Singaraja, koranbuleleng.com | Dua tahun berlalu sejak Tari Jaripah memukau ribuan pasang mata pada malam puncak Brahma Widya Festival 2023 di Lapangan Bhuana Patra, Singaraja. Namun gaung tarian ini tak pernah padam. Di lingkungan Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Tari Jaripah tetap hidup—bergerak dari panggung ke panggung, dari generasi ke generasi.
Lahir dari inspirasi masyarakat Osing di Banyuwangi, Jawa Timur, Tari Jaripah mengangkat kisah Barong Kemiren dalam balutan gaya kontemporer. Lima mahasiswi dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Budaya Jawa STAHN Mpu Kuturan kala itu (sebelum berstatus institut) membawakannya dengan kostum merah marun dan emas, menciptakan suasana magis melalui gerakan ritmis dan musik tradisional Banyuwangi yang menggema syahdu.

Nama “Jaripah” adalah akronim dari Ja’ah Makrifat, sebuah konsep spiritual yang mengajarkan pentingnya pengendalian diri, keseimbangan batin, dan pencapaian makrifat. Simbolisme ini diwujudkan melalui penokohan seorang laki-laki berparas cantik namun gagah, lambang keseimbangan antara kelembutan dan kekuatan.
Kini di tahun 2025, semangat itu masih menyala. Salah satu penari 2023, Sania Santi, kini menjadi motor penggerak regenerasi Tari Jaripah di UKM Budaya Jawa.
“Kami masih sering membawakan Tari Jaripah di berbagai kegiatan kampus dan event. Latihan rutin tetap kami jalankan setiap minggu, karena ini bukan hanya soal pertunjukan, tapi tentang menjaga warisan,” ujar Sania saat ditemui di aula kampus.
Para anggota baru tak hanya diajarkan teknik gerak, tapi juga dituntun untuk memahami filosofi di balik setiap gerakan. Mereka belajar bahwa seni tidak hanya soal ekspresi, tapi juga tentang menyatu dengan nilai dan sejarah yang membentuknya.

Eksistensi Tari Jaripah hari ini menjadi bukti bahwa seni tradisional bukan sekadar arsip masa lalu. Di tangan mahasiswa IAHN Mpu Kuturan, tarian ini menjadi simbol keteguhan perempuan, kekayaan budaya lokal, dan komitmen generasi muda dalam merawat warisan leluhur di tengah modernitas.(*)
Kontributor : Devinta Putri Ambarwati
Catatan : Berita ini ditayangkan untuk melengkapi tugas mata kuliah di IAHN Negeri Mpu Kuturan, Singaraja. Tulisan ini telah melalui seleksi dan tahapan editing agar sesuai dengan kaidah jurnalistik. Kami terbuka menerima tulisan hasil reportase dari mahasiswa dan harus mengikuti ketentuan/kebijakan redaksi kami.