatawan lokal maupun macan negara. Skema ini akan diujicoba pada tigapuluh hari kedepan.
“Nanti mendaratnya di Banyuwangi. Kami akan tingkatkan penerbangan ke Banyuwangi, untuk membuka koridor baru yang kami sebut 3B, Bali utara, barat dan Banyuwangi,” kata dia, Jumat 30 Agustus 2024.
Di sisi lain, Sandiaga mengakui destinasi pariwisata di Bali utara kurang dilirik karena aksesibilitas yang kurang memadai. Pemerintah pusat pun, disebut telah menyiapkan sejumlah skema untuk mengenalkan pariwisata di Bali utara.
Sandiaga mengatakan, jarak yang terlalu jauh antara Bali selatan dan Bali utara menjadi salah satu kendala utama yang membuat wisatawan tidak mau berkunjung. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Buleleng, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali utara hanya sekitar 10 persen dari total kunjungan wisatawan ke Bali.
Dia menyebut pemerintah pusat akan memprioritaskan pembangunan jalan tol Denpasar-Singaraja pada tahun 2025. Dengan pembangunan tol tersebut, perjalanan dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar menuju Singaraja akan lebih cepat. Hal itu, disebut akan membangkitkan pariwisata di Buleleng.
“Kami umumkan tol yang menghubungkan Singaraja dan Denpasar akan di prioritaskan tahun depan. Ini untuk meningkatkan aksesibilitas. Untuk bandara akan diputuskan pada pemerintahan selanjutnya,” ujar Sandiaga usai menghadiri acara Nemuin Komunitas (Netas) di Kawasan Patai Penimbangan, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Jumat, 30 Agustus 2024 sore.
Sandiaga juga mengutarakan selama ini kajian tentang pembangunan bandara baru di Buleleng sudah dilakukan sejak lama, namun pembatalan pembangunan bandara di Buleleng memang karena ada penolakan dari pemerintah daerah periode sebelumnya.
“Sebelumnya memang ada penolakan dari pemerintah daerah sebelumnya karena ada sesuatu dan lain hal. Keputusan politik sekarang, pembangunan bandara diserahkan pada pemerintahan selanjutnya,” kata Sandiaga.
Untuk itu, kata Sandiaga, rencana pembangunan bandara kedepan tergantungdari kesungguhan Pemerintah daerah selanjutnya. Pemerintah pusat sebenarnya sudah memberikan lampu hijau, apalagi kajian terus dilakukan dan sudah sejak lama.
Sandiaga juga mengutarakan pemerintah juga perlu menyiapkan tata kelola pariwisata di Bali utara. Sehingga tidak terjadi over tourism seperti kondisi saat ini di Bali selatan. Apalagi Kota Singaraja di Bali utara dulunya merupakan ibukota Kepulauan Sunda Kecil hingga tahun 1958. Sehingga tata kelola tersebut, akan benar-benar di kaji oleh pemerintah.
“Tata kelolanya ini harus betul-betul dikaji ulang supaya nanti pembangunannya mengacu pada destinasi. Sehingga tidak ada penumpukan di suatu area atau destinasi, namun tersebar mulai dari area Gerokgak sampai ke Tejakula,” tutup Sandiaga.(*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada