Singaraja, koranbuleleng.com | Program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) di Kabupaten Buleleng mengalami penurunan drastis tahun ini. Dari total 500 unit lebih yang biasanya disentuh tiap tahun, kini hanya 111 unit rumah yang akan direhabilitasi. Penyebabnya, tak lain karena efisiensi anggaran dan perubahan struktur kementerian di tingkat pusat.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimta) Buleleng, Ni Nyoman Surattini menyampaikan bahwa dibandingkan tahun 2024, terjadi penurunan sebanyak 389 unit. Jika tahun lalu rehab RTLH mencapai 500 unit lebih, kini hanya 111 unit rumah yang mendapat sentuhan perbaikan.

“Program tahun ini seluruhnya didanai dari APBD Buleleng dengan anggaran Rp2,2 miliar,” ungkap Surattini.
Ia menjelaskan, salah satu faktor menurunnya jumlah penerima manfaat adalah adanya efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Terlebih setelah Presiden Prabowo Subianto memisahkan bidang perumahan dan kawasan permukiman menjadi kementerian tersendiri, yakni Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
“Tentu perubahan struktur ini juga mempengaruhi alokasi dana transfer ke daerah,” terangnya.
Merujuk data Sistem Informasi Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Sipermata) Buleleng, terdapat 4.711 unit RTLH yang masuk dalam daftar penanganan. Namun jumlah itu bisa berubah seiring proses verifikasi dan validasi setiap tahunnya. Usulan bedah rumah dari desa diterima hingga 30 Desember dan bisa saja digugurkan apabila rumah bersangkutan sudah diperbaiki secara mandiri oleh pemiliknya.

“Makanya jumlah target kami bisa berkurang karena ada rumah yang tidak lagi masuk kategori RTLH setelah dilakukan validasi,” katanya.
Agar percepatan rehab RTLH tetap berjalan, Pemkab Buleleng juga menggandeng pihak swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Peran CSR diprioritaskan untuk wilayah-wilayah dengan risiko kesehatan tinggi, terutama dalam upaya menekan angka penularan penyakit tuberkulosis (TBC).
“Baik anggaran dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, maupun CSR, semuanya satu nilai, yakni Rp20 juta per unit rumah,” jelas Surattini. (*)
Pewarta : Kadek Yoga Sariada