Penangkaran tukik oleh Pokmaswas Penimbangan Lestari |FOTO : Edy Toro|
Singaraja, koranbuleleng.com | Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) Penimbangan Lestari, Desa Baktiseraga, Buleleng terus berupaya membantu menyelamatkan keberadaan penyu yang ada di pesisir pantai di Buleleng.
Sejak dibentuk pada tahun 2016 lalu, kelompok ini selalu memastikan keamanan penyu dari binatang pemangsa maupun manusia yang hendak mencuri. Kelompok masyarakat yang bekerja secara swadaya ini akan memastikan keamanan mulai dari proses penyu bertelur, menetas hingga melepas tukik-tukik tersebut ke laut.
Ketua Pokmaswas Penimbangan Lestari Gede Wiadnyana mengatakan, jumlah sarang dan telur penyu di setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Sarang penyu yang berhasil ditemukan dan diselamatkan pada tahun 2017 sebanyak 19 sarang. Tahun 2018 sebanyak 34 sarang, dan tahun 2019 sebanyak 46 sarang.
Dari jumlah sarang tersebut, jumlah telur yang berhasil ditangkap pada tahun 2017 sebanyak 1.633 butir, tahun 2018 sebanyak 3.115 butir, dan tahun 2019 sebanyak 4.450 butir. Itu belum termasuk penangkaran di tahun 2020 ini.
“Karena semakin banyak penemuan dan evakuasi telur, petugas membuat area tambahan di sekitarnya. Setiap titik pengeraman telur diberikan keterangan kapan ditemukan, daerah mana, dan jumlah telurnya” ungkapnya
Biasanya, sarang dan telur penyu yang ditangkar sebagian besar berasal dari kawasan Pantai Penimbangan, yang membentang sepanjang 720 meter dari timur ke barat. Namun ada juga sarang dan telur penyu yang ditemukan di luar Pantai Penimbangan seperti di pesisir pantai di wilayah Banjar, Camplung, dan Banyuasri.
“Penyu yang bertelur di kawasan ini sejauh ini jenis penyu Lekang dan penyu hijau. Masa bertelur penyu malam hari antara pukul 19.00 Wita sampai 04.00 Wita dan biasanya dievakuasi pada dini hari saat ditemukan petugas atau warga dan dipindah ke area penangkaran seluas 7×6 meter persegi.” ujarnya
Telur-telur penyu tersebut akan ditangkar sekitar dua bulan lamanya hingga menetas menjadi tukik. Selama masa penangkaran tersebut telur-telur juga mendapatkan perlakuan khusus.
“Yang pasti suhu di dalam pasir dijaga sekitar 65 derajat. Kemudian tingkat kelembabannya juga, kalau kurang lembab dikasih air. Di kolam kami pantau kebersihannya, kalau ada jamur atau kotoran akan dibersihkan. Setelah menetas jadi tukik itu kami lepasliarkan saja,” imbuhnya.
Gede Wiadnyana menambahkan, sejak bulan Juni lalu dia bersama dua puluhan anggotanya harus siaga karena sudah memasuki puncak bertelur penyu. Masa bertelur penyu sendiri setiap tahunnya selalu rutin antara bulan Februari hingga Agustus.
“Sejak Juni sudah masuk masa puncak, biasanya hingga Agustus. Selama masa puncak itu dalam satu bulan bisa sampai dua puluhan sarang yang kami temukan. Kalau bertelurnya sudah sejak bulan Februari, namun masih sedikit hanya satu atau dua sarang,” pungkasnya. |ET|