Singaraja | Kementerian Pariwisata meneliti sejumlah lokasi Pelabuhan di Buleleng untuk dikembangkan menjadi Pelabuhan Kapal Pesiar Tradisional guna menunjang dunia kepariwisatan di Buleleng. Penelitian dikoordinir langsung oleh Asisten Deputi Pengembangan Kelembagaan Pariwisata, Ni Komang Ayu Astiti.
Penelitian lebih awal dilakukan dengan membuka Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan melibatkan sejumlah stakeholder di Buleleng, Selasa (19/4). Mulai dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng sebagai leading pengelolaan pariwisata, DPRD Buleleng, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah tokoh masyarakat pelaku pariwisata dan tokoh adat.
Ni Komang Ayu Astiti mengatakan kementerian pariwisata baru memulai penelitian. PEnellitian juga rencaanya dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia seperti Laboan Bajo, NTT, Bulu Kumba Sulawesi serta daerah lain.
Ayu Astiti menyatakan dari sumber daya alam Buleleng mempunyai panjang pantai hingga kurang lebih 154 kilometer, terpanjang dari di Bali. Di sisi lain, tradisi pesisir, adat dan budayanya juga cukupbervariasi. Karena itulah, penelitian dipilih udilakukan di Buleleng.
Rencana pembangunan Pelabuhan Kapal Pesiar Tradisional ini diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Dari FGD yang telah berlangsung, ada masukan dan inventarisasi sejumlah pelabuhan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai pelabuhan kapal pesiar tradisional. Diantaranya, Pelabuhan Banyuwedang, Pelabuhan Celukan Bawang, Lovina, PPI Sangsit, serta Teluk Penuktukan.
Khusus Pelabuhan Celukan Bawang, kawasan ini sudah secara resmi digunakan sebagai kawasan industri sehingga sulit dikembangkan sebagai pelabuhan pesiar tradisional. Jika dipaksakan maka akan menganggu kedua fungsi pelabuhan itu.
“Ada masukan Pelabuhan Celukan Bawang, tetapi sudah ditegaskan bahwa kawasan itu adalah kawasan industri. Jadi cukup sulit bila dikembangkan menjadi pelabuhan pesiar tradisional,” ujar Ayu Astiti.
Anggota DPRD Buleleng, Mangku Budiasa juga cukup apresiatif terhadap upaya penelitian sehingga nantinya Buleleng bisa dikembangkan sebagai obyek wisata bahari, khususnya pelabuhan pesiar tradisional.
Namun dari sisi lain, Kewenangan pengelolaan dan pengawasan wilayah perairan saat ini juga berada di tangan Pemerintah propinsi, sehingga Buleleng juga tidak bisa berbuat banyak untuk ikut secara langsung mengembangkan kawasan pelabuhan pesiar tradisional.
Mangku mengatakan, ada kekhawatiran pemerintah propinsi justru sebenarny atidak maksimal melakukan pengawasan setelah adanya perubahan regulasi mengenai kewenangan pengawasan dan pengelolaan perairan.
“Kalau memang tidak maksimal, kami mendesak DPRD Propinsi Bali untuk segera mendesak Gubernur supaya melimpahkan kewenangan kepada kabupaten kota untuk mengawasi dan mengelola pantai ini,” ujar Mangku Budiasa, politisi asal Desa Selat.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna mengungkapkan Buleleng berharap penelitian yang dilakukan oleh kementerian pariwisata bisa memberikan dampak yang positif bagi Buleleng. “Pokok-pokok masalah yang didapatkan oleh peneliti, nanti akan dikemas dan memberi solusi. Apabila menemukan potensi dan alternatifnya saya mohon untuk dibawa dalam pembicaraan di pemerintah pusat secara cepat. Kriteria dan indikator yang digunakan adalah yang dipunyai oleh Kementerian Pariwisata,” ujar Sutrisna.
Sementara Lovina, kata Sutrisna masih bisa dikembangkan sebagai pelabuhan pesiar tradisional dengan beberpa model pelabuhan. “Boleh ada yang pelabuhan merapat atau ditengah laut. Nah ini hanya sebatas pandangan kami saja, perlu juga diteliti lebih lanjut oleh tim peneliti,” kata Sutrisna. |NP|