Tradisi Megoak-goakan di Buleleng: Warisan Budaya Penuh Strategi dan Filosofi

Singaraja, koranbuleleng.com | Sehari setelah perayaan Nyepi, masyarakat Desa Panji di Kabupaten Buleleng menghidupkan kembali salah satu tradisi unik dan penuh makna, yaitu Tradisi Megoak-goakan. Tradisi ini bukan sekadar permainan rakyat, melainkan warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah, strategi, serta filosofi kehidupan.

Menurut Luh Desy Antari, salah satu peserta tradisi, Megoak-goakan merupakan bagian dari budaya turun-temurun yang telah dilestarikan oleh warga Desa Panji. Kegiatan ini memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai Tri Hita Karana—konsep harmonisasi dalam ajaran Hindu Bali yang mencakup hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan), dan lingkungan (Palemahan).

- Advertisement -

“Tradisi ini bukan hanya permainan biasa. Di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, kerja sama, dan penghormatan kepada leluhur. Kami melaksanakannya dengan semangat dan suka cita karena ini juga cara kami menjaga warisan budaya,” Wisnu Satria saat ditemui di sela-sela pelaksanaan tradisi.

Tradisi ini dipercaya terinspirasi dari strategi perang Ki Barak Panji Sakti, raja legendaris dari Buleleng. Dalam sejarahnya, beliau menggunakan taktik menyerupai pergerakan burung goak (burung gagak) untuk mengelabui dan mengalahkan musuh saat menaklukkan Kerajaan Blambangan di Jawa Timur. Gerakan cepat dan mengejutkan yang dilakukan dalam permainan ini mencerminkan taktik militer sang raja yang penuh kecerdikan.

Pelaksanaan tradisi ini biasanya berlangsung di area Pura Dalem Panji atau persawahan sekitar desa, dan dimulai pada sore hari sekitar pukul 15.00 hingga menjelang malam. Sebelum permainan dimulai, para pemuda dan pemudi yang akan berpartisipasi melakukan persembahyangan untuk memohon keselamatan dan kelancaran jalannya acara.

Setelah itu, peserta dibagi ke dalam dua kelompok—kelompok “goak” dan kelompok “taruna”. Permainan berlangsung dengan kelompok “goak” berusaha menangkap ekor dari barisan kelompok “taruna” yang berbaris dan saling berpegangan. Kelompok yang berhasil menangkap ekor lawan akan dinyatakan sebagai pemenang. Dalam prosesnya, semakin banyak pemuda-pemudi yang diajak bergabung, menjadikan permainan ini semakin meriah.

- Advertisement -

Menariknya, dalam suasana yang penuh semangat, pemuda setempat bahkan menghentikan kendaraan yang melintas di jalan desa untuk mengajak perempuan bergabung dalam permainan ini. Mereka dianggap sebagai bagian penting dalam memeriahkan tradisi ini.

“Biasanya kami para pemuda turun langsung ke jalan dan mengajak para perempuan untuk ikut meramaikan permainan. Itu bagian dari tradisinya, dan semua dilakukan dengan semangat kebersamaan,” tambah Wisnu Satria

Ketut Teguh Arimbawa, pemuda asal Desa Panji yang turut ambil bagian dalam kegiatan ini, mengatakan bahwa tradisi Megoak-goakan bukan sekadar hiburan semata. “Permainan ini adalah simbol persatuan, kekompakan, dan bentuk pelestarian budaya yang harus terus dijaga oleh generasi muda,” ujarnya.

Tradisi Megoak-goakan menjadi salah satu contoh nyata bagaimana budaya lokal mampu bertahan di tengah arus modernisasi, sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat ikatan sosial dan menjaga warisan sejarah yang bernilai tinggi bagi masyarakat Bali.(*)

Kontributor : Komang Nanda Oktarini Putri

Catatan : Berita ini ditayangkan untuk melengkapi tugas mata kuliah di IAHN Negeri Mpu Kuturan, Singaraja. Tulisan ini telah melalui seleksi dan tahapan editing agar sesuai dengan kaidah jurnalistik. Kami terbuka menerima tulisan hasil reportase dari mahasiswa dan harus mengikuti ketentuan/kebijakan redaksi kami.

Komentar

Related Articles

spot_img

Latest Posts