Singaraja, koranbuleleng.com| Sudah menjadi tradisi menjelang hari raya Imlek, sejumlah pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Seng Hong Bio melaksanakan tradisi bersih-bersih patung dewa, Kamis, 23 Januari 2025. Pembersihan patung dewa di klenteng yang berlokasi di pesisir pantai Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini, dilakukan agar terlihat kembali baru pada perayaan Imlek 2576.
Salah satu patung yang dibersihkan adalah patung berstananya Seng Hong Ya, serta sejumlah patung lain tempat berstana dewa di kepercayaan Tionghoa. Patung mulanya dibersihkan dengan kuas kecil untuk menghilangkan debu, selanjutnya dimandikan dengan air kembang dan air kelapa. Selain patung, para pengurus juga membersihkan altar tempat patung dewa, serta peralatan lain yang ada di dalam klenteng.
Salah satu pengurus TITD Seng Hong Bio, Bambang Setiawan mengatakan, kegiatan bersih-bersih patung dewa ini merupakan salah satu rangkaian awal perayaan Tahun Baru Imlek. Sebelum dibersihkan, umat terlebih dahulu menggelar persembahyangan bersama Dewa Naik untuk mengantarkan dewa dapur ke istana para dewa. Segala macam perbuatan yang dilakukan oleh umat, disebut akan dilaporkan dewa dapur di nirwana.
“Hari ini kita mencuci dan membersihkan rupang para dewa, kita bersihkan kita ganti mahkota, jubah, sampai altar kita bersihkan. Biar nanti pada tahun baru semua sudah baru sudah bersih, seperti kembali terlahir lagi,” ujarnya.
Pria yang juga memiliki nama Tan Cun Lien menyebut, untuk perayaan Tahun Baru Imlek 2576 di klenteng Seng Hong Bio, akan dimulai dari 28 Januari 2025. Dimana pada tanggal itu, umat akan melakukan persembahyangan malam sebelum Imlek. Dalam persembahyangan itu, juga akan diisi hiburan barongsai hingga perayaan kembang api. Sementara pada 29 Januari 2025, saat Tahun Baru Imlek umat disebut akan melakukan persembahyangan di rumah masing-masing.
Selain itu, serangkaian Tahun Baru Imlek 2576 di klenteng ini juga akan dilaksanakan Ci Suak atau tolak bala. Kemudian terakhir akan dilakukan perayaan Cap Gomeh untuk menutup rangkaian perayaan tahun baru Imlek. “Ada shio yang ciong adakan acara tolak bala. Tahun 2025 ini, tahun ular kayu, ciong besar ular dan babi, yang kecil kera dan macan. Itu diharapkan umat yang bershio ular dan babi akan melakukan Ci Suak atau tolak bala. Agar tidak terjadi hal negatif pada mereka sepanjang tahun ular. Ini cuma untuk menghindari,” kata Lien.
Klenteng yang kini telah berusia 143 tahun ini, memuja dewa Seng Hong Ya, dewa yang diyakini sebagai dewa pengobatan. Rumpang dari dewa yang dipuja di klenteng itu pun, disebut dibawa langsung dari Cina.
Kata Lien, rumpang itu diberikan ke Klenteng Seng Hong Bio oleh Kapitan Lie Ing Tjie pada tahun 1937 silam. Dimana Kapitan Lie Ing Tjie merupakan orang yang berpengaruh di Buleleng pada zaman kolonial Belanda. Gelar Kapitan itu, disebut diberikan oleh orang-orang Belanda kepada orang Tionghoa yang memiliki pengaruh bagi masyarakat Tionghoa pada zaman itu.
“Rumpang ini (Seng Hong Ya) kita terima dari Kapitan Lie Ing Tjie yang rumahnya di Jalan Pulau Bali. Karena punya beliau tidak bisa rawat diserahkan ke umat, umat yang ngerawat sampai sekarang menjunjung sampai sekarang,” kata dia.
Saat ini, klenteng yang berada dekat dengan pantai ini pun disebut banyak dikunjungi oleh masyarakat. Tak hanya warga Tionghoa, banyak masyarakat yang datang ke klenteng untuk melakukan ramalan nasib dan meminta obat dengan melakukan ritual Ciam Si.
Lien menyebut, dalam ritual Ciam Si, umat akan mengocok sebuah wadah yang didalamnya berisikan bambu yang sudah diberi nomor. Nantinya bambu yang jatuh itu, juga akan dilakukan ritual Puak Poe untuk menentukan apakah nomor yang keluar itu benar. Setelah dinyatakan benar, kemudian akan diberikan kertas yang berisikan syair-syair yang digunakan untuk menentukan obat atau kehidupan.
“Orang banyak disini Ci Suak, Ciam Si nasib dan obat. Tidak hanya umat tionghoa, tapi terbuka untuk umum. Masalah obat segala macam sakit, disini ada ciamsi obat. Nanti obatnya bisa cari ke toko Cina. Untuk Ciam Si gunakan bunga, canang karena kita seperti Bali, kita gunakan canang, permen, teh, lilin. Untuk uang mas ada disini, disediakan,” kata Lien.
Lien menambahkan, selain memuja Seng Hong Ya, di klenteng ini juga memuja dewa Kwan Kong, Kwan Tee Kun, dan Dewi Kwan Im. Klenteng Seng Hong Bio pun disebut telah beberapa kali dilakukan pemugaran. Hingga kini klenteng itu berdiri kokoh dengan hiasan ornamen-ornamen Cina serta memiliki balai pertemuan.
“Renovasi pertama 1971, selanjutnya ada renovasi lain. Umat ribuan dari Singaraja dan Denpasar. Ini klenteng tertua di Buleleng. Rumpangnya dibawa langsung dari Cina oleh Kapitan Lie,” kata dia. (*)
Pewarta: Kadek Yoga Sariada