Batur, koranbuleleng.com | Ribuan warga Desa Adat Batur tumpah ruah ke jalan mengikuti prosesi mendak (menjemput) Petulangan Kaang, Palinggih Dane Jero Gede Kawanan (Alitan) Batur, Rabu 22 Januari 2025. Cuaca dingin diselimuti kabut pada menjelang malam tersebut, terasa khusuk oleh riuh warga dalam prosesi sakral itu. Proses mendak Patulangan diiringi dengan gong dan ritual Panyamleh di Pertigaan Batur-Payangan, tepatnya di depan SDN 1 Batur.
Petulangan Kaang berwujud Raja Ikan. Petulangan ini akan difungsikan sebagai media untuk pembakaran jenazah yang disucikan, Palinggih Dane Jero Kawanan (alitan) saat puncak palebon dilaksanakan. Patulangan Kang ini dibangun di Puri Saren Campuhan Ubud.
Warga Desa Batur sudah tumpah ruah sekitar pukul 16.00 Wita untuk menjemput Patulangan Kang menggunakan truk pengangkut. Patulangan tersebut juga diiringi oleh mobil VW dan puluhan mobil jeep dari sejumlah komunitas jeep tour di Batur. Iring-iringan tersebut melewati rute Ubud-Kedewatan-Payangan-Bayunggede-Batur. Proses iring-iringan juga dibantu oleh masyarakat Desa Adat Bunutan, Gianyar.
Iring-iringan petulangan menempuh waktu sekitar 2,5 jam hingga akhirnya tiba di Pertigaan Batur-Payangan. Di titik tersebut, meskipun udara dingin menyelimuti, ribuan masyarakat telah menunggu lengkap dengan bakti panyamleh, Gong Gede Batur, mamas-pangawin, dan uparengga lainnya. Di titik tersebut patulangan diturunkan untuk selanjutnya diarak sampai di Jaba Pura Ulun Danu Batur oleh Tempek Jero Batu Dangin Desa Adat Batur.
Manggala undagi bade dan Petulangan Kaang, Prof. Dr. Tjokorda Gde Raka Sukawati, S.E., M.M. mengatakan petulangan Kaang sangat khusus dan disucikan untuk Palinggih Dane Jero Gede Alitan. “Saya pernah bertanya kepada Ida Nak Lingsir (sulinggih; pendeta) bahwa patulangan ini hanya untuk memuliakan orang yang paling di muliakan, yakni Palinggih Dane Jero Gede Alitan. Beliau pantas menggunakan Patulangan Kaang tersebut sebagai orang yang paling diutamakan,” kata Tjokorda Gde Raka Sukawati.
Ia menjelaskan, Petulangan Kaang dibuat menggunakan material seperti kayu, bambu, serta hiasan-hiasan lain. Adapun kayu utamanya adalah kayu yang telah dipilih dan disiapkan oleh Jero Gede Batur Alitan sesuai dengan wasiatnya sebelumnya. “Lama pembuatanya kurang lebih dua minggu, digarap setiap malam sampai jam 1 dini hari bersama-sama dengan pembuatan bade tumpang sembilan,” ucapnya.
Guru Besar Universitas Udayana ini pun mengatakan Bade Tumpang Sia dan Petulangan Kaang yang digarap merupakan bentuk pengabdian kepada Ida Bhatari Dewi Danuh yang bersetana di Pura Ulun Danu Batur, yang dalam hal ini secara sakala mewujud sebagai Jero Gede Batur. “Ini bentuk bakti kami kepada Ida Bhatari Sesuhunan di Batur. Saya adalah pangayah di Pura Gunung Lebah Campuhan Ubud, yang juga merupakan setana Ida Bhatari Batur. Momen ini kami pakai sebagai motivasi ngaturang ayah, sekaligus menjaga kekerabatan Batur-Ubud yang telah terbina sejak dahulu kala,” ucapnya.
Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Penyarikan Duuran Batur, mewakili Jero Gede Duhuran Batur, menambahkan Patulangan Kaang dan Bade Tumpang Sembilan dibenarkan digunakan sebagai penghormatan terakhir ketika Palinggih Dane Jero Gede Alitan Batur Alitan lebar (wafat). Ia mengatakan hal tersebut tersurat di dalam lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana yang adalah salah satu bagian dari lontar Rajapurana Pura Ulun Danu Batur.
“Pada lembar 19 lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana dijelaskan bahwa Jero Gede Batur yang merupakan panyunggi Ida Bhatara Sakti Batur merupakan seorang danghyang (orang suci) sehingga ketika wafat dibenarkan menggunakan Bade Tumpang Sia dan Patulangan Kaang untuk Jero Gede Alitan dan Tumpang Solas (Sebelas) dan Lembu untuk Jero Gede Duhuran. Selain itu dibenarkan menggunakan bandusa tumpang salu serta mamanah toya di Pura Jati,” jelas Jero Penyarikan yang juga akademisi di Prodi Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana ini.
Penggunaan bade dan petulangan tersebut juga dikuatkan konsep Jero Gede Batur sebagai Dalem Sesanglingan sebagai representasi Dalem Bali untuk masyarakat subak dan Bali Pegunungan. Oleh karena itulah, kajang yang digunakan dalam upacara palebon Jero Gede Alitan adalah Kajang Dalem yang dianugerahkan langsung oleh Dalem Klungkung.
“Jero Gede Batur dalam susastra kami sesungguhnya adalah seorang raja rsi yang posisinya sangat sentral bagi masyarakat agraris subak dan masyarakat Bali Pegunungan. Ini dapat kita lihat pula pada lontar Catur Dharma Kalawasan dan sejumlah tradisi di sejumlah desa Batun Sendi Batur,” kata dia. (*)
Pewarta :I Putu Nova Anita Putra