Singaraja, koranbuleleng.com| Sepasang saudara kembar, Devi Yusvitasari dan Desi Yunitasari, patut menjadi teladan bagi anak muda masa kini. Kembar lulusan terbaik pada wisuda LXVI Universitas Pendidikan Ganesha ini sudah mampu merengkuh berbagai prestasi.
Mereka bahkan sama-sama menempuh pendidikan di program studi S1 Ilmu Hukum tersebut, telah langganan juara di kancah event nasional maupun internasional. Mereka begitu kompak, dapat dilihat dari setiap kegiatan maupun lomba, mereka selalu hadir berdampingan saling mendukung satu sama lain. Namun tak mudah bagi mereka untuk memperoleh gelar berbagai penghargaan, gadis kembar asal Banyuwangi ini menuturkan mereka harus melalui berbagai lika-liku kehidupan, mengingat mereka bukan terlahir dari keluarga berada.
Perjuangan keynote speaker of International Summer Course on The Rights of Child ini untuk melanjutkan pendidikan dimulai pada tahun 2016. Setelah lulus SMA, mereka harus menunda terlebih dahulu selama satu tahun untuk bekerja sebagai seorang sales dengan niat mengumpulkan bekal masuk kuliah.
Ibunya yang berprofesi sebagai seorang ART hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, terlebih juga mereka memiliki seorang adik yang masih menempuh pendidikan sekolah dasar. Dan ketika penulis buku “Demi Ruas Mimpi” ini diterima di Universitas Pendidikan Ganesha Bali melalui jalur SBMPTN di prodi Ilmu Hukum pada tahun 2017, tantangan mereka belum berakhir. Mereka mendapatkan biaya UKT yang cukup tinggi membuat sehingga merasa pesimis untuk melanjutkan.
“Namun alhamdulillah ada pihak pegawai rektorat Undiksha yang membantu kami untuk penurunan UKT, sehingga UKT kami bisa diturunkan menjadi UKT 1 dan hingga saat ini kami sangat berterimakasih bisa dibantu. Bahkan sewaktu kuliah kami juga harus pandai membagi waktu untuk menyelesaikan tugas perkuliahan ataupun mengikuti perlombaan dan mencari beasiswa mengingat uang yang kami dapat dari menang perlombaan ataupun beasiswa untuk membantu meringankan beban orang tua kami.” ucap syukur Devi, penerima beasiswa Bank Indonesia tersebut.
Motivasi mereka untuk berjuang sangat besar. Delegate of Germany in Padjajaran Model United Nation ingin bisa membanggakan dan membahagiakan orang-orang yang telah berjasa dalam hidupnya.
Mereka adalah sarjana pertama di keluarga besar, mengingat mereka berasal dari keluarga kurang mampu. Ayah buruh tani, ibunya sebagai Asisten Rumah Tangga yang hanya lulusan SD. Orangtuanya adalah orang yang menjadi motivasi mereka untuk bangkit ketika sedang berada di bawah atau merasa terpuruk dalam menjalani hidup, baik karena tantangan ataupun kegagalan. Sepasang gadis kembar ini sadar bahwa ada mimpi yang ingin mereka capai yakni bisa bermanfaat dalam kebaikan untuk keluarga ataupun banyak orang. Mereka juga ingin membuktikan bahwa terlahir dari keluarga kurang mampu tidak menjadi penghalang untuk sukses, mengingat mereka sering diremehkan apakah mungkin orang tua dengan penghasilan pas-pasan bisa menyekolahkan anaknya hingga tamat S1.
“Terlebih ketika kami kecil, ibu yang waktu itu menjadi single parent sampai harus jadi TKW agar bisa membahagiakan kami, namun ternyata sampai harus mendapat kekerasan dari majikan dan pulang tanpa gaji, sehingga pengorbanannya menjadi alasan kuat untuk kami terus berjuang meraih mimpi.” kenang Desi peraih mahasiswa berprestasi Undiksha ini.
Selama kuliah, banyak kesempatan untuk mengembangkan diri yang telah mereka dapat, baik memenangkan perlombaan baik tingkat universitas hingga nasional, mendapat penghargaan mahasiswa berprestasi, terlibat dalam aktivitas sosial, mendapat beasiswa, menjadi perwakilan dalam konferensi internasional, melaksanakan magang, menjadi pembicara seminar nasional, mempublikasikan buku, maupun mengikuti kursus maupun pelatihan, dan dalam wisuda ini mereka menjadi lulusan terbaik. Dari banyak hal tersebut mereka sangat bersyukur bisa menjadi orang yang terus belajar tanpa henti, memperbaiki setiap kekurangan ataupun kesalahan mereka dan mereka dapat terus belajar mendewasakan diri mereka.
Namun juga, banyak rintangan yang harus mereka lalui, baik dari rasa kantuk dan lelah karena harus mengerjakan banyak tugas perkuliahan maupun proyek, mereka hingga mereka harus begadang, merelakan waktu untuk bermain-main, ataupun kendala perekonomian yang tentunya lebih membuat kegiatan terhambat. Saat pandemi COVID-19 mereka mengalami berbagai kendala termasuk semakin terpuruknya perekonomian, dikarenakan ibu mereka yang bekerja di warung makan harus pulang dan ayah yang bekerja di tempat usaha bakso keliling milik kerabat juga harus pulang dikarenakan sepi pembeli.
Ibu mereka harus bekerja menjadi ART kembali agar bisa membantu memenuhi kebutuhan hidup, mengingat bapak sewaktu kembali di desa bekerja hanya sebagai buruh tani yang pendapatannya tidak menentu karena harus menunggu adanya pekerjaan. Hal tersebut tentu semakin menyulitkan mereka, karena mereka juga harus mempersiapkan untuk proses kelulusan baik dari tugas akhir maupun administrasi wisuda, sehingga hal tersebut menjadi tantangan mereka. Sehingga ketika ingin mengikuti kegiatan berbayar menjadi berpikir dua kali terkait biaya, namun dari banyak kegiatan seperti konferensi, mereka mayoritas lolos untuk mendapatkan fee waiver, bahkan hanya satu kali membayar dan pihak kampus membantu membiayai.
“Bicara soal mimpi, kami pastinya selalu berharap agar bisa diberikan hasil yang terbaik, setelah lulus ini kami berencana untuk meningkatkan wawasan dan pengalaman kami baik melalui magang, pekerjaan part time ataupun full time, sehingga ketika kami nantinya berkontribusi baik melalui karir kami maupun study yang akan kami ambil kedepannya, kami bisa matang secara pengetahuan, pengalaman maupun mental kami. Tentu kemanapun takdir akan membawa kami kedepannya, kami ingin terus bisa berjuang untuk membahagiakan orang-orang yang kami sayang serta bermanfaat luas dalam kebaikan.” harap Devi dan Desi. (*)
Pewarta : Luh Sinta Yani